Di luar dugaan, Bang Zuhri menemui kesulian. Di kampungnya kendaraan odong-odong cuma dua. Padahal ia butuh tiga atau empat kendaraan yang biasa digunakan para bocah bersama emaknya keliling kampung. Bilamana kendaraan ada tiga atau empat, rombongan sekaligus barang bawaan dalam kardus bisa diangkut secara bersamaan.
Bang Zuhri bersama anaknya Jamil berdiskusi. Awalnya Zuhri berencana merombak kendaraan pribadinya untuk dijadikan odong-odong. Isterinya, Siti, yang tengah berada di dapur mendengar rencana itu, memprotesnya.
"Kebangetan. Gara-gara harus membawa antaran dalam kardus, mobil dikorbankan," katanya dengan suara meninggi.
Lantas, ayah dan anak memutar otak. Muncul ide dari Jamil, bagaimana jika antara dan sebagian rombongan berangkatnya dibagi dua tahap. Tahap pertama, sebagian anggota keluarga berangkat bersama antaran dalam kardus. Lalu, kardus bersama rombongan berkumpul di masjid terdekat kediaman Bang Dasikin. Tahap kedua, barulah rombongan terakhir berangkat dengan titik kumpul di masjid.
"Setelah itu, barulah semua rombongan berjalan kaki lebih dahulu. Begitu sampai, odong-odong nyusul bersama antaran kardus," ujar Jamil.
Ide dari Jamil ini diterima orang tuanya.
"Pintar juga kami," Zuhri menanggapi ide anaknya.
**
Bang Dasikin bersama isterinya, Mariah, tengah sibuk. Di halaman rumah sudah didirikan tenda. Mobil-mobil di garasi - yang biasanya bererot bagai keong racun berbaris - sudah dikeluarkan. Kini halaman rumah sudah dipenuhi kursi untuk menyambut besan bersama kardusnya. Lalu, dibuka dengan acara palang pintu para pemain pukulan yang dipanggil dari perkumpulan pencak silat terdekat.
Pokoknya, acara itu dirancang sebaik mungkin dengan nuansa kebetawian. Semua orang Betawi - dari kawasan Klender, Marunda, Pondok Pinang, Palmerah hingga Serengseng Sawah - sudah diundang. Kaya atau miskin, tua atau pun muda diharapkan hadir. Bahkan Bang Dasikin mengancam jika nggak datang tanpa alasan pada pesta puterinya bakal tidak ditegur bila bertemu.
Sengaja ia tidak menggelar pesta pernikahan anaknya Fatimah itu di gedung pertemuan atau pun di hotel. Alasannya, selain tidak terlalu merepotkan orang yang diundang juga lebih tahu lokasi kediamannya. Bila diacarakan pernikahan di hotel, belum tentu orang kampung mau datang. Lagi pula waktunya juga dibatasi. Nah, kalau dilaksanakan di rumah, orang yang jauh bisa memilih waktu.