Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Konsentrasi Sopir Stabil saat Merokok dan Mendengarkan Musik

3 Maret 2018   06:09 Diperbarui: 3 Maret 2018   10:49 2752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun dari sisi kenyamanan sang sopir, tentu setidaknya yang bersangkutan dapat menghalau rasa ngantuk. Untuk konsentrasi, tentu saja tidak berkurang. Seorang perokok akan mengambil sikap 'anteng' karena kebiasaannya dalam perjalanan sudah terpenuhi. Apa lagi jika dalam perjalanan disediakan seteguk kopi.

Terpenting, sopir harus menyesuaikan keadaan dengan lingkungan. Jika hal itu dirasakan dapat mengganggu para penumpang, ya sayogianya harus dihindari.

Namun kita, semua warga, sepakat untuk mengindahkan Pasal 106 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Di situ dijelaskan, "Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan 'penuh konsentrasi'.

Disebutkan dalam penjelasan UU tersebut bahwa yang dimaksud penuh konsentarasi adalah setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan, atau meminum minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga memengaruhi kemampuan dalam mengemudikan kendaraan.

Ya, jelaslah orang mabuk karena pengaruh alkohol, ngantuk karena obat-obatan dan menggunakan telepon sambil mengemudi -- siapa pun dia -- dapat dipastikan akan membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Tapi, bukan lantaran mendengarkan musik dan merokok lalu dapat dikenai sanksi. Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto, mengatakan bahwa merokok dan mendengarkan musik akan dilarang, dan jika melanggar dikenakan denda maksimal Rp750.000 atau pidana kurungan tiga bulan.

Harus dipahami bahwa perlakuan perokok dan mendengarkan musik di kendaraan tidak bisa disamaratakan begitu saja.

Realitasnya, jadi UU tersebut tidak dapat diterapkan sepenuhnya di lapangan. Apa lagi jika dikaitkan dengan kondisi jalan yang tidak mendukung, seperti trotoar digunakan untuk pedagang hingga pengemudi mobil dan motor seenaknya parkir. Kondisi persimpangan jalan dan rambu lalu lintas masih buruk. Petunjuk arah jalan tertutup pohon rindang dan tidak pernah diperhatikan.

Di zaman "now" kemajuan teknologi komunikasi tidak dapat dibendung. Kita pun sering menjumpai oknum petugas di lapangan sibuk dengan gawainya ketimbang upaya mencairkan kemacetan lalu lintas.

Untuk mengindari rasa jenuh, polisi lalu lintas menggunakan musik kala mengatur lalu lintas. Ia berjoget penuh daya pesona. Jika ingin adil, polisi macam ini harusnya sudah lama dikenai sanksi. Tapi, toh tidak pernah terdengar, kan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun