Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagi BPJS, Ini Kisah Teranyar untuk Peningkatan Pelayanan

2 Desember 2018   05:13 Diperbarui: 2 Desember 2018   05:50 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nenek Masturoh bisa mengenali wajah setiap orang yang melintas di hadapannya. Saking gembiranya,  kadang dia terlihat "over". Suka tampil berlebihan. Sehingga, sikapnya yang "lebay" itu menimbulkan kesan genit di mata para warga setempat.

dr. Dyah Waluyo, salah seorang pengurus Bidang JKN PB IDI turut menjelaskan tentang peran dokter dalam meningkatkan mutu pelayanan peserta BPJS Kesehatan. Foto | Dokpri
dr. Dyah Waluyo, salah seorang pengurus Bidang JKN PB IDI turut menjelaskan tentang peran dokter dalam meningkatkan mutu pelayanan peserta BPJS Kesehatan. Foto | Dokpri
Nenek tergolong hebat. Pasalnya, paling patuh dengan perintah dokter. Seluruh nasihat Rosdeni Arifin, dokter spesialis mata di RS Cibinong, Jawa Barat, dipathui. Mulai larangan tidak boleh angkat beban berat, minum obat seluruhnya dijalankan. Termasuk anjuran  banyak makan buah, makan sayur hingga telur rebus yang harus dimakan sehari tiga butir diturutinya.

Nenek Masturoh membawa kue dan memberikan kepada dokter sebagai ungkapan rasa syukur atas layanan para doker dan petugas lainnya di rumah sakit itu. Sebab, selama menjalani operasi, pascaoperasi, perawatan jalan dan obat-obatan ia tak mengeluarkan uang satu rupiah pun.

Ia memang menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)  Kesehatan sejak medio Desember 2014, hampir setahun setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menetapkan badan tersebut mulai diberlakukan pada 1 Januari 2014.

Antrean Aneh

Pemuda kumel -- lantaran semalaman tidur di muka pintu rumah sakit -- terlihat gembira. Ia  mendapat posisi barisan pertama antrean nomor pendapaftaran berobat di RS Cibonong. Namun setelah mendapat lembaran antrean, yang didapat bukuan nomor awal (satu) tetapi di angka 10.  

Tapi pemuda itu tak marah meski datang  paling awal sejak pintu rumah sakit ditutup tengah malam, kemudian ia tidur di teras rumah sakit itu. 

Berbekal nekad, pemuda setengah baya dan gondrong dekil itu mau bersusah payah mendapatkan nomor antrean untuk orang tuanya yang sudah memasuki lanjut usia atau lansia.

Antrean pasien di RSUD Cibinong, Jawa Barat. Foto | Dokpri
Antrean pasien di RSUD Cibinong, Jawa Barat. Foto | Dokpri
Beruntung pemuda kumel itu masih bertahan tetap sehat. Dia tak diserang penyakit tatkala tidur di lantai. 

Tetapi bagaimana dengan yang lain, para lansia tak diwakili harus antre sendiri mendapatkan nomor berobat. Sejak subuh, penulis saksikan,  di antara para orang tua tersebut berdiri dengan susah payah. Jika saja tak ada pengantre ikut membantu, bukan mustahil ada lansia yang terjatuh.

Sungguh tepat ungkapan hanya orang miskin yang punya modal kesabaran. "Ya. Kalau tak sabar, banyak orang miskin akan nekad menjadi kriminal," pikir penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun