Pada pertandingan sepakbola, unsur teknis, kemampuan sumber daya manusia atau pemainnya harus diperhitungkan dengan baik. Kekuatan lawan harus dikalkulasi, siapa sebagai ujung tombak, pemain belakang dengan segala karakternya. Unsur nonteknis pun harus diperhitungkan. Yaitu, kemampuan di luar lapangan.
Kadang wasit mengirim utusan, minta 'fee' sebelum bertanding. Kadang Bandar ikut mempengaruhi pemain, teman atau lawan. Bandar ikut mengatur skor pertandingan. Iming-iming duit kepada pemain. Jadi, tidak semata unsur kualitas pemain saja, pikir Masrur.
"Ini sepakbola ala kita, bukan di Eropa, bung?" kata Masrur ketika bercerita kepada rekannya.
**
Bisa jadi Masrur kini menjadi semakin cerewet setelah bersentuhan dengan dunia kepengacaraan dan berkumpul dengan orang-orang hebat di parlemen. Ia memukau orang banyak ketika tampil di berbagai pertemuan. Bicaranya lancar bagai air mengalir seperti penghotbah yang hafal ayat-ayat suci.
Ketika telunjuk menunjuk seseorang, jangan lupa empat jari di tangan yang sama menunjuk ke arah diri sendiri. Kalimat itu sering dipakai dan digunakan berkali-kali di berbagai kesempatan. Ketika bicara di hadapan orang banyak, Masrur juga tidak bosan mengulanginya.
Masrur makin berani mengeritik lembaga hukum. Ia menjadi beken. Sering tampil sebagai pembicara di berbagai tempat. Bicaranya keras, provokatif dan cenderung menyalahkan orang. Â
"Bicara saja tanpa kerja nyata, itu sama saja dengan kaleng rombeng," ucapnya di hadapan awak media.
Orang sekitar mengenalnya memang bukan Masrur yang pengacara kondang itu, tetapi sebagai bocah kaleng rombeng mengingat latarbelakangnya sering menendang kaleng sejak kecil.
Karenanya, pihak kepolisian kesulitan mencari Masrur di kediamannya. Polisi menduga banyak warga setempat melinduginya. Masrur terlibat kasus berita bohong (hoaks), ujaran kebencian dan pencemaran nama baik.
Ketika seorang warga menyebut kepada seorang polisi, apakah Masrur yang dimaksud si kaleng rombeng itu?