Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah Betawi Masih Dinanti Meski Alwi Shahab Sakit

13 Februari 2019   19:50 Diperbarui: 13 Februari 2019   21:13 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yam. Iyam... yam," begitu teriak Alwi Shahab dari kamarnya. Suara tersebut kembali berulang. Dan berulang kali hingga terdengar dari ruang tamu.

"Yam... iyam, yam," teriak Alwi, rekan penulis dan sekaligus guru kala masih bekerja di Kantor Berita Antara, 30 tahun silam. Ia selalu memanggil isterinya Maryam dengan sebutan sehari-hari Iyam.

Alwi Shahab dengan nama lengkap Alwi Saleh Shahab kini tergeletak sakit di kediamannya di kawasan Balaikambang Asri, Condet, Jakarta Timur.

Kondisi fisiknya menurun drastis setelah menjalani operasi mata di Singapura, beberapa tahun silam. Kendati demikian ia masih bisa mengingat rekan-rekannya yang mengunjungi. Alwi selalu ditemani isterinya, Maryam.

Ngobrol dengan Alwi ditemani istrinya. Foto | Dokpri
Ngobrol dengan Alwi ditemani istrinya. Foto | Dokpri
Ketika dijumpai penulis, ia nampak berusaha mengingat-ingat. Sadar bahwa yang datang adalah mantan anak buahnya ketika ia bekerja sebagai atasan penulis, ia nampak gembira. Bahkan ia minta kepada isterinya untuk memberikan hadiah kepada penulis.

"Jangan abah. Seharusnya saya yang memberi hadiah," mendengar jawaban seperti itu, ia terdiam.

Tapi, ia kembali memanggil isterinya."Yam... iyam... yam," dijawab oleh isterinya bahwa ia hadir di dekatnya.

Lantas tangan kirinya yang lemah memegang tangan penulis. Lalu ia mengajukan pertanyaan, "Bagaimana suasana sekarang?"

Penulis agak binggung, suasana apa yang dimaksud Alwi itu. Namun penulis sadar bahwa ia tengah membuka percakapan agar penulis dapat bercerita apa saja, seperti ketika rapat redaksi sore di kantor. Berita apa yang didapat dan hal apa yang terkait dengan isu di lapangan.

Jawab penulis sekenanya, yang lagi jadi topik hangat masih berita bohong alias hoaks. Ke depan diperkirakan makin marak pada masa kampanye di tahun politik sekarang. Itu saja.

Abah sekarang lagi cerewet. Mungkin, pikir penulis, ia minta perhatian. Maklum ketika jadi wartawan yang ada di benaknya cuma mencari dan menulis berita, memperluas jaringan kerja dan memperkuat silaturahim dengan para narasumber.

Alwi ketika menjadi pimpinan para reporter tergolong cerewet. Ia tak mau kebobolan berita dan bekerja disiplin. Tapi ia murah hati dan memang sering memberi hadiah kepada anak buah secara diam-diam.

Salah satu penghargaan yang diterima Alwi dari panitia Hari Pers Nasional. Foto | Dokpri
Salah satu penghargaan yang diterima Alwi dari panitia Hari Pers Nasional. Foto | Dokpri
Secara pribadi penulis tergolong dekat dengan abah, sapaan saya kepada Alwi. Demikian juga isteri penulis sangat dekat dengan anak-anak Alwi Shahab karena salah satu puterinya sama-sama bekerja di Kementerian Agama.

Alwi Shahab lahir di Jakarta, pada 31 Agustus 1936. Ia menekuni profesinya selama lebih dari 40 tahun. Kariernya dimulai pada 1960 sebagai wartawan pada kantor berita Arabian Press Board di Jakarta.

Namun sejak Agustus 1963 ia bekerja di Kantor Berita Antara. Berbagai liputan digelutinya saat di Antara, mulai dari reporter kota, kepolisian parlemen, sampai bidang ekonomi. Selama sembilan tahun (1969-1978), anak Betawi kelahiran Kwitang, Jakarta Pusat ini, menjadi wartawan Istana.

Beberapa buku karya Alwi Shahab. Foto | Dokpri
Beberapa buku karya Alwi Shahab. Foto | Dokpri
Selepas dari Antara, Alwi Shahab dan beberapa rekannya dari Antara bergabung dengan HU Republika. Rubrik Kebudayaan dan rubrik Sketsa Jakarta, rubrik Nostalgia dan Bandar Jakarta tak pernah lepas dari karya tulisannya yang produktif terutama tentang kisah kota Betawi "tempo doeloe".

Sebagai penduduk asli Jakarta kelahiran Kwitang, Alwi mengenal baik setiap sudut kota Jakarta. Ia tidak pernah kehabisan bahan cerita lantaran materinya cukup lengkap mulai semasa penjajahan Belanda hingga Kemerdekaan. Ia dapat menggambarkannya dengan bagus melalui tulisannya di rubrik Betawi.

Alwi Shahab, seperti diceritakan Tirto, sering menjumpai sumber berita dan meneliti berbagai bahan berita untuk menjaga keobyektifitasan tulisannya. Dan memang demikian kegigihan Alwi dalam menggali tulisan agar terasa komprehensif.

Banyak kisah bertema Batavia ditulisnya dalam sebuah buku berjudul Hukum Pancung di Batavia terbitan tahun 2007. Juga buku terbitan tahun 2007 berjudul Ciliwung: Venesia dari Timur, di tahun yang sama Alwi kembali menerbitkan Kasino Bernama Kepulauan Seribu.

Isteri penulis (tengah) sempat foto bareng dengan Fera Alwi Shahab dan Maryam Alwi Shahab. Foto | Dokpri
Isteri penulis (tengah) sempat foto bareng dengan Fera Alwi Shahab dan Maryam Alwi Shahab. Foto | Dokpri
Pada tahun 2009 sebuah bukunya berjudul Batavia Kota Banjir diterbitkan, Batavia Kota Hantu dengan Nurul Hikmah sebagai editornya yang dicetak tahun 2010. Karena dedikasinya pada sejarah dan budaya Betawi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan penghargaan Anugerah Budaya pada Alwi Shahab tahun 2009.

Kisah Betawi yang ditulis Alwi Shahab hingga kini masih dinantikan. Tapi apa boleh buat, ia kini terbaring sakit. Dan, di ruang tamu, penulis menyaksikan beberapa penghargaan di pajang di dinding. Tak berapa lama, beberapa buku diperlihatkan isterinya kepada penulis. Ketika penulis pamit, kembali terdengar suara Alwi dari kamar memanggil isterinya.

"Yam... iyam.. yam," hati penulis tergetar dan berupaya menahan tangis mendengar suaranya.

"Cepat sembuhlah Alwi," kataku sambil berdoa dalam hati.     

Sumber bacaan satu dan dua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun