Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelakor dengan Aroma Mistik

21 Februari 2018   16:32 Diperbarui: 21 Februari 2018   16:51 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Iluistrasi. Pelakor mengintai. Foto | bangka.tribunnews.com

Rasanya ingin tertawa berkepanjangan membaca rubrik Kompasiana mengangkat fenomena Pelakor. Perut rasanya ikut terguncang setelah membaca lebih jauh tentang apa itu pelakor yang memang belakangan menjadi trending topic.

Pelakor adalah singkatan dari Perebut Laki Orang alias para wanita selingkuhan.

Awalnya saya tidak percaya pelakor sama dengan perempuan selingkuhan. Selingkuh itu lazimnya dilakukan para lelaki hidung belang. Pria berkantong tebal, punya jabatan dan selalu tampil keren. Zaman "old" orang seperti ini disebut om senang. Temannya mainnya disebut tante girang. Jadi, kalau mereka bertemua, anak-anak dulu menyebutnya, hehehe itu lihat omsen dan tangir.

Tapi, tidak mustahil, pria kalem pun diam-diam punya 'simpenen' di apartemen dan disembunyikan di rumah kontrakan rada jauh dari tempat kerjanya.

Tapi, sekali lagi, setelah direnungkan, di dunia ini apa sih yang tidak mungkin. Senyatanya memang ada perempuan sebagai pelakor. Namun jangan cepat disimpulkan bahwa pelaku pelakor sebagai inisiator. Pendapat penulis, justru lelakilah yang mengawali, membuka peluang, memberi kesempatan yang kemudian direspon sang wanita sebagai pelakornya.

Sejak zaman raja-raja, mulai dari Mesir hingga Tanah Air, budaya memiliki isteri lebih dari satu sudah sering banyak dibahas para antropolog, sosiolog dan para sejarahwan.

Saya tak pernah dengar penguasa wanita, sebut saja seorang ratu, memiliki pasangan hidup lebih dari satu. Hanya raja dan para petinggi kerajaan sajalah yang bisa melakukan hal itu.

Adanya pembenaran agama bahwa memiliki isteri lebih dari satu, dalam praktek ternyata telah mendorong pria untuk memiliki isteri lebih dari tiga. Apa lagi jika sudah sesuai dengan alasan dan memenuhi syarat/ketentuannya. Apakah itu dilakukan dengan cara sembunyi, resmi atau dilakukan dengan cara kawin dikontrak.

Boleh dong, untuk menguatkan argumentasi penulis, jika pembaca tengah bertandang dan rekreasi ke kawasan Puncak, sesekali bertanya kepada warga setempat, dimana sih warga asing dari Timur Tengah menempatkan isteri-isteri yang dinikai secara mut'ah atau kawin kontrak.

Realitasnya memang sungguh disayangkan, pembenaran agama dalam prihal beristeri lebih dari satu itu tidak jarang dimanipulasi. Terutama pelaku hidung belang yang memang suka menyalurkan syahwatnya secara sembunyi. Takut ketahuan dengan isteri di rumah. Atau malu jika terungkap ke ranah publik.

Isteri simpanan memang tidak bisa disamakan dengan pelakor. Sebab, awalnya yang berinisiatif dan memberi peluang adalah si lelaki (hidung belang). Dan, wanita umumnya lebih banyak bersifat bertahan (defensif) dan setelah terdesak barulah membuka 'hati'.

Pokoknya, dalam praktek, prialah sebagai inisiator dalam kasus ini.

Lalu bagaimana dengan pelakor itu sendiri? Ini yang membuat penulis merenung cukup lama. Adakah wanita perebut lelaki orang? Eh, memang ada juga loh.

Mau bukti?

Ini catatan penulis setelah bergaul lama dengan lelaki yang menjadi korban pelakor.

Ungkapan rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri jangan dianggap enteng, loh. Sebab, munculnya perebut laki orang atau pelakor itu diawali dari hal sederhana.

Kang Nanang - bukan nama sebenarnya - pada era tahun 80-an dikenal luas oleh publik. Ia memiliki perusahaan yang cukup maju. Meski ia tergolong kaya dan punya anak buah di berbagai pelosok Tanah Air, tampilan sehari-hari dan gaya hidupnya tetap sederhana. Rajin ibadah pula.

Namun hidupnya berubah drastis, tetapi bukan pada gaya hidup dan tampilan. Tetapi ia selalu menghilang pada siang hari dari ruang kerja. Bukan melaksanakan ibadah shalat Jumat atau Zuhur. Awalnya, anak buahnya mengira bos makan siang di luar dengan rekanan. Atau tengah melaksanakan shalat disusul dengan zikir.

Perilaku bos Nanang terungkap setelah anak buahnya dimintai bantuan untuk mengantar sang bos dari salah satu apartemen ke rumah sakit. Saat itu, bos terjatuh di tangga apartemen yang belakangan diketahui di situ ada wanita perebut isteri orang.

Mengapa cepat disimpulkan sebagai perebut isteri orang. Sebab, bos sudah lama punya anak dua dan isteri cantik pula. Sementara pelakor adalah juga teman dari anak buah sang bos.

"Oh, begitu. Pantas bos sering bobo siang. Boboan dengan temen gue juga," kata Surya, sang sopir yang sering ditugasi mengantar berbagai keperluan alat kantor.

Surya berkesimpulan, bos telah jadi korban pelakor. Mengapa ia dapat berkesimpulan sebagai korban pula?

Alasannya, Kang Nanang itu orangnya sederhana. Kerja berdisiplin dan sangat jauh dari minuman keras, apa lagi hidup hura-hura dalam kegelapan hari.

Sejak kejadian itu, Surya berinisiatif ingin menyelamatkan kehidupan bosnya dari kehancuran rumah tangga. Sebab, ia sadar betul, jika saja anak dan isterinya mengetahui prihal itu, bisa jadi rumah tangganya hancur. Kantor pun bisa bangkrut.

Apa yang dilakukan Surya?

Di sini menariknya. Mungkin sebagian pembaca ragu, atau tidak percaya.

Langkah awal Surya, sang sopir itu, mengamati siapa saja dalam keseharian yang melayani bos. Mulai dari kebutuhan makan, minum hingga membersihkan ruang kerjanya.

Lalu, dalam dua hari, Surya sudah mendapat data dan informasi bahwa semua yang menyangkut pelayanan di ruang kerja bosnya adalah si pelakor. Bukan si sekretarisnya, Mbak Siti yang kecil mungil itu.

Kesimpukan Surya, bos sudah kena 'guna-guna'. Karena itu, Surya minta izin kepada Mbak Siti agar yang melayani kebutuhan makan dan minum bos diambil alih. Surya pun menjelaskan bahwa bosnya kini tengah 'mabuk' dengan pelakor.

Sejak itu, dengan segala kemmpuannya, Surya bermohon kepada Tuhan agar bosnya dilindungi dari perbuatan zalim sehingga perusahaan tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Singkat cerita, pelakor beberapa hari berikutnya berhalangan hadir. Ia tak ke kantor. Kabarnya, ia sakit. Kesempatan itu dimanfaatkan Surya dan Siti menghadap sang bos. Bos pun kaget dan mengakui bahwa belakangan ini sering berselisih paham dengan isteri dan anak di rumah tanpa sebab. Ia pun mengaku cepat marah hanya karena persoalan sepele saja.

Jadi, begitulah kerja pelakor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun