Pokoknya, dalam praktek, prialah sebagai inisiator dalam kasus ini.
Lalu bagaimana dengan pelakor itu sendiri? Ini yang membuat penulis merenung cukup lama. Adakah wanita perebut lelaki orang? Eh, memang ada juga loh.
Mau bukti?
Ini catatan penulis setelah bergaul lama dengan lelaki yang menjadi korban pelakor.
Ungkapan rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri jangan dianggap enteng, loh. Sebab, munculnya perebut laki orang atau pelakor itu diawali dari hal sederhana.
Kang Nanang - bukan nama sebenarnya - pada era tahun 80-an dikenal luas oleh publik. Ia memiliki perusahaan yang cukup maju. Meski ia tergolong kaya dan punya anak buah di berbagai pelosok Tanah Air, tampilan sehari-hari dan gaya hidupnya tetap sederhana. Rajin ibadah pula.
Namun hidupnya berubah drastis, tetapi bukan pada gaya hidup dan tampilan. Tetapi ia selalu menghilang pada siang hari dari ruang kerja. Bukan melaksanakan ibadah shalat Jumat atau Zuhur. Awalnya, anak buahnya mengira bos makan siang di luar dengan rekanan. Atau tengah melaksanakan shalat disusul dengan zikir.
Perilaku bos Nanang terungkap setelah anak buahnya dimintai bantuan untuk mengantar sang bos dari salah satu apartemen ke rumah sakit. Saat itu, bos terjatuh di tangga apartemen yang belakangan diketahui di situ ada wanita perebut isteri orang.
Mengapa cepat disimpulkan sebagai perebut isteri orang. Sebab, bos sudah lama punya anak dua dan isteri cantik pula. Sementara pelakor adalah juga teman dari anak buah sang bos.
"Oh, begitu. Pantas bos sering bobo siang. Boboan dengan temen gue juga," kata Surya, sang sopir yang sering ditugasi mengantar berbagai keperluan alat kantor.
Surya berkesimpulan, bos telah jadi korban pelakor. Mengapa ia dapat berkesimpulan sebagai korban pula?