Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengenang Gempa Palu, Ketika Kementerian PUPR Kerja "All Out"

16 September 2019   00:02 Diperbarui: 16 September 2019   00:15 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dampak kerusakan akibat gempa Donggala dan tsunami Palu, Sulawesi Tengah, pada Jumat (28/9/2018), di Kampung Wani 2, Kecamatan Tanatopea, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Selasa (2/10/2018). Kapal Sabuk Nusantara 39 sampai terdampar ke daratan.(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

 

Sungguh, sulit rasanya melukiskan dengan kata-kata kerusakan gempa bumi di Palu, Donggala dan Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng).

Peristiwa bencana alam pada 28 Oktober 2018 itu masih melekat kuat dalam benak, terutama terkait dengan kerusakan infrastruktur dan korban jiwa. 

Kerusakan infrastruktur demikian dahsyat. Pemukiman warga luluh-lantak. Peristia ini menelan ribuan korban yang tersebar di seluruh Provinsi Sulawesi Tengah.

Tsunami yang terjadi beberapa menit setelah gempa besar berkekuatan 7,7 SR mengguncang Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala, Kota Palu dan sekitarnya pada pukul 17.02 WIB. Titik pusat gempa itu berada di kedalaman 10 km, tepatnya di 27 km Timur Laut Donggala.

Dampak gempa bumi dan tsunami meluluhlantakkan akses konektivitas ke Ibu Kota provinsi ini. Belum lagi jaringan telekomunikasi, mati total. Termasuk jaringan listrik yang padam sejak gempa terjadi.

Seorang penyair setempat, Hanafi Saro, dalam potongan puisinya menggambarkan begini:  

Saat itu 28 September

Tuhan menulis titah di lembar langit

Dikirimnya gempa 7,4 Magnitudo

Seketika Palu Maliuntinuvu porak poranda di kaki bukit

Donggala kota tua meronta sakit

Sigi Mareso Masagena luluh lantak tanpa bekas

 

Ketika tsunami itu datang

Lengking suara menjerit, orang-orang pucat berlari

Ada yang tertelan gelombang tinggi

Tak sedikit pula mati berdiri

Allahu Akbar, Kuasa-Mu tiak tertandingi

Kita, yang bermukim di luar Sulteng, saat itu ikut merasakan getaran di hati betapa pahitnya peristiwa itu. Semantara di bagian lain nun jauh dari kawasan itu mendapat kabar memilukan. Kabar duka menghentak dan menusuk hati. Di sana- sini, rakyat negeri, sontak ikut bersedih.

Berdasarkan Laporan Tim Liaison Officer (LO) Pendampingan Pusat Penanggulangan Bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, sampai dengan 20 Maret 2019, jumlah korban meninggal dunia sebanyak 3.308 orang, hilang sebanyak 740 orang, dan korban luka sebanyak 2.537 orang.

Jumlah pengungsi di 5 kabupaten/kota sebanyak 172.999 jiwa tersebar di 400 titik pengungsian. Data kerusakan rumah penduduk sebanyak 100.405 unit, fasilitas kesehatan sebanyak 185 unit, fasilitas pendidikan sebanyak 1.299 unit, dan rumah ibadah sebanyak 692 unit. 

Pemerintah mengambil tindakan cepat. Diberlakukan masa tanggap darurat gempa dan tsunami Palu hingga 26 Oktober 2018. Pemulihan dampak bencana diintensifkan, khususnya pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi, pelayanan medis, perbaikan infrastruktur dasar, dan normalisasi kehidupan masyarakat.

Lalu berlanjut tanggap transisi darurat pada 24 April 2019. Selanjutnya masa rehabilitasi selama 2 bulan.  Selesai masa tanggap darurat, tahapan penanggulangan bencana memasuki masa transisi darurat menuju pemulihan. Dalam masa ini, bantuan terhadap pengungsi terus disalurkan. Selain itu, diupayakan perbaikan darurat infrastruktur dan fasilitas umum, seperti jalan, jembatan, sekolah, dan lainnya. Masa transisi darurat menuju pemulihan juga disesuaikan dengan kebutuhan.

Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengirimkan tim untuk menghitung berapa kerugian dan kerusakan akibat bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah. Dihitung pula kebutuhan untuk pemulihan dan pembangunan kembali dengan prinsip will back better and saver.

Kebutuhan tersebut, seluruhnya dituangkan dalam rencana aksi nasional rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Masa rehabilitasi dan rekonstruksi berlangsung selama kurun waktu 2 tahun dan melibatkan berbagai Lembaga.

