Bang Marbot nggak kalah keren dengan Pok Imah, isteri pak erwe yang berangkat haji tahun ini seorang diri lantaran keberangkatannya diiringi dengan ratusan warga ke Asrama Haji Pondok Gede. Bang Marbot cuma diiringi beberapa puluh anak muda masjid yang penampilannya 'kere', nggak pake mobil mengkilap apa lagi mobil mewah seperti para penggede yang bekerja di gedongan.
Keberangkatan Bang Marbot pergi haji cuma diantar odong-odong, kendaraan kijang butut yang dimodifikasi dan kebanyakan digunakan anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk pelesiran di pinggiran wilayah Betawi.
Bang Marbot mengaku beruntung bisa menunaikan ibadah haji tahun ini. Padahal daftar tunggu antrean pergi haji demikian panjang. "Kalo diliat daftarnya di kantor kementerian agama, panjangnya kaya' entog bererot jalan di gang sempit," kata Bang Marbot ketika mengungkapkan rasa gembiranya dapat menunaikan ibadah haji.
"Tar, tar, tar", suara ledakan petasan pagi itu bersahut-sahutan bagai malam tahun baru. Bang Marbot tak percaya itu suara petasan. Apa lagi petasan yang dibakar dimaksudkan untuk mengantar keberangkatannya menunaikan ibadah haji.
"Ini kan bukan malam tahun baru. Kok ada petasan?" tanya Bang Marbot kepada seorang anggota jemaah shalat Subuh seusai imam masjid memerintahkan dirinya untuk shalat safar.
Ia nampak terkaget-kaget mendengar suara petasan. Lama ia terdiam. Marbot memandangi imam masjid. Ia clanga-clinguk, tengok kanan dan kiri seolah ingin bertanya. Sementara anak-anak muda di sekelilingnya cuma bisa mesem-mesem alias tersenyum menyaksikan Bang Marbot mengenakan baju batik yang menjadi seragam jemaah haji dengan kopiah hitam.
Pelepasan keberangkatan Bang Marbot pergi haji dengan cara membakar petasan sebenarnya cuma tradisi yang masih ada di sebagian kecil warga Jakarta. Sekarang sudah langka. Petasan dibakar sebagai ungkapan rasa syukur dan gembira ada seorang menunaikan ibadah haji sehingga diharapkan sekembalinya dari Tanah Suci menjadi haji mabrur.
Tidak ada kaitannya membakar petasan ini dengan ritual agama lain. Yaitu, membakar petasan seperti pada malam pergantian tahun baru bagi pemeluk agama Kristen. Atau seperti menyambut Cap Go Meh di kota Singkawang. Pergantian tahun Hijriyah saja tak ada satu pun petasan meledak di dekat masjid. Tapi, untuk kali ini, keberangkatan Bang Marbot naik haji memang terasa istimewa. Pergi haji dilepas dengan diirngi suara petasan.
Barulah ia sadar setelah beberapa warga mengumandangkan talbiyah. Labbaikallaahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbarika, innal hamda wan-ni'mata laka wal-mulka laa syariika laka.
Bang Marbot, jika sudah mendengar suara ini selalu menangis. Ia paham dan tahu arti dari talbiyah itu. Katanya, aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memuhi panggilan-Mu tidak ada sekutu bagi-Mu, aku dating memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.
***