Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mengolah Daging Kurban di Makkah Beda dengan di Kampung Halaman

10 Agustus 2019   21:53 Diperbarui: 10 Agustus 2019   22:14 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar Hewan di Kakiyah, Mekkah. Ramai saat musim haji. Foto | Antara

Sebelum mengungkap resep dan mengolah  daging kurban, ada baiknya diungkap makna Idul Qurban (Kurban) yang setiap tahun dilaksanakan umat Muslim di seluruh dunia. Hari Raya Kurban tak bisa dilepaskan dengan perjalanan sejarah Nabi Ibrahim As dan puteranya Ismail As.

Setelah itu, berlanjut cara berkurban yang dilakukan anggota jemaah haji Indonesia seusai menunaikan ibadah haji. Dan terakhir bagaimana MengolahDagingKurban sehingga dapat dinikmati bersama.

Pemotongan hewan kambing. Foto | Dokpri
Pemotongan hewan kambing. Foto | Dokpri
Ini sekedar berbagi saja agar makna Idul Kurban itu sendiri semakin meresap, diharapkan membuahkan kesalehan sosial bagi sesama. Kita tahu bahwa Nabi Ibrahim, yang hidup abad 18 SM,  saat itu tengah berada pada masa persimpangan jalan pemikiran manusia tentang kurban-kurban manusia untuk dipersembahkan kepada dewa-dewa dan tuhan-tuhan mereka.

Perintah Allah kepada Ibrahim AS untuk menyembelih anaknya (Ismail) adalah wujud ketaatan beliau terhadap perintah Allah.  

Nabi Ibrahim menerima wahyu melalui mimpi agar menyembelih putranya Ismail. Kala itu, perasaannya hendak menyangkal: ini bukan wahyu, ini bisikan iblis. Maklum, ayah mana yang tidak memberontak menerima perintah sekejam itu. Apa lagi beliau baru sehari berkumpul dengan Ismail setelah 11 tahun berpisah.

Akan tetapi, nalar Ibrahim tergugah tatkala Ismail, putra kesayangannya itu, dengan tabah menjawab, "Ayah, laksanakan perintah Tuhan itu, mudah-mudahan akan Ayah saksikan nanti, putramu ini tergolong hamba-Nya yang bersabar."

Maka, ketika di puncak Jabal Qurban, Ibrahim meletakkan goloknya ke leher Ismail, yang terbersit di hatinya hanya sebuah ikrar. "Tuhan, sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah semata-mata untuk-Mu".

Cahaya golok itu berkelebat tertimpa cahaya matahari pagi manakala sebuah suara gaib bergema dari langit. "Hai Ibrahim, engkau telah mematuhi perintah-Ku walaupun terasa berat dalam perasaanmu. Engkau akan Kuganjar dengan penyembelihan agung sebagai kehormatan dari arasy-Ku". Mata Ibrahim terpejam sekejap karena golok telah menyambar sang korban. Terdengar sesosok benda-benda berat berdebam ke tanah. Ia menyangka Ismail telah terpenggal lehernya.

Namun, betapa lega perasaannya ketika ia membuka mata yang tergeletak di bumi berlumur darah bukan anaknya, melainkan seekor domba berbulu putih. Sementara itu, Ismail berdiri tegar seraya berseru, "Allahu Maha Besar, Allahu Maha Besar." Ibrahim pun menjawab, "Segala puji bagi Allah Yang Mahabesar."

Sejatinya, perintah Allah kepada Nabi Ibrahim AS agar menyembelih putranya sendiri sebagai wujud kualitas ketakwaan dan kesabaran yang ditunjukkan kedua hamba Allah tersebut. Dan, juga sebagai isyarat betapa pun besarnya cinta seseorang kepada sesuatu yang dimilikinya bukanlah sesuatu yang berarti jika Allah menghendakinya.

Disebut dari kisah Nabi Ibrahim tersebut bahwa akhirnya Allah memberi pengganti seekor domba yang harus disembelih sebagai bukti keberhasilan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam melaksanakan perintah dan ujian yang amat berat.

**

Kurban yang disyariatkan Islam dimaksudkan mengingatkan manusia bahwa jalan menuju kebahagian membutuhkan pengorbanan. Akan tetapi, yang dikurbankan bukan manusia, bukan pula nilai-nilai kemanusian, melainkan binatang sebagai pertanda bahwa pengurbanan harus ditunaikan. Dan, yang dikurbankan adalah sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia itu sendiri, yakni rakus, ingin menang sendiri, serta mengabaikan norma dan nilai.

Lantas bagaimana anggota jemaah haji Indonesia dan umat Muslim lainnya di Tanah Air melaksanakan kurban. Sebelum menjelaskan tentang kurban di Mekkah ini, penting dipahami terlebih dahulu bahwa kewajiban memotong hewan kurban diberlakukan bagi anggota jemaah haji yang melaksanakan haji qiran dan tamattu. Mereka itu dikenai dam.

Sedangkan anggota jemaah haji yang melaksanakan haji ifrad tidak diharuskan membayar dam.  Sebab,  proses melakukan ibadah haji yang terpisah antara ibadah haji dan ibadah umrah. Dalam ritual ibadah haji Ifrad, anggota jemaah haji di sini melaksanakan ibadah haji terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan ibadah umrah.

Dalam pelaksanaannya waktu memakai ihram dari miqad dengan niat haji saja, kemudian tetap dalam keadaan ihram sampai selesai haji (hari raya kurban). Setelah selesai melaksanakan ibadah haji baru dilanjutkan dengan melaksanakan ibadah umrah. Yang melaksanakan haji ifrad tidak diharuskan membayar dam.

Berbeda dengan haji Qiran. Ritual haji dan umrah dilakukan secara bersamaan. Yaitu memakai ihram dengan niat umrah dan haji sekaligus. Dengan demikian segala amalan umrah sudah tercakup dalam amalan haji. 

Sedangkan Haji Tamattu' adalah mendahulukan umrah dari ibadah haji. Yaitu memakai ihram dari miqat dengan niat umrah pada musim haji, setelah tahallul, memakai ihram lagi dengan niat haji pada hari Tarawiah (8 Zulhijah). Bagi yang melaksanakan haji Tamattuk diwajibkan membayar dam.

Nasi Buhari. Foto | KabarMekkah
Nasi Buhari. Foto | KabarMekkah
Apa sih dam itu?

Dalam ensiklopedi fikih mini yang berjudul al-Wajiz fi Fiqh as-Sunnah wa al-Kitab al-Aziz, dijelaskan pengertian, sebab, dan jenis-jenis dam. Definisi dam, menurut etimologi, ialah darah. Ini karena bentuk dam paling utama ialah berwujud pada penyembelihan hewan.

Dalam tulisan ini, tentu akan semakin lebar pembahasannya jika masalah dam itu dibahas. Tapi yang jelas, dam maknanya adalah darah. Mengalirkan darah (menyembelih) hewan sebagai denda (sanksi) karena pelanggaran terhadap larangan atau meninggalkan sesuatu yang diperintahkan atau meninggalkan suatu tata cara yang lebih utama atau karena terhalang dengan pelaksanaan ibadah haji atau umrah.

Dalam ritual haji, kebanyakan anggota jemaah haji Indonesia mengambil haji tamattu dan Qiran. Ya, tentu kena dam. Harus memotong hewan kurban di Mekkah. Nah, lantaran pada tahun-tahun sebelumnya jemaah haji Indonesia kena tipu untuk kurban ini, kini mereka banyak menyerahkan pemotongan hewan kurban dengan cara mendatangi loket mobil keliling bank Ar Rajhi, milik pemerintah Arab Saudi. Jemaah tinggal membayar sejumlah uang yang nominalanya sudah ditentukan untuk setiap orang.

Pemotongan hewannya kemudian diatur oleh manajemen bank bersangkutan. Yang jelas, jadwal pemotongannya berlangsung pada 11, 12 dan 13 Zulhijah yang kemudian dagingnya dikirim ke sejumlah negara muslim yang membutuhkan bantuan. Kebanyakan oleh pemerintah setempat diolah dalam bentuk kaleng. Seperti sarden.

Nah, itu kewajiban kurban yang dilaksanakan anggota jemaah haji seusai menunaikan ritual ibadah hajinya. Sedangkan di Tanah Air, kewajiban serupa juga berlaku bagi umat Muslim. Cara yang dilakukan ada beragam cara. Misalnya, bergotong royong membeli seekor sapi untuk tujuh orang. Membeli seekor kambing untuk satu orang.

Pengalaman penulis, pada tahun-tahun lalu, berkurban dilakukan dengan cara menyerahkan uang ke Baznas. Tapi, belakangan ini, warga di Kampung Ketapang, Cipondoh, Banten, mengajak penulis untuk berkurban dengan cara bergotong royong, membeli seekor sapi. Tujuannya, agar pelaksanaan Idul Adha terasa lebih meriah. Sebagai syiar.

**

Bagi anggota jemaah haji yang hendak membayar dam karena melaksanakan haji tamattu dan qiran, seperti dijelaskan tadi, dapat melakukan pembayaran ke bank Ar Rajhi. Sedangkan bagi yang ingin melihat langsung pemotongan hewannya, bisa membelinya di Pasar Al Kakiyah, Mekkah.

Tidak terlalu jauh sih jaraknya, sekitar 1 5 km dari Masjidil Haram. Ramai sekali kala musim haji. Tapi tak jarang jemaah tertipu di sini, setelah membeli hewannya tak disembelih lantaran tidak ditunggui. Untuk menanti pemotongan hewan, waktunya sangat lama. 

Nah, usai menyaksikan hewan dipotong, daging kita ambil. Pengalaman penulis, daging dibawa ke kantor Daerah Kerja (Daker) Mekkah. Oleh juru masak di kantor misi haji itu lalu dioleh untuk kelengkapan nasi buhori.

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat nasi bukhari dagingkambing agar sedap, siapkan 500 gram daging, 3 cup beras,  2 sendok makan minyak samin atau margarin, 250 ml santan kemasan kecil 2 serai (memarkan bagian putihnya), 3 lembar daun jeruk,  2 lembar daun salam 1/4 biji pala, 4 butir kapulaga,  4 butir cengkih, 6 cm kayu manis Air secukupnya .

Sementara untuk bahan bumbu nasi buhari :  Siapkan Daging kambin, 1 sendok makan ketumbar, sangrai 1/2 sdt jintan, sangrai 1 sendok teh merica, sangrai 7 butir bawang merah 4 siung bawang putih, 2 cm jahe 1 cm kunir 3 sendok teh garam Gula secukupnya, Merica secukupnya.

Lalu bagaimana pula cara membuat nasi buhari itu sendiri.  Cuci beras hingga bersih kemudian tiriskan Selanjutnya tumis bumbu halus semua dan masukan daging sapi hingga berubah warna. Lantas, air dan santannya di aduk hingga merata.

Beras di aroni hingga habis, setelah itu biarkan hingga kesat Lalu siapkan kukusan , panaskan air agat tidak lengket Kukus nasi kurang lebih 30 menit hingga aron menjadi nasi sempurna Lanjutkan dengan memanaskan nasi Kemudian angkat dan siap disajikan, tambahkan taburan bawang goreng dan pelengkap lainnya.

Itu yang dilakukan para juru masak di kantor misi haji Indonesia. Tentu saja, daging kurban yang sudah dioleh tadi disajikan kepada seluruh petugas haji. Makan bareng. Nikmat.

Lantas, ada pengalaman menarik penulis ketika ikut berkuran di Ketapang, Cipondoh. Ada yang terlihat unik.  Kegiatan pemotongan hewan kurban dilakukan usai shalat Idul Adha. Para warga yang menyumbangkan hewannya untuk disembelih hadir di lokasi pemotongan hewan. Suasana jalan raya di kawasan itu sedikit lengang karena banyak warga menghadiri lokasi pemotongan hewan. 

Hewan-hewan kurban seperti sapi dan kambing selesai dikuliti. Bulu kambing dan sapi sudah dipisah. Para pekerja sibuk dengan memisahkan potongan-potongan daging, lantas dibungkus untuk secepatnya dibagikan kepada warga kurang mampu.

Warga kurang mampu tak perlu mendatangi lokasi pemotongan hewan untuk mendapatkan daging kurban. Mereka didatangi petugas panitia pemotongan hewan setempat.

Penulis menjumpai di kawasan Haji Koteng, ada panitia pemotongan hewan membentuk tim memasak. Tim ini terdiri dari para ibu rumah tangga. Sekitar 10 - 15 perempuan terlibat dalam kesibukan di dapar umum.

Mereka memasak nasi dan kebutuhan segala lauk pauknya. Termasuk daging kurban yang diperoleh dari panitia setempat. Daging dimasak menjadi sayur sop.

Para pekerja pemotong hewan lantas disuguhi masakan oleh para ibu. Di sini, yang ikut menikmati masakan para ibu tersebut tak terbatas di kalangan pekerja, para orang tua dan ibu-ibu di lingkungan setempat, tetapi juga anak-anak remaja dan bocah usia belasan tahun disertakan makan bersama.

Penulis juga mendapati bahwa yang ikut menikmati makan bersama di lokasi pemotongan hewan itu juga datang dari kalangan warga non-muslim. Semangat pesan kurban tercermin di sini. Kurban bukan hanya membersihkan manusia dari sifat hewani, tetapi juga membangun semangat gotong royong dan kebersamaan antarwarga.

Kegiatan seperti ini sudah lama berlangsung. Sudah jadi tradisi lah, kata seorang warga.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun