Jika saja Kementerian Agama (Kemenag) "galak", cepat, tegas, dan berani tentu para penipu yang bekerja di Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) akan berpikir dua kali untuk melanjutkan kegiatannya.
Andai saja kementerian itu selaku regulator bertindak cepat, jatuhnya korban dapat dihindari. Sebab, biro perjalanan umrah dan haji khusus yang beroperasi ilegal dan nakal sudah ditangani dengan baik.
Publik bertanya-tanya, berulang-ulangnya kasus penipuan Jemaah oleh travel umrah dan haji khusus itu apakah karena kementerian itu sudah kehilangan "taji". Coba lihat kasus teranyar, korban penipuan biro perjalanan umrah PT Solusi Balad Lumampah (SBL) di Bandung.
Dua orang dari PT Solusi Balad Lumampah (SBL), Aom Juang Wibowo sebagai direksi dan Ery Ramdani sebagai staf sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan dan pencucian uang penyelenggaraan haji. Dana yang digelapkan kedua tersangka milik 12.845 calon jemaah umrah mencapai Rp300 miliar. Uang "segede" itu digunakan tersangka untuk kepentingan pribadi.
Kedua tersangka dijerat Pasal 63 ayat 1 juncto Pasal 64 ayat 1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Haji, Pasal 378 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUH Pidana dan Pasal 2 ayat 1 huruf r dan z juncto Pasal 3 juncto Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebelumnya, kasus penipuan Jemaah umroh Hannien Tour. Izin operasional PT Biro Perjalanan Wisata Al-Utsmaniyah Tours atau yang lebih populer dengan nama Hannien Tour resmi dicabut oleh Kemenag. Biro perjalanan ini terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 65 huruf a Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Pencabutan izin operasional tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 941 Tahun 2017 tentang Penjatuhan Sanksi Administratif Pencabutan Izin Penyelenggaraan PT Biro Perjalanan Wisata Al-Utsmaniyah Tours sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Kepala Polres Kota Surakarta, Kombes Pol Ribut Hari Wibowo menyebut, jumlah korban kasus penipuan dana yang dilakukan oleh biro umrah Hannien Tour untuk sementara terungkap sebanyak 1.800 orang dengan total kerugian mencapai Rp37,8 miliar.
Catatan penulis, hingga kini Kemenag sudah 24 penyelenggara umrah yang dicabut izinnya. Sayangnya, jika ada masyarakat yang dirugikan oleh penyelenggara umrah tindak lanjutnya masih terkesan lambat.
Lihat penanganan kasus First Travel, biro perjalanan umrah yang menelantarkan jemaahnya, misalnya, beberapa waktu lalu demikian rumitnya. Padahal jemaah sudah lama melaporkan kasusnya. Bahkan mereka mendatangi Kemenag dan berdialog dengan para korbannya.
Dan, jauh sebelumnya mencuat kasus penipuan lain yang dilakukan First Travel. Pembekuan aktivitas bisnis PT First Anugerah Karya Wisata - dikenal First Travel - diapresiasi masyarakat meski terasa terlambat.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak mengungkapkan bahwa jumlah korban agen perjalanan First Travel, dari penelusuran data First Travel, total jemaah promo yang daftar bulan Desember 2016 sampai Mei 2018 mencapai 72.682 orang. Dan dari jumlah yang terdaftar itu, sebanyak 14.000 orang di antaranya sudah diberangkatkan. Sisanya belum juga pergi ke Tanah Suci meski sudah membayar lunas.
Masih banyak kasus lainnya yang terjadi dan dilakukan biro perjalanan umrah. Para penipu perjalanan umrah ini memang tergolong lihai. Mereka bekerja sangat efektif dengan jaringannya, mempengaruhi para ibu rumah tangga melalui majelis ta'lim dan pengajian bapak-bapak yang bertebaran di pelosok kampung.
Andai saja upaya preventif dilakukan Kemenag, kasus First Travel, Hannien Tour dan PT SBL dapat dihindari karena telah dilakukan antisipasi dan tindakan konkret. Kementerian itu seharusnya memiliki 'taji' berupa wewenang untuk mengambil tindakan sebagai regulator.
Sebagai regulator, 'taji' yang dimiliki Kemenag adalah berupa pengawasan. Kemenag tak melulu harus membuat aturan. Di sini, terpenting peran pengawasan regulator tidak boleh lemah. Kala mendapat informasi [dugaan penipuan] sayogyanya langsung diproses.
Mengutip pendapat Baluki Ahmad, Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh), Kemenag seharusnya tegas.
Tatkala kasus First Travel tahun lalu terkuak, para pemangku kepentingan penyelenggara umrah seharusnya sudah dapat memetik pelajaran. Kemenag dapat meningkatkan pengawasan dan lebih keras melakukan pencegahan agar korban penipuan tidak berulang. Realitasnya, korban selalu terjadi.
Imbauan lima pasti umrah, yaitu: (1) Pastikan Travel Berizin klik Daftar Penyelenggara Umrah Berizin, (2) Pastikan Penerbangan dan Jadual Keberangkatan, (3) Pastikan Program Layanannya, (4) Pastikan Hotelnya, dan (5) Pastikan Visanya, kini seolah dianggap angin lalu.
Hal ini terlihat dari mudahnya calon anggota jemaah tergiur oleh iming-iming promo umrah yang tidak masuk akal. Padahal, sebelumnya Kemenag sudah membuat kesepakatan dengan penyelenggara umrah mengenai standar biaya minimum menunaikan ibadah umrah sebesar 1.700 dolar AS atau sekitar Rp23 juta.
Nyatanya, kesepakatan soal tarif ini diabaikan.
Dua organisasi biro perjalanan penyelenggara ibadah umrah Himpuh dan Amphuri tak tinggal. Prihatin. Tapi tidak lantas diam terhadap maraknya kasus penipuan yang dilakukan oleh travel umrah nakal belakangan ini.
Kedua organisasi berharap pemerintah melakukan upaya preventif. Ketua Umum Himpuh, Baluki Ahmad berharap pemerintah bisa menggandeng asosiasi untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap biro umrah. "Upaya preventif harus dikedepankan. Sertakan asosiasi," kata Baluki.
Ketua Bidang Organisasi, Keanggotaan & Kelembagaan DPP Amphuri, Bungsu Sumawijaya minta Kemenag melakukan pembinaan terhadap biro umrah. Pemerintah melakukan pengawasan secara masif terhadap praktik usaha travel umrah ini. Terpenting, sistem penerimaan jemaah umrah juga harus diatur, jangan sampai menunggu hingga satu tahun. Jeda waktu menunggu terlalu lama ini dan kerap disalahgunakan oleh penyelenggara umrah.
"Paling lama menunggunya cukup tiga bulan saja," kata dia.
 Senyatanya kasus First Travel hanya puncak gunung es. Penyebabnya, luput pengawasan. Pengawasan terhadap penyelenggaraan ibadah haji dilakukan oleh sebuah Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI). Sedangkan umrah tidak ada. Ke depan, penting ada institusi sebagai pengawas umrah, ungkap Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfudin.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara juga menyebut, bisnis penyelenggara umrah makin menggiurkan. Sementara peran pencegahan seharusnya tidak hanya melibatkan kepolisian dan kementerian itu sendiri, tetapi juga OJK perlu terlibat.
Permasalahan uang kerap dihadapi biro umrah. Gaya hidup mewah kadang menggoda para pengelolanya. Untuk itu, ke depan, selain pengawasan diperkuat juga menurut penulis, pengawasan umrah dan haji khusus itu penting melibatkan pengawasan dari OJK, PPATK, Imigrasi, Bea Cukai, selain lembaga konsumen dan kementerian itu sendiri.
Penulis makin khawatir, jika penyelenggaraan umrah tidak ditangani dengan baik sangat berpotensi memancing kemarahan publik dan Presiden Joko Widodo. Presiden Joko Widodo menyemprot dua menterinya dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Menko Perekonomian Darmin Nasution dan Mendag Enggartiasto Lukito mendapat kritik tajam Jokowi. Pasalnya, nilai ekspor Indonesia rendah dan kalah dari negara-negara lain.
Catatan: sumber bacaan: 1, 2 dan 3.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H