Walaupun calon jemaah haji tersebut melanggar aturan keimigrasian dan tertahan di Filipina menjadi domain Kemenlu, tetapi Kemenag tetap bertanggung jawab atas penyelesaian kasus tersebut, kata Irjen M Jasin kepada pers di Jakarta, Selasa (23/8).
Pernyataan Ramadhan patut disayangkan. Sebanyak 177 WNI yang memperoleh paspor Filipina secara illegal untuk berhaji adalah korban tangan-tangan kotor, korban para mafia haji sebagai dampak banyaknya WNI ingin menunaikan ibadah haji 'terbendung' antrean panjang, terlalu lama. Jadi, mereka itu adalah korban.
Terlepas dari persoalan WNI tersebut akan menunaikan ibadah haji tak memenuhi syarat istithaah (kemampuan finansial, kesehatan dan ketentuan lainnya) dan dinilai melanggar hukum, yang jelas mereka –-177 WNI itu-– perlu sesegera mungkin mendapat pertolongan.
Karena menjadi korban, seyogyanya mereka itu mendapat pertolongan. Negara harus hadir. Kemenag ikut bertanggung jawab seperti yang dinyatakan Irjen Kemenag M. Jasin.
Terlebih lagi kasus tersebut melibatkan Nasir Amin, pemilik PT Travel Aulad Amin yang memberangkatkan haji ilegal 177 WNI dengan paspor Filipina. Nasir Amin merupakan adik dari Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag, Kamaruddin Amin. Dengan demikian, wajar bila publik semakin tidak percaya dengan Kemenag dalam mengurus persoalan haji di Indonesia.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dituntut untuk memberi sanksi tegas kepada travel haji itu. Apalagi, biro perjalanan haji itu disinyalir memiliki kedekatan dengan internal pejabat Kemenag.
Menag memang penting segera mