"Yam. Iyam... yam," begitu teriak Alwi Shahab dari kamarnya. Suara tersebut kembali berulang. Dan berulang kali hingga terdengar dari ruang tamu.
"Yam... iyam, yam," teriak Alwi, rekan penulis dan sekaligus guru kala masih bekerja di Kantor Berita Antara, 30 tahun silam. Ia selalu memanggil isterinya Maryam dengan sebutan sehari-hari Iyam.
Alwi Shahab dengan nama lengkap Alwi Saleh Shahab kini tergeletak sakit di kediamannya di kawasan Balaikambang Asri, Condet, Jakarta Timur.
Kondisi fisiknya menurun drastis setelah menjalani operasi mata di Singapura, beberapa tahun silam. Kendati demikian ia masih bisa mengingat rekan-rekannya yang mengunjungi. Alwi selalu ditemani isterinya, Maryam.
"Jangan abah. Seharusnya saya yang memberi hadiah," mendengar jawaban seperti itu, ia terdiam.
Tapi, ia kembali memanggil isterinya."Yam... iyam... yam," dijawab oleh isterinya bahwa ia hadir di dekatnya.
Lantas tangan kirinya yang lemah memegang tangan penulis. Lalu ia mengajukan pertanyaan, "Bagaimana suasana sekarang?"
Penulis agak binggung, suasana apa yang dimaksud Alwi itu. Namun penulis sadar bahwa ia tengah membuka percakapan agar penulis dapat bercerita apa saja, seperti ketika rapat redaksi sore di kantor. Berita apa yang didapat dan hal apa yang terkait dengan isu di lapangan.
Jawab penulis sekenanya, yang lagi jadi topik hangat masih berita bohong alias hoaks. Ke depan diperkirakan makin marak pada masa kampanye di tahun politik sekarang. Itu saja.
Abah sekarang lagi cerewet. Mungkin, pikir penulis, ia minta perhatian. Maklum ketika jadi wartawan yang ada di benaknya cuma mencari dan menulis berita, memperluas jaringan kerja dan memperkuat silaturahim dengan para narasumber.
Alwi ketika menjadi pimpinan para reporter tergolong cerewet. Ia tak mau kebobolan berita dan bekerja disiplin. Tapi ia murah hati dan memang sering memberi hadiah kepada anak buah secara diam-diam.
Alwi Shahab lahir di Jakarta, pada 31 Agustus 1936. Ia menekuni profesinya selama lebih dari 40 tahun. Kariernya dimulai pada 1960 sebagai wartawan pada kantor berita Arabian Press Board di Jakarta.
Namun sejak Agustus 1963 ia bekerja di Kantor Berita Antara. Berbagai liputan digelutinya saat di Antara, mulai dari reporter kota, kepolisian parlemen, sampai bidang ekonomi. Selama sembilan tahun (1969-1978), anak Betawi kelahiran Kwitang, Jakarta Pusat ini, menjadi wartawan Istana.
Sebagai penduduk asli Jakarta kelahiran Kwitang, Alwi mengenal baik setiap sudut kota Jakarta. Ia tidak pernah kehabisan bahan cerita lantaran materinya cukup lengkap mulai semasa penjajahan Belanda hingga Kemerdekaan. Ia dapat menggambarkannya dengan bagus melalui tulisannya di rubrik Betawi.
Alwi Shahab, seperti diceritakan Tirto, sering menjumpai sumber berita dan meneliti berbagai bahan berita untuk menjaga keobyektifitasan tulisannya. Dan memang demikian kegigihan Alwi dalam menggali tulisan agar terasa komprehensif.
Banyak kisah bertema Batavia ditulisnya dalam sebuah buku berjudul Hukum Pancung di Batavia terbitan tahun 2007. Juga buku terbitan tahun 2007 berjudul Ciliwung: Venesia dari Timur, di tahun yang sama Alwi kembali menerbitkan Kasino Bernama Kepulauan Seribu.
Kisah Betawi yang ditulis Alwi Shahab hingga kini masih dinantikan. Tapi apa boleh buat, ia kini terbaring sakit. Dan, di ruang tamu, penulis menyaksikan beberapa penghargaan di pajang di dinding. Tak berapa lama, beberapa buku diperlihatkan isterinya kepada penulis. Ketika penulis pamit, kembali terdengar suara Alwi dari kamar memanggil isterinya.
"Yam... iyam.. yam," hati penulis tergetar dan berupaya menahan tangis mendengar suaranya.
"Cepat sembuhlah Alwi," kataku sambil berdoa dalam hati. Â Â Â
Sumber bacaan satu dan dua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H