Proses relokasi sampai hunian jadi, antara 1-2 tahun. Karena tak hanya rumah yang dibangun tapi juga mata pencaharian mereka. Rumah-rumah yang dibangun, dirancang tahan gempa. Sambil menunggu, mereka ditempatkan di hunian sementara.

Dan, berkaca dari korban jiwa yang demikian besar, kita bersyukur seluruh rakyat Indonesia mendorong agar warga di Sulteng segera bangkit. Duka tak boleh terus berlarut. Pertolongan harus segera bagi para korban. Kita pun menyaksikan, anak bangsa dari berbagai provinsi sigap mengambil sikap. Aksi nyata berdatangan dari pelosok negeri. Lalu, mereka saling bahu membahu memberi pertolongan.

Bantuan dari Jakarta, organisasi-organisasi kemasyarakatan, maupun dari balai-balai dalam Kementerian PUPR dikumpulkan di Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XIV -- Palu, kemudian diserahkan kepada Pemerintah Daerah dan Korem setempat. Ada pula yang dibagikan langsung kepada masyarakat.

Sehari setelah kejadian (Sabtu, 29 September 2018) BPJN XIV Palu bergerak aktif membeli bantuan di Mamuju berupa makanan (biskuit, susu bayi, mie instan), selimut, dan keperluan sehari-hari. Aksi kemanusiaan yang sangat luar biasa.

Setahun sudah peristiwa itu berlalu. Selama itu pula kita menyaksikan jajaran Kemenerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dibantu para pemangku kepentingan terkait, berkerja "all out" memperbaiki infrastruktur pasca-bencana alam di provinsi itu.

Berkaca pada peristiwa itu, peringatan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono patut jadi renungan dan pembelajaran. Kita, yang mendiami yang berada di jalur cincin api, sudah seharusnya memahami bahwa wilayah ini rawan gempa bumi dan tsunami.

Untuk itulah maka masyarakat perlu memahami pentingnya hidup harmonis dengan bencana. Maksudnya, kita harus meminimalisasi setiap potensi bencana yang akan terjadi pada masa depan. Terkait itu, sungguh elok jika kita dapat mematuhi regulasi regulasi pemerintah yang mengatur bagaimana sebuah bangunan harus didirikan. 

Contoh, regulasi mengenai Rencana Tata Ruang yang mengatur zona mana yang bisa dan tidak bisa dibangun, serta sejumlah persyaratan teknisnya.

Sebelum gempa, penulis memiliki kesan kuat bahwa kota Palu dikelilingi gunung dengan sebagian terbuka menghadap laut. Hotel, perkantoran, pasar modern, sarana pendidikan seperti sekolah hingga rumah ibadah terlihat indah.

Sebagai ibukota, Palu berbatasan dengan Kabupaten Donggala di sebelah barat dan Utara, Kabupaten Sigi di sebelah selatan, dan Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur. Kota Palu merupakan kota lima dimensi yang terdiri atas lembah, lautan, sungai, pegunungan, dan teluk.

Jika ingin mencapai kota lain, ya harus ekstra hati-hati karena jalan raya di provinsi ini tergolong sempit. Ke Poso saja, misalnya, jalan berkelok tajam sangat banyak. Dibanding ke Sumatera Barat, tidak berlebihan bila kelokannya jauh lebih berbahaya. Nah, ketika terjadi gempa, sangat sulit membayangkan betapa dahsyatnya kota tersebut tercabik-cabik.

Sekali lagi, bencana gempa, tsunami dan disusul likuifaksi yang terjadi di Palu dan Donggala, menuai perhatian dan duka mendalam bagi masyarakat Indonesia. Korban meninggal kebanyakan tertimpa reruntuhan bangunan dan diterjang tsunami.

Untuk itu, korban meninggal segera dimakamkan secara layak dan massal. Ini karena pertimbangan kesehatan. Kita pun bersyukur, PT Pertamina ikut mengerahkan karyawannya untuk memasuk bahan bakar sehingga pekerjaan ke-PU-an dapat ditangani dengan cepatnya.

Tercatat sekitar 50 personil dikerahkan sebagai tenaga operator ke SPBU di daerah yang terkena dampak bencana gempa. Tindakan ini dilakukan sebagai upaya untuk mempermudah penyaluran bahan bakar untuk mendukung Sulawesi Tengah bangkit.

Sumber bacaan satu dan dua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun