Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Begini Sulitnya Menangani Orang Sakit Mental

9 Oktober 2019   03:28 Diperbarui: 9 Oktober 2019   03:33 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang menderita sakit mental. Foto | Hallodokter

Orang sakit mental harus sesegera mungkin diperiksakan ke dokter. Celakanya, banyak di antara anggota keluarga tak mau tahu bila adanya perubahan mental di dalam keluarga. Disangkanya baik-baik saja lantaran tak ada keluhan pusing, sakit perut dan sebagainya.

Akibatnya, penanganannya jadi terlambat. Bahkan ada anggota keluarga merasa malu bila dijumpai salah satu anggota keluarga mengalami sakit jiwa. Padahal orang yang sakit jiwa selalu merasa was-was, punya waham curiga terhadap orang sekitar dan ingin mencederainya.

Bahkan merasa dirinya dikejar-kejar. Jika bicara dirinya merasa difitna, diusik dan berulang-ulang diancam. Padahal tidak ada yang mengancam. Semua orang sekitar biasa saja.

Lebih celaka lagi bila orang yang sakit jiwa itu sudah berumah tangga. Lalu, ia punya waham cemburu. Ia merasa menderita hebat dan sangat berpotensi membunuh pasangan hidupnya jika tak segera diobati.

Lagi-lagi, kesulitannya, ketika hendak dibawa ke rumah sakit yang bersangkutan tak mau. Menolak. Sebab, dirinya merasa sehat. Dan, keadaan makin dipersulit jika kita tinggal di daerah. Dokter spesialis yang mendalami ilmu kesehatan jiwa dan perilaku (psikiatri) tergolong masih langka.

Idealnya, penanganan orang sakit mental dilakukan dengan dua pendekatan. Melalui psikolog dan psikiatri. Dengan cara itu, maka penanganannya dapat dilakukan secara komprehensif.

Karena itu, saran penulis, untuk proses penyembuhannya, perlu dukungan semua anggota keluarga. Kakak, adik dan anggota keluarga besar. Tak bisa diserahkan kepada kepala keluarga seorang.

Diupayakan yang bersangkutan dapat diperiksa dokter dan dapat pengobatan.

Cara pemberian obatnya pun tak bisa diperlakukan seperti orang sakit batuk. Rutin menum obat pada waktu yang ditentukan. Misalnya, usai makan sekian butir dan malam hari sekian butir diminum. Pasien tak boleh dipercayakan minum obat sendiri. Tidak seperti itu.

Tetapi, orang terdekatlah yang diberi kepercayaan untuk memberikan obat. Bila yang bersangkutan menolak minum obat, dapat dilakukan dengan teknik 'rahasia'. Yang penting, obat dapat diminum hingga orang bersangkutan dirinya merasa nyaman.

Lakukan dan terus lakukan. Perlakukan orang yang sakit mental itu dengan penuh kasih sayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun