Kegiatan keagamaan yang lain adalah menegakkan visi penegakan hukum Allah, sunnah Rasulullah, dan peradaban Islami. Tokoh yang dihormati dalam An-Nazir adalah K.H. Syamsuri Abdul Majid yang bergelar Syeikh Muhammad Al-Mahdi Abdullah yang meninggal di Jakarta pada 2006.
Berita bernada minor tentang An-Nadzir muncul seputar pelaksanaan shalat yang hanya tiga waktu, haji yang tidak perlu ke Makkah, pernikahan yang tidak perlu dicatat di kantor urusan agama kecamatan.
Kabar buruk tersebut semakin menguat setelah munculnya sebuah penelitian terhadap An-Nadzir di Palopo yang dilakukan pada 2005 oleh Ramlah Hakim dari Kementerian Agama.
Apakah benar semua itu?
Saat itu Kantor Departemen Agama (kini Kementerian Agama) Kabupaten Gowa, yang mendapat kabar tersebut, tidak tinggal diam. Gerak-gerik An-Nadzir yang kelihatannya tidak lazim di mata umat muslim umumnya diamati secara terus-menerus.
Kepala Kantor Depag Goa, M. Ahmad Muhajir, lantas memperlihatkan dokumen yang mencatat adanya dua kali diadakan pertemuan para tokoh organisasi massa (ormas), kepolisian, dan An-Nadzir, pada 9 Oktober dan 14 November.
Di antara catatan pertemuan itu memang ada sedikit menyimpan curiga terhadap An-Nadzir, namun belum sampai pada satu kesimpulan.
Di Goa, penulis bersyukur dapat diterima Ustadz Lukman didampingi panglimanya, Rangka. Kedua tokoh ini memberikan penjelasan yang diawali dengan pengucapan salam, basmalah, dan syahadatain secara benar.
Mereka menyebut misi pertama An-Nadzir adalah menegakkan hukum Allah. Saat ini hukum Allah dan Rasulnya tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Tidak sedikit pun ada niat pada An-Nadzir untuk mendirikan negara Islam.
"Tidak ada gunanya mendirikan negara Islam karena yang akan ditanya pada hari kiamat nanti bukan tentang kenegaraan, tapi tentang keislaman diri kita masing-masing," Lukman menjelaskan.