Eksekusi mati di tempat tersebut biasanya dilakukan secara terbuka setelah salat Jumat. Warga sekitar bisa menyaksikan langsung seorang terpidana dipenggal hingga mati dengan leher terpisah dari tubuh. Saat itu, jalan raya di sekitar macet.
Usai eksekusi, lantai cepat disiram dan dibersihkan. Tempat tersebut cepat kembali bersih. Sedangkan jenazah langsung dibersihkan dan disalatkan di Masjid Qisas sebelum akhirnya dimakamkan.
**
Penulis tak ingin berpanjang kalam dengan riwayat kehadiran masjid tersebut. Tetapi dari hukuman ini ada poin penting yang dapat dipetik dari pelaksanaan hukuman tersebut. Yaitu, mengajak kita untuk konsisten dalam mengamalkan ajaran sabar dan ikhlas.
Mengapa?
Begini. Ketika penulis menunaikan ibadah haji beberapa tahun silam dan umrah pada Ramadan ini, setiap langkah berpotensi menimbulkan amarah.
Ibadah umrah, apa lagi menunaikan ibadah haji, butuh fisik prima selama di Tanah Suci. Dalam kondisi cuaca panas, perut kosong karena puasa, mudah sekali tersulut amarah.
Lantas, bagaimana mengatasinya. Cukup dengan kalimat pendek, kuatkan hati dengan rasa sabar dan ikhlas. Sabar dan ikhlas harus sejalan. Paralel. Karena sabar saja tanpa disertai ikhlas tak membuahkan pahala.
Ketika kita tak diberi tempat shalat di Masjidil Haram oleh orang lain, bisa saja kita menahan diri dan bersabar. Tapi, tentu hati bisa saja masih berkata-kata alias ngedumel. Tapi bila disertai ikhlas, maka dapat melapangkan dada dan hati. Rasa amarah pun ngacir (pergi).
**
Nah, bagaimana kaitan qisas, sabar dan ikhlas.