Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen] Haji Peong

15 September 2016   22:12 Diperbarui: 16 September 2016   07:57 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampai tulang pun dibagikan ke warga kurang mampu (Dokpri)

Tak lama, Haji Peong pun ngeloyor keluar rumah sambil membawa keresek plastik berisi kepala kambing. Ia tampil seperti ayam keok, jalan terbungkuk-bungkuk, seperti ayam jantan kalah dalam arena sabung ayam.

Mumpung isterinya masih bisa diredam marahnya, pikir dia, lebih baik cepat-cepat dibawa keluar kepala kambing itu. “Kalo masih ngeliat kepala kambing ini, pasti ngomel terus. Kaya petasan kali, ya?” tanya Haji Peong dalam diri sendiri.

Dalam perjalanan ke tempat panitia kurban, Haji Peong berfikir bahwa dirinya seperti layangan singit ketika isterinya marah. Ia pun sadar, orang kaya itu harusnya berkurban. Ia menyaksikan, pengurus mushola dan beberapa orang panitia ikut berkurban. Lantas, apa yang dikurbankan pada Idul Adha ini dari si Peong yang sudah menyandang predikat haji itu.

Apa lagi orang kampung sudah tahu, Haji Peong tergolong orang berkemampuan dari sisi finansial. Terlebih, banyak orang melihat, dia sering gonta-ganti mobil isterinya. Pembicaraannya pun tak lepas setiap hari membicarakan kebolehan tentang mesin mobil yang serba “wah”.

Dalam hati, Haji Peong pun membenarkan ucapan isterinya, Hajjah Fatimah yang dicintainya itu. Dia harus memotong hewan kurban sebagaimana dicontohkan Nabi Ibrahim As.

“Gue ini berani motong hewan. Jagowan motong hewan. Tetapi juga harus berani berkurban,” katanya sambil menguatkan pendapat isterinya.

Tapi, untuk biaya membeli hewan kurban, Haji Peong harus merendah di hadapan isterinya. Bila perlu berjalan ngesot, minta maaf kepada isteri tercintanya.

Sebab, siapa lagi yang memberi uang kalau bukan isterinya itu.

Haji Peong kembali seperti layangan singit, menanti amarah isterinya reda. Setelah itu, ya minta uang darinya untuk beli hewan kurban. Ah, peong!

Maaf, bila ada kesamaan nama dan profesi dan itu hanya kebetulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun