Andai saja ragam jenis nikah yang di luar pandangan paham suni (Indonesia) dianggap sebagai perbuatan zinah, maka bisa dipastikan bahwa rumah tahanan dan penjara makin penuh.Â
Karena itulah sebelum bicara lantang dari gedung parlemen Senayan, Jakarta, para anggota dewan terhormat yang dilantik pada Selasa (1/10/2019), perlu memahami ragam pernikahan.
Sepertinya sih sepele. Tapi pandangan penulis ini penting. Pasalnya, banyak anggota dewan --baik pria maupun perempuan-- yang masih belum menikah, ke depannya tidak salah langkah hanya lantaran tidak memahami arti sebuah pernikahan.
Khususnya bagi anggota dewan yang beragama Islam. Memahami ragam pernikahan selain penting untuk diri sendiri juga ketika bicara lantang untuk kepentingan rakyat tidak sekadar asal bunyi tetapi memiliki kedalaman substansi.


Rancangan Undang-Undang itu menimbulkan gelombang protes dari mahasiswa. Salah satunya mengenai pasal pidana untuk seluruh persetubuhan di luar nikah. Wah, untung dapat ditahan pengesahannya.
Masih banyak lagi pasal-pasal lainnya. Tapi, agar fokus pembahasannya penulis mengangkat prihal nikah.
Kita bersyukur bahwa Undang-Undang Pernikahan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengubah usia perempuan boleh nikah setelah usia 19 tahun. Ini adalah produk anggota dewan yang tak menimbulkan protes dari publik.
UU Perkawinan baru hasil revisi menetapkan usia minimum nikah bagi laki-laki dan perempuan menjadi 19 tahun. Dengan usia seperti itu, maka baik lelaki maupun perempuan diharapkan mampu memenuhi syarat kesiapan pernikahan itu.
Boleh jadi banyak orang setuju lantaran jika melihat angka kekerasan perempuan dan anak dalam rumah tangga masih tinggi. Survei terakhir Kemen PPPA menyebutkan 1 dari 3 perempuan usia 15 - 64 tahun di Indonesia mengalami kekerasan oleh pasangan dan selain pasangan selama hidup mereka.
Selanjutnya, 1 dari 5 anak perempuan mengalami kekerasan fisik dan 1 dari 3 anak laki-laki mengalami kekerasan fisik, 1 dari 11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual dan 1 dari 17 anak laki-laki mengalami kekerasan seksual.
**
Nah, kembali soal ragam pernikahan. Sejatinya nikah merupakan firah manusia yang harus disalurkan dalam bentuk kebaikan. Pelaksanaannya tidak boleh dipersulit setelah pria atau perempuan telah bersepakat untuk nikah.
Namun sebelum itu ada adab-adab yang harus diindahkan. Yaitu, berniat untuk ibadah, untuk memuliakan akhlak, tak melamar wanita yang sudah dilamar orang lain, melihat fisik calon isteri secara langsung, wali wanita dimintai persetujuan dan masih ada adab-adab lainnya yang harus dipatuhi.
Nikah itu memiliki rukun dan syarat: ijab dan kabul. Ijab yaitu lafadz akan nikah diucapkan wali dan kabul adalah lafadz yang diucapkan pengantin pria sebagai penerima akad.
Dalam pernikahan tentu saja harus ada wali nikah yang harus beragama Islam, sudah baligh, berakal sehat, merdeka, lelaki, adil, sedang tidak melakukan ihram dan ridha dengan pernikahan itu.
Yang diprioritaskan menjadi wali adalah ayah, kakek dari jalur ayah, saudara kandung lelaki seayah seibu, saudara kandung lelaki seayah, anak laki-laki dari saudara kandung lelaki (keponakan), paman dari jalur ayah dan ibu, anak paman (sepupu), hakim bila sudah tidak ada wali dari jalur nasab.
Ternyata itu saja belum cukup. Perlu dua orang saksi yang mendengar ijab kabul. Syarat saksi adalah Islam, Lelaki, baligh, berakal dan adil.
Nikah itu menjadi wajib jika memiliki dorongan syahwat yang benar dan jika tak menikah segera, kemungkinan besar disalurkan dengan cara yang haram. Hal lain, memiliki kemampuan secara finansial.
Tetapi nikah menjadi sunah hukumnya apabila masih mampu menahan syahwat untuk berbuat yang haram. Juga pernikahan itu menjadi haram apabila tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi hak-hak isteri: tak mampu beri nafkah, tak mampu melakukan hubungan seksual. Jika menikah mencari nafkah dengan jalan haram.

Dengan memahami hal itu, maka makin jelas bahwa nikah bukan hal yang berat. Namun menjadi berat bagi pria dan perempuan ketika dasar pernikahan itu tak memiliki kesamaan pandangan. Nikah dimaksudkan untuk menciptakan kedamaian dan kebahagiaan, dilaksanakan dengan ikhlas. Semata-mata ditujukan untuk ibadah.
Realitasnya, masih banyak pihak orang melaksanakan nikah yang diharamkan.
Kita kenal, misalnya nikah tahlil. Menikahi wanita yang telah jatuh talak tiga dengan tujuan untuk menjadikannya halal kembali bagi suami terdahulu, lalu menceraikannya setelah ia nikah. Nikah macam ini tergolong dosa besar.
Nikah Syighar. Pernikahan barter ini jelas hukumnya haram.
Lantas, bagaimana pula dengan nikah sirri yang belakangan banyak dilakukan para hidung belang?
Jika nikah sirri itu tidak ada saksi, tanpa wali yang sah, atau tidak memenuhi salah satu rukun dan syarat nikah, pernikahan itu tidak sah.
Para ulama tak punya kata sepakat jika nikah sirri itu memenuhi semua syarat dan rukun nikah, termasuk ada wali dan dua saksi, tetapi semua pihak bersepakat untuk merahasiakan pernikahan itu, baik dicatat di KUA maupun tidak, menurut mayoritas ulama hukumnya syah. Hanya menurut mazhab Hambali, hukumnya makruh.
Berbeda dengan ulama Malikiyyah yang berpendapat nikah sirri dengan cara seperti itu tidak sah dan harus dibatalkan. Alasannya, memberi tahu ke khalayak tentang pernikahan adalah keharusan dalam nikah. Jika tidak, maka akan mendatangkan fitnah.
Kemudian dikenal pula nikah mut'ah (nikah sementara/kontrak), nikah dibatasi waktu, seperti nikahi wanita dalam dua malam, sepekan atau sebulan. Nikah itu dimaksudkan untuk bersenang-senang sampai batas waktu.

Belakangan ini di Tanah Air makin berkembang nikah mut'ah. Nikah jenis ini banyak dipraktekan di beberapa negara seperti Iran yang berideologi Syiah. Dalam nikah mut'ah ini besarnya mahar tergantung kesepakatan. Bisa segenggam gandum, tak dikenal talak, bisa dilakukan berulang kali. Wanita yang dinikahi secara mut'ah tak perlu dinafkahi dan dapat warisan.
Indonesia adalah negara Muslim terbesar dengan penganut paham suni. Belakangan ini konflik Syiah dan Suni makin sengit, utamanya setelah meletusnya perang saudara di Suriah dan Yaman.
Kelompok Syiah belakangan mencari ketenangan hidup ke berbagai negara muslim. Salah satunya masuk ke Indonesia. Persoalannya yang muncul adalah kelompok ini sangat membenarkan nikah mut'ah.
Belakangan ini praktek nikah tersebut makin santer terdengar dari kawasan Puncak, Jawa Barat.
Andai saja ragam jenis nikah yang di luar pandangan paham suni (Indonesia) dianggap sebagai perbuatan zinah, maka bisa dipastikan bahwa rumah tahanan dan penjara makin penuh.
Lalu, pertanyaannya, bisakah anggota dewan yang baru dilantik dapat mengatur semua itu dalam KUHP?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI