Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Anak Nonton Porno, Mungkinkah Karena UU Pornografi Jadi "Macan Kertas"?

17 Maret 2018   13:42 Diperbarui: 17 Maret 2018   19:08 3818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dr. Indah Candra Hermawan tetap awasi puteranya, Al Fatih, yang tengah main handphone meski tengah rekreasi. Foto | Dokpri

Baru-baru ini tersebar video berdurasi sekitar satu menit yang menampilkan seorang anak perempuan berusia 5 tahun menonton video porno. Mirisnya anak tersebut menonton video porno secara bebas di antara orang dewasa, yang tampaknya tidak mengetahui aktivitas anak tersebut. Kini kasus tersebut sedang diselidiki kepolisian untuk mencari tahu identitas anak dan orang tuanya.

Membaca kalimat di atas, pada topik pilihan Kompasiana, penulis lantas mencari tahu tentang video porno dimaksud. Kebetulan istri mendapat kiriman melalui WhatsApp (WA) tentang video itu. Sepintas, jika dilihat, tidak ada yang "aneh" dari aktivitas anak perempuan tersebut.

Di sisi kanan duduk orang tua (pria) dan di kiri, dugaan penulis, adalah ibu si anak tadi. Si anak yang berada di antara kedua orang tua tadi memegang handphone. Di kursi, si anak sesekali menyenggol si ibu. Tapi sang ibu terlihat ngantuk, tak peduli dengan gawai yang dipegang anak perempuan itu.

Sungguh jeli orang yang merekam aktivitas si anak dari kursi arah belakang. Si anak asyik memainkan gawainya dan melihat aktivitas dua orang dewasa tanpa busana. Orang tua nampaknya "cuek", masa bodo' apa yang diperbuat saat itu.

Kapan dan di mana video itu direkam, tidak ada penjelasannya. Siapa orang tua dan anak perempuan itu, juga tidak dijelaskan.

"Mama dapat kiriman saja. Ya, begitu adanya," kata istri penulis, ketika dimintai penjelasan dalam pembicaraan ringan pada perjalanan ke kantor pagi hari.

"Harusnya, pihak berwajib turun tangan?" kataku dengan sesekali melirik istri tanpa mengurangi konsentrasi mengendarai mobil.

"Iya," ia menjawab sambil menganggukan kepala.

**

Lagi-lagi jika mencermati kalimat awal, kini polisi tengah menyelidiki untuk mencari tahu identitas anak dan orang tuanya. Muncul pertanyaan di benak penulis, hanya sebatas itukah upaya penegak hukum terhadap orang tua dan anak yang videonya sudah viral ke berbagai ribuan pemilik telepon genggam?

Penulis kira, tidak sampai terlalu jauh berfikir ke arah negatif. Sebab, pihak kepolisian tentu tahu apa yang harus diperbuat kepada anak dan orang tuanya. Penulis merasa yakin bahwa polisi sangat memahami Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi yang dinyatakan berlaku sejak tanggal 26 November 2008.

Karenanya, kini pihak kepolisian tentu masih bekerja dan bakal memprosesnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Alasannya sudah jelas. Bahwa UU Pornografi memberi amanat, setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Dari sini sudah tergambar bahwa orang tua sudah melakukan pelanggaran berupa pembiaran anak mempertunjukan di muka umum penggambaran ketelanjangan. Hal itu erat kaitannya dengan pasal-pasal berikutnya pada UU tersebut.

Setiap orang berkewajiban melindungi anak dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi. Harus ada penyadaran bagi setiap warga bahwa setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi dapat dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Kendati demikian, jika melihat kasus video tadi, ada kewajiban bagi pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat memberikan pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi.

**

Jika melihat reaksi publik terhadap video dan viral tersebut, tidak terlalu memberikan reaksi berlebihan. Ada yang adem-ayem menyikapinya dan ada warga terlihat emosional.

Penulis jadi teringat ketika UU Pornografi dibahas di parlemen. Setelah diundangkan dan dievaluasinya oleh tim yang dipimpin Dr. Firdaus Syam, MA dari Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, UU tersebut senyatanya diterima tidak "bulat".

Sedari awal sudah ada reaksi dari mulai rancangan undang-undang antipornografi dan pornoaksi berupa penentangan keras dari sejumlah kelompok masyarakat daerah seperti Bali, Sulawesi Utara dan Papua. Bagi yang menolak, alasannya takut apabila kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sebagai tradisi yang sudah turun temurun akan dikriminalisasi berdasarkan undang-undang pornografi.

Demikian pula saudara kita di Papua dengan kebiasaannya untuk menutup aurat itu secara seadanya, dengan kebiasaan itu masih terlihat bagian-bagian tubuh yang dianggap tabu untuk diperlihatkan atau dipertontonkan kepada umum.

Kini UU tersebut sudah dinyatakan berlaku meski perjalanannya berliku. Sebab, harus melewati proses uji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi dan penentangan dari berbagai pihak. Sayangnya, seperti disebut Firdaus, berbagai lapisan masyarakat, praktisi, budayawan kalangan akademis maupun masyarakat luas masih belum merasakan efektifnya undang-undang tersebut.

Jika demikian, bisa jadi kasus video porno yang disaksikan publik seperti kasus di atas akan menguap begitu saja. Artinya, berpotensi tidak diselidiki oleh pihak berwajib karena UU Pornografi dianggap hanya sebagai "macan kertas".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun