Menangani orang sakit mental jauh lebih sulit daripada menangani orang sakit pada umumnya. Jika orang terkena serangan sakit jantung, cedera karena bermain bola atau mengalami kecelakaan, penanganannya mudah karena orangnya jelas-jelas secara fisik ada.
Tetapi tidak dengan orang sakit mental. Jika kita sebut bahwa si Fulan tengah menderita sakit jiwa, bisa jadi kita -- lawan bicaranya -- terkena damprat. Tidak jarang orang terdekat yang menganjurkan agar segera memeriksakan diri ke dokter malah terkena "bogem" alias dipukul.
Orang sakit jiwa tidak dapat disamakan dengan orang-orang yang sakit korengan, sakit batuk/flu, menderita sakit ginjal dan jantung dan seterusnya. Cara penangannya jauh lebih "makan hati" ketimbang orang sakit lainnya yang diperlakukan penuh kasih sayang.Â
Orang yang sakit mental selalu cara berfikirnya tidak stabil.
Pagi hari nampak baik, bisa jadi lima menit ke depan sudah berubah. Ya, namanya saja sakit mental. Tapi tak semua perubahan prilakunya itu dapat diprediksi. Bisa satu hari penuh terlihat dapat bicara normal, tetapi lima hari ke depan perubahan mental dan perilaku kasar terjadi lagi.
Ya, namanya saja orang sakit mental.
Tentu kita pernah mendengar pemberitaan ada seseorang di sebuah shelter transJakarta tiba-tiba menyerang orang lain dengan senjata tajam. Orang yang tak tahu apa-apa dilukainya. Padahal ia sebelumnya tak bertegur sapa, berkomunikasi. Apa lagi membuat onar, tetapi diperlakukan seperti hendak dibunuhnya.
Peristiwa lainnya adalah seorang sopir yang tengah membawa bus di sebuah jalan tol, secara tiba-tiba setir mobil direbut oleh seorang penumpang. Akibatnya, terjadi kecelakaan yang menyebabkan beberapa orang tewas dan luka-luka.Â
Hasil investigasi pihak berwajib, dijumpai adanya penyataan "ganjil" dari orang yang merebut setir mobil. Dia mengaku telinganya dibisiki agar merebut strir mobil yang tengah melaju kencang.
Dan, yang paling aktual adalah seorang ibu masuk ke masjid Masjid Al-Munawaroh, Sentul, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (30/6/2019) tanpa alas kaki. Ia melenggang masuk membawa anjing pula.
Alhamdulillah, pengurus masjid bijaksana sehingga peristiwa itu tak berujung pada SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan).