Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aminah Ingin Ganjaran Shalat Arbain dan Dapat Jodoh

4 Agustus 2017   13:06 Diperbarui: 4 Agustus 2017   16:31 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, jemaah Indonesia tengah berangkat ke Masjid Nabawi untuk melaksanakan shalat Arabin. Foto | Kemenag

Bersamaan dengan suara azan yang berkumandang dari Masjid Nabawi, Aminah terbangun. Tak lama kemudian ia menangis lantaran melihat kiri-kanan ranjang teman-temannya melompong. Ia curiga teman-temannya sengaja meninggalkan dirinya dan membiarkan tidur pulas, tidak membangunkannya, untuk bersama-sama berangkat ke Masjid Nabawi, Madinah.

Padahal Aminah sudah berjanji akan menyelesaikan shalat arbain di masjid yang dibangun Nabi Muhammad SAW itu. Tapi, mengapa teman-temannya kok meninggalkan dirinya sendirian di kamar hotel di kawasan Markaziyah itu. Aminah rasanya ingin teriak. Ia merasa kesal kepada teman-temannya mengapa demikian tega dan teganya meninggalkan seorang diri di kamar.

"Aye ini pergi haji untuk ibadah. Bukan pelesiran," kata Aminah dalam hati sambil menuju kamar mandi membersihkan diri. Rambutnya yang acak-acakan segera disisir dan segera mengenakan mukena pemberian enyaknya di rumah.

Sambil berbicara seorang diri, Aminah ingat bahwa semaleman ia berzikir cukup lama. Ia merasa nikmat sekali zikir di kamar sampai-sampai teman-temannya yang sekamar molor dan ngorok pun tidak diketahui.

Ini Kota Madinah, tempat Rasulullah SAW mengembangkan dakwahnya ke seantero jagat dan banyak memberi pelajaran tentang bagaimana seharusnya manusia mengembangkan peradaban yang baik tanpa menimbulkan kekacauan. Baik kacau antarmanusia apalagi kacau dengan hatinya sendiri lantaran terbawa nafsu.

"Di kota ini, dari sejarah yang ane denger, Nabi Muhammad SAW banyak memberi pelajaran bagi umat manusia," kata Aminah sambil melangkah ke pintu luar.

Apa sih yang dibaca Aminah hingga larut malam. Zukirnya sederhana. Ia cuma menjalankan nasihat babe dan enyak di rumah.

Babe: "Lu kudu' baca Surat Yasin, sambung Ratib Al-Haddad".

Aminah: "Iye, be. Nggak ane nggak bakal lupe."

Amanah ini yang dipegang kuat Aminah. Ia nggak peduli nasihat pimpinan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) bahwa antara ibadah dan fisik dalam pelaksanaan ibadah haji, termasuk melaksanakan shalat arbain, harus sehat lahir dan batin. Jadi, nasihat ustadzah pimpinan KBIH bahwa anggota Jemaah harus cukup istirahat tidak dilakoni Aminah. Aminah pikirannya cuma tertuju pada pesan babenye, harus baca itu surat dan ratib dengan baik.

Mengapa Aminah demikian "keukueh" dengan nasihat babenya itu. Bisa dipahami karena zikir yang dibaca memiliki fadilah bagus. Apa lagi dibaca di kota Madinah. Pahalanya banyak.

Sayangnya ia keburu ditinggal teman-temannya. Ia lepas dari rombongan. "Tapi, nggak apa. Ane harus nekat. Berani karena benar, takut kalau ane salah sih boleh," katanya sambil bermonolog, sekaligus menguatkan tekatnya untuk berangkat ke Masjid Nabawi.

"Kate orang, tempatnya nggak jauh. Kurang lebih 500 meteran," ingat Aminah sambil membuka pintu.

***

"Eh, mpok Minah udah bangun. Yu' turun. Temen-temen baru kumpul di lobi," kata Dewi, teman sekamar Aminah.

Aminah terdiam. Lalu Dewi memandanginya dan melihat lelehan air mata di pipi Aminah.

"Mpok kenape?. Abis nangis. Nyang di rumah jangan dipikiran. Kalo ada nyang kurang, maapin aje. Emang orang sono kelakuannya gitu," kata Dewi.

"Bukan itu, mpok!" kata Aminah singkat.

"Abis ape, dong?" tanya Dewi.

"Ane nggak dibangunin. Ane kire temen-temen udeh pade berangkat ke Nabawi," kata Aminah sambil menahan tangis.

Dewi hanya bisa tersenyum menyaksikan rasa khawatir temannya yang satu ini. Dewi memang tahu persis tentang semangat Aminah untuk melaksanakan shalat Arbain, yaitu  mengerjakan shalat empat puluh waktu tanpa terputus berjamaah di Masjid Nabawi.

"Aye ini datang, naik lagi ke lantai dua ini. Ke kamar ini cuma mau membangunin empok yang tidur pules. Ude dibangunin, empok diem aje. Ane tahu, empo tidur melem banget sih. Zikir, kan?" kata Dewi.

Aminah menjawab dengan manggut-manggut. Lantas ia bertanya: "Kan udah azan. Kita ketinggalan dong?"

"Nggak. Barusan azan pertama?" kata Dewi yang meminta segera agar Aminah turun ke lobi.

Mendapat penjelasan rekannya ini, Aminah baru sadar bahwa ketika ia melek dari tidur yang didengar adalah bukan azan seperti di Betawi, kawasan Ceger, Cipayung yang orang-orangnya cuma dengerin azan sekali saat menjelang shalat subuh.

"Iya, kan kate babe di sini azannya dua kali," kata Aminah sambil mengingat-ingat cerita babenya ketika menunaikan ibadah haji yang masih menggunakan kapal laut tempo doeloe.

***

Benar cerita babe Aminah bahwa Madinah enak dan rasanya adem kotanya. Padahal secara fisik dan kasat mata, panas terik bikin pandangan mata silau. Kalau malam hari, nggak terasa seperti malam. Aminah menilai malam hari sama saja dengan siang. Yang beda, kalau siang nggak ada lampu terang seperti di lapangan sepak bola kalau Persija Jakarta melawan Persib Bandung di Stadion Menteng waktu dulu. Tapi, kalau malam hari, wuih, lampu terang di berbagai sudut kota. Apa lagi di Masjid Nabawi, tempat Jemaah haji dari berbagai negara kumpul di sini.

Orang Madinah bilang, musim haji baru terasa benar-benar musimnya saat Jemaah haji Indonesia berdatangan. Kalau Jemaah dari Indonesia belum datang, "hawa" musim haji nggak terasa.

Sambil clangak-clinguk mengagumi bangunan bertingkat tinggi berhimpitan di seputar Masjid Nabawi, Aminah bersama rombongan beranjak meninggalkan hotel sekelas bintang tiga. Dari kawasan Markaziyah, ia melangkah dengan tidak henti-henti mulutnya kumat-kamit membaca zikir. Wajahnya pun terlihat ceria, tak lagi sisa air mata melekat di pipinya seperti ketika ia bangun tidur tadi.

Nasihat babe masih terngiang di telinga Aminah. Jangan buang kesempatan, perbanyak shalat di Masjid Nabawi selagi ada di kota itu. Sebab, shalat di masjid itu keutamaannya 1000 kali dibanding masjid lain, kecuali di Masjidil Haram, Mekkah.

Begitu kaki menginjak halaman masjid yang dibangun Nabi Muhammad SAW ini, Aminah tak sadar bahwa air matanya kembali meleleh membasahi pipinya.

"Wah, rempong nih," kata Dewi kepada teman-teman serombongan.

"Gue harus menenangkan hati Aminah. Kalo gini terus, anggota rembongan bisa terganggu," kata Dewi lagi sambil melangkah mendekati Aminah yang terlihat berdiri bengong sambil melototi bangunan megah Masjid Nabawi dari dekat.

"Nggak pok. Ane nggak nangis. Cuma inget lagi cerita babe. Dulu masjid ini bangunannya cuma seuprit. Ukurannya di zaman nabi 50 x 50 meter. Sekarang, mewah. Menaranya juga banyak," ungkap Aminah sambil mengusap air matanya dengan mukena.

"Iye, sekarang empok Minah kosentrasi untuk shalat. Kan empok mau arbain. Jaga kesehatan. Abis shalat, nanti baru ke Raudhah!" kata Dewi menirukan pesan pimpinan KBIH.

"Oh, iye. Ane baru ingat," jawab Aminah.

"Kalau di Raudhah, doa ape aje kan boleh disampein?" tanya Aminah.

Dewi pun mengiyakan sambil melempar senyum. Namun ia kaget ketika Aminah menyatakan bahwa doa yang akan dipanjatkan di Raudhah bukan saja minta dikuatkan iman, orang tuanya diampuni segala kesalahan dan dosanya juga dipanjangkan usia yang bermanfaat hingga ia mudah mendapatkan jodoh terbaik sebagai pendamping hidupnya.

"Udeh lame aye putus melulu pacaran. Kapan punya pendamping hidup?" katanya kepada Dewi.

Lagi-lagi Dewi dengan usia yang sudah matang dan makan "asam-garem" dalam berumah tangga menyarankan agar doa tersebut bisa saja dipanjatkan. Tetapi jangan diomongin kepada orang lain, karena bisa jadi bahan tertawaan orang banyak.

"Tenang aje, mpok! Di sini berdoa, di Masjidil Haram juga berdoa. Termasuk secara khusus juga boleh dipanjatkan di Jabar Rahmah nanti," ungkap Dewi.

"Kok Jabar Rahmah, mpok?" tanya Aminah.

"Iye. Kan di situ tempat pertemuan Nabi Adam dan Siti Hawa. Setelah berpisah lama, kedua manusia pertama di bumi ini bertemunya di situ," jelas Dewi.

Aminah terdiam. Manggut-manggut. Tanpa sadar tangannya sudah diarik-tarik untuk masuk Masjid Nabawi untuk melaksanakan shalat Subuh.

"Jangan ketinggalan. Azan subuh kedua sudah berkumandang. Shalat Arbain harus diiringi disiplin," kata Dewi sambil menasihati Aminah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun