Entah kapan stasiun ini tidak digunakan lagi sebagai pemberhentian bagi KRL Commuter Line. Pemberhentian mengambil tempat di stasiun Gondangdia dan Juanda. Tapi sistem boarding pass tetap diberlakukan pihak PT KAI.
Stasiun ini memang punya sejarah panjang. Berawal dari Halte Koningsplein (Halte Lapangan Raja). Halte kereta api ini terdapat beberapa ratus meter di selatan dari tempat Stasiun Gambir kini berada.
Halte itu kemudian digantikan oleh Stasiun Weltevreden, dibuka pada 4 Oktober 1884 di tempat Stasiun Gambir kini berada. Sampai 1906, jadi stasiun pemberangkatan untuk tujuan Bandung dan Surabaya.Â
Pada tahun 1928, Â stasiun diperbesar dan satu tahun kemudian mengalami perubahan besar-besaran di mana tampak luar bangunan dengan gaya art deco. Atap penutup diperpanjang pada tahun 1928 hingga ke sisi utara sepanjang 55 meter. Kemudian, pada tahun 1937 stasiun itu diresmikan sebagai Stasiun Batavia, lantas nama stasiun ini diganti menjadi Gambir.
Kartu itu selain bisa digunakan untuk parkir, juga bisa digunakan untuk transaksi di pintu gerbang tol elektronik (GTO).
Lainnya lagi adalah sejumlah restoran siap saji di dalam stasiun itu. Ada juga restoran ala nusantra dengan tampilan modern. Gayanya, wah dan mewah. Tapi soal harga, ya terjangkaulah.
Tapi, di kawasan ini, jangan coba-coba mencari makanan kelas pinggir jalan ala warung nasi tegal (warteg), karena sudah tidak ada lagi.
Stasiun KA Gambir memang cantik, sudah memoles wajah. Dalam menyambut para pemudik kini yang dibutuhkan adalah rasa nyaman dan aman. Maklum, penulis masih trauma dengan pencopetnya, yang bergentayangan ketika masih kecil di kawasan itu.
Dulu, kelihaian copet mengambil dompet di saku demikian cepat. Sekarang sih nampaknya tidak ada lagi. Tapi, tetap waspada sih mesti dikedepankan.
Catatan: sumber bacaan satu, dua dan wawancara.