Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Serial] Belajar Mistik, Makrifat, hingga Tangkap Hantu

31 Agustus 2019   21:31 Diperbarui: 31 Agustus 2019   21:38 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hmmm. Darimana harus memulainya. Penulis bingung untuk memulai menuliskan KisahHoror. Maksudnya, menuliskan kisah menarik berkaitan dengan hal yang menyeramkan. Seram punya kaitan dengan mahluk halus atau gaib (ghaib).

Penulis mencoba mencari pemahaman yang tepat tentang apa yang dimaksud mahluk gaib tadi. Berbagaiiteratur menyabut bahwa kata mahluk (ada yang menulis makhluk) berasal dari kata bahasa Arab, yang artinya "diciptakan" dan "ghaib" yang artinya "tak nampak". Sehingga ghaib disini maksudnya adalah apabila dilihat dari sudut pandang (indra) manusia terhadap makhluk-makhluk tersebut.

Tentu saja bicara hal gaib tak bisa lepas dari soal keyakinan (akidah). Maaf, sebelum memasuki inti mahluk gaib, penulis terpaksa bicaranya sedikit melebar. Hal ini maksudnya jangan sampai para pembaca kompasiana dan penulis kompasiana terjebak dengan pemahaman bahwa yang dimaksud mahluk halus melulu berkaitan dengan hantu dan jin.

Islam, agama yang dianut penulis, memberi pemahaman bahwa istilah gaib mencakup banyak hal seperti kematian, rejeki, jodoh, alam ruh manusia, hari kiamat, surga. Hal ini harus diyakini memang ada karena Allah menciptakan langit, bumi dan isinya termasuk hal gaib. Mahluk gaib tidak dapat dijangkau indra manusia seperti dari bangsa malaikat dan jin.

Penulis meyakini pula bahwa agama-agama lain di luar Islam punya keyakinan tentang adanya mahluk gaib. Nah, kalau sudah begitu kita jadi ingat ketika awal mula Adam diciptakan Tuhan.

Sebelum manusia pertama diciptakan, makhluk dari kalangan jin telah terlebih dahulu menghuni bumi. Tapi lantaran perbuatannya merusak, sebagian besar dari golongan jin dihancurkan oleh para malaikat bersama Iblis (yang sebenarnya juga dari golongan jin).

Kemudian Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di bumi, yang dikemudian manusia dan jin hidup berdampingan di bumi bersama hewan, tumbuhan, dan benda.

Jika saja KisaHoror yang dimaksud Admin Kompasiana adalah hal-hal berkaitan dengan mahluk halus berupa jin dan setan, boleh jadi setiap orang memiliki pengalaman masing-masing. Penilaiannya pun bermacam-macam, ada yang menyebut, "ah tidak serem itu sih kalau dengar suara hantu di tepi jalan di lokasi bekas kecelakaan lalu lintas".

"Nah, ini baru pantas disebut serem. Hantu bisa membikin manusia mati dengan didahului korban muntah darah karena semua itu dapat terjadi hasil kerja sama antara jin dengan manusia," ungkap seseorang yang baru menyaksikan tetangganya wafat.

Tetangga itu, sebut saja namanya Ngalu, baru saja menyaksikan seseorang wafat. Padahal orang bersangkutan sehari sebelumnya sehat wal afiat, gagah dan segar. Eh, tau-tau "teit" alias wafat. Ngalu meyakini tetanggganya wafat tidak wajar. Dengan sebutan lain kena "guna-guna".

Sementara hasil pemeriksaan dokter dari Puskesmas menyebut yang wafat akibat terserang penyakit jantung. Ia punya riwayat penyakit jantung karena sebelumnya pernah diperiksa dokter harus dirawat di rumah sakit.

Nah, mendapati cerita tersebut, sebagai orang waras harus meyakini hal gaib. Yaitu, usia seseorang tak dapat ditentukan. Jika sudah waktunya, ya pulang ke Pangkuan Illahi. Menduga bahwa yang wafat terkena "guna-guna", tentu dapat disebut sebagai penilaian yang berlebihan.

