Nah, kembali ke soal Ardy. Â Ia dengan nada keras mengatakan: "Bila perlu kita keluar dari koalisi. Gue Ardy Mbalembout. Kalau perlu kita keluar dari koalisi. Saya Sekretaris Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat," ujar Ardy sebagaimana dikutip Kompas.com.
Sebelumnya, melalui REPORTASEPEMILU2019Â pada debat tersebut, Prabowo menyebut perekonomian Indonesia saat ini keluar dari jalur. Ia menilai berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, perekonomian Indonesia semestinya dapat menyejahterakan masyarakat Indonesia.
"Saya tidak menyalahkan Bapak, ini kesalahan besar presiden-presiden sebelum Bapak. Kita semua harus bertanggung jawab. Bener. Itu pendapat saya," tutur Prabowo.
Penulis tak ingin membahas materi debat kedua pasangan calon presiden itu. Hal ini sudah banyak dibahas pasca debat di layar televisi. Justru peristiwa Ardy Mbalembout yang luput dari perhatian perlu dipahami publik.
Ardy berteriak minta keluar dari koalisi 02 saat debat tengah berlangsung, sungguh hal tersebut merupakan bagian dari kekecewaan terhadap pimpinan koalisi 02, Prabowo Subianto. Ucapan Prabowo itu dirasakan telah mencederai pimpinan partainya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Seolah hasil kerja keras SBY dipandang 'nihil'.
Kalau dibalik pertanyaannya, Prabowo sudah berbuat apa bagi negara? Baru berkontribusi bagi pembangunan desa, ia sudah 'ngagul'. Ia memiliki jasa besar ketika masih menjadi ketua kerukunan tani. Â Pernyataan 'ngagul' itu bisa juga dimaknai sebagai ria atau sombong/angkuh.
Nah, lepas dari soal membanggakan diri dari debat itu, kita patut bertanya, apakah pernyataan Ardy itu keluar secara spontan, tanpa sengaja atau mewakili rekan-rekan koalisinya.
Tapi, yang jelas, pimpinan partai koalisi Prabowo kecewa bahkan merasa telah dilukai hatinya dengan pernyataan Prabowo itu yang menyebut kesalahan perekonomian bangsa ini juga atas kesalahan presiden-presiden sebelumnya.Â
Untung saja, Megawati Soekarnoputri dan pimpinan partai pendukung koalisi 02 cukup bijaksana. Mereka tidak keluar dari ruang debat, apa lagi melancarkan protes. Namun dibalik itu bisa saja hati mereka merasa dilukainya. Publik yang cerdas bisa menilai. Mengapa? Karena kala memerintah negeri ini, para presiden itu dinilainya tidak mampu berbuat sesuatu.
Probowo, untuk kepentingan politiknya, sadar atau tidak, realitasnya telah memainkan politik belah bambu dan belah durian. Coba perhatikan, pada debat terakhir, ia menyalahkan para presiden sebelumnya dalam mengelola negara untuk menarik simpati rakyat. Muaranya, itu dimaksudkan untuk mendulang suara pemilih pada 17 April 2019 nanti.
Ia menginjak belahan bambu. Satu bagian diangkat dengan tangan ke atas, bagian lain diinjak dengan kakinya di bawah. Makin kuat mengangkat belahan bambu ke atas, kaki semakin kuat pula menginjak belahan bambu lainnya ke bawah. Orang yang tengah diangkat dipuji, yang lain diinjak. Tidak dipakai dan tidak dihormati lagi.