Mahluk  "Panggilan" dan "Penunggu" Keris
Ketika pejaman mata terbuka, gambaran peristiwa yang baru terjadi itu seperti sulit diterima akal.
Lantas, bibir penulis digigit. Pantat dicubit. Eh, terasa sakit ya? Lalu, beberapa saat, penulis bengong di atas batu di tengah aliran sungai kecil.
Mahluk penguasa Gunung Sanggabuana sulit digambarkan bentuknya. Jika disebut Naga, ya tak sama persis. Jika disebut berwajah seperti Iguana, juga tak sama. Apa lagi ia mengenakan mahkota.
KisahHoror pada peristiwa dialog dengan penguasa Gunung Sanggabuana itu hingga kini sulit dilupakan.
Dan, dari kejadian itu, merupakan pembelajaran berharga. Senyatanya, diri kita  kecil, tidak ada apa-apanya. Meski begitu, Allah menempatkan manusia sebagai satu-satunya mahluk yang dimuliakan.
Ya, karena dimuliakan, manusia ditetapkan-Nya sebagai khalifah di permukaan bumi.
Beranjak dari peristiwa itu, ke depan, langkah penulis semakin berhati-hati. Kata dan perbuatan diupayakan harus selaras. Jauh dari perbuatan menclak-menclek. Kejujuran tak lagi sebagai penghias bibir, tetapi dipraktekan senyatanya.
Luar biasa. Kala berhadapan dengan lawan bicara berbohong, hati cepat sekali memberi petunjuk agar segera menjauh agar diri tidak terperangkap tipu muslihatnya.
Ketika seseorang memakai benda-benda berisi untuk menambah kewibawaan, kecantikan, diri ini cepat mendapat informasi. Bisikan hati muncul seketika. Informasi yang datang dari hati ini sungguh tepat.
Jangan cepat untuk disangkal dengan menggunakan otak atau dipatahkan dengan pendekatan logika.