Sebagai orang beragama, tentu harus bisa memilah mana ranah alam gaib yang dimaksud sebagai KisahHoror dan realitas atau kehidupan senyatanya di alam ini.

**

KisahHoror memang ada, tetapi kadang kita paling suka melebih-lebihkan. Namun bagaimana agar kisah tersebut proporsional, tidak berlebihan dan sesuai dengan apa dilihat, dan dirasakan di tempat kejadian. Ya, ceritakan sebagaimana adanya.

Penulis yang sering ditugasi di daerah medan konfik, entah itu di Pontianak, Palangkaraya, Timor Timur (Timtim) dan Aceh sering menyaksikan bola api pada malam hari. Ketika memasuki Pontianak (1995), awal mulainya konflik antaretnis di provinsi Kalimantan Barat, tiap malam bola api berseliweran.

Peristiwa Sanggau Ledo -- yang kemudian dikenal sebagai konflik antar-etnis Dayak dengan Madura di Sanggau Ledo (sekarang masuk Kabupaten Bengkayang), pada Desember 1996 hingga Januari 1997 -- merupakan kejadian sulit dilupakan penulis.

Karena itu, kisah horor ini tak bisa lepas dari konflik antaretnis. Dayak vs Madura, Madura vs Melayu. Ingin rasanya melupakan kejadian semua itu. Tapi, dalam tulisan ini cukup menyangkut bagian-bagian yang bisa diceritakan tanpa mengurangi rasa hormat saudara kita yang ketika itu terlibat dalam konflik.

Penulis pun masih ingat betul kala bertugas di Timor Timur (Timtim). Para prajurit yang pernah bertugas di Timtim bisa jadi ada di antaranya terkena sengatan Kalajengking saat mengenakan sepatu boot. Padahal, di asrama bersangkutan lingkungannya seteril dari kemungkinan masuknya binatang mematikan seusai menyengat.

Di daerah itu, kala penulis berada di Dili, 'babi ngepet' bergeliaran. Tak heran, uang penulis ketika berada di asrama pun sering sebagian lenyap. Penulis pun menyaksikan usai ba'da Isya, binatang menyerupai babi itu berkeliaran dari satu tempat ke tempat lain, lalu mendekati objek sasaran di pemukiman yang ditempati warga pendatang.

Berbeda lagi dengan di Aceh. Para prajurit sering menjadi bahan tertawaan gerombolan pengikut Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Mengapa?

Ya, lantaran para prajurit kita matanya tidak awas terhadap musuh. Ketika orang-orang GAM melintas di perkampungan, tentara kita tak dapat melihat sosok mereka. Mengapa itu bisa terjadi?

Hal ini tak lain lantaran pasukan kita terlalu banyak membawa "bekal" di kantong bajunya. Jimat berupa taring babi, uang berupa gambar semar, hingga gigi macan jadi perhiasan berupa kalung di leher.

Orang-orang GAM kebanyakan pengikut tarekat. Orang tarekat itu umumnya kuat dalam berzikir, siang dan malam bukan halangan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka punya tingkat kepasrahan kepada Illahi demikian tinggi. Bukan terhadap menggantungkan kepada jimat. Hehehe, jadi seperti orang memberi tausiyah deh nih.

Lantas, apa sih tarekat itu. Wah, bisa panjang menjelaskannnya.Tapi pada intinya tarekat itu adalah jalan spiritual mendekatkan diri kepada Allah. Di Indonesia, aliran tarekat banyak sekali.  

Nah, setiap medan konflik di Tanah Air, punya ciri khas masing-masing dalam memanfaatkan hal gaib. Di Kalimantan Barat ada yang dikenal Mangkok Merah, di Kalimantan Tengah pernah mencuat sebutan Mandau Terbang.

Di Jakarta yang sudah menjadi kota medern sekalipun masih ada menggunakan santet untuk menjatuhkan lawan bisnis, persaingan perebutan jabatan hingga mencari pengasih agar menjadi kaya secara instan.

Bersambung ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun