Â
Sungguh memilukan. Kala Menkopohukam Wiranto yang hingga kini masih menderita sakit dan menjalani perawatan, mencuat pernyataan nyinyir. Bukannya memberi ungkapan simpati dan mendoakan agar cepat sembuh. Eh, malah sebaliknya, mengeluarkan pernyataan tak patut.
Wiranto hingga kini masih dirawat akibat tusukan Syahril Alamsyah alias Abu Rara (10/10/2019). Penusukan Wiranto dilakukan oleh Abu Rara  didukung istrinya, Fitria Andriana. Suami-isteri itu adalah anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berkeinginan kuat membunuh pejabat negara itu. Perbuatan itu dianggapnya sebagai jihad.
Kita berharap tabiat suka mencela orang lain tanpa memeriksa diri sendiri dapat segera dihentikan. Berhentilah mengeluarkan pernyataan nyinyir terhadap peristiwa yang tengah menimpa Wiranto.
Sebab, sesungguhnya hal itu dapat berakibat menjatuhkan martabat dan harga diri pelaku nyinyir. Â Berkata memang mudah, mengerjakan adalah sulit, mengerti lebih sulit dan memberi pengertian lebih sulit lagi.
Karena itu, orang bijak sering mengutip pepatah "Kuman di seberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tidak kelihatan."
Siapa pun tak menginginkan peristiwa penusukan terhadap Menkopolhukam itu terjadi. Wiranto pun tak merekayasa, apa lagi membuat settingan. Sungguh terlalu kala ia mendapat musibah, mencuat pernyataan busuk.
Padahal, siapa pun agamanya, pasti sepakat dengan tuntunan bahwa bersikap dan berbuat baik terhadap diri sendiri dan masyarakat sekitar adalah suatu keharusan. Terhadap diri sendiri harus memelihara perangai dan tata hidup sesuai tuntunan Yang Maha Kuasa.
Sedangkan kepada masyarakat sekitar, ia harus mengutamakan sikap terpuji dalam bergaul. Bukan menyampaikan ucapan tak elok kepada Pak Wiranto.
**
Dalam prespektif agama, malu berpautan dengan keyakinan (iman) seseorang. Jika seseorang tak punya rasa malu, itu pertanda yang bersangkutan tak beriman.
Orang sufi sering berucap: Jangan percaya apa yang disampaikan bahwa ia mengaku telah beriman, lidahnya menyatakan beriman sementara dalam kehidupan sehari-hari kata dan perbuatannya memalukan.
Untuk menjaga rasa malu, tergelincir dari perbuatan yang tidak patut, maka hindari perbuatan tak patut. Kendalikan lidah. Hindari jari tangan menyusun untaian kata-kata tak bermanfaat. Hindari kalimat dan ucapan yang bisa menusuk hati seseorang.
Ketimbang mencaci maki dan mencela seseorang yang tengah menderita, sungguh elok jika kita memberi pertolongan. Tak sanggup dengan perbuatan, bisa dilakukan dalam bentuk doa.
Sangat dilarang mencaci maki. Nyinyir pula.
Seseorang bisa disebut belum beriman apabila ia dapat tidur nyenyak dan perut kenyang sementara dibiarkannya tetangga, anggota keluarga dalam keadaan menderita karena sakit, kelaparan, dan mendapat musibah lainnya.Â
Sejatinya, malu adalah sebagian dari iman.
**
Mendoakan orang sakit, termasuk  menjenguk orang sakit, hukumnya sunnah. Orang yang tengah sakit sangat membutuhkan doa  agar Allah meringankan sakit dan menguatkan kesabaran sehingga tumbuh semangat dan pengharapan dalam dirinya.
Mendoakan orang sakit saat menjenguknya juga termasuk tuntunan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Dan, kita yang sehat, sangat dianjurkan berdoa bagi kesembuhan Wiranto.
Sebab, kita harus menyadari, siapa pun dia, akan membutuhkan doa sebagai perwujudan diri ini adalah makhluk yang lemah. Karena kita memiki kelemahan itu maka dibutuhkan pertolongan Allah, Tuhan Yang Maha Esa sangat dibutuhkan.
Bagi umat Muslim, sangat dianjurkan mendoakan saudaranya yang tengah menderita sakit. Harus ada keyakinan bahwa doa adalah kekuatan sangat dahsyat. Sebab, boleh jadi hajat seseorang terpenuhi berkat doa dari orang lain.
Di sisi lain, kita pun meyakini bahwa doa orang yang terzalimi dikabul Allah. Karena itu, sangat memalukan sekali, kala orang terzalimi seperti Pak Wiranto disebut-sebut peristiwa yang menimpa dirinya adalah sebagai perbuatan settingan.
"Tiga macam doa yang akan dikabulkan yang tidak ada keraguan padanya adalah doa orang yang terzalimi, doa musafir (orang yang sedang berpergian), dan doa (keburukan) dari bapak kepada anaknya." (H.R. At-Tirmidzi).
Nah, jika kita sudah melihat realitas yang ada, maka memelihara rasa malu mengeluarkan perkataan cemoohan, ejekan dan keji sudah sepatutnya dihentikan. Bertobatlah dengan cara meninggalkan perbuatan dosa diiringi niat memperbaiki diri dan tak mengulangi lagi.
Jika dosa itu berkaitan dengan hak manusia, mencaci maki orang yang tengah menderita sakit, maka diwajibkan meminta maaf kepadanya. Ini memang tidak mudah karena diperlukan tindakan nyata. Tetapi jika itu tak dilakukan sama halnya ia mengejek Tuhannya.
Masihkah para pelaku nyinyir itu punya rasa malu?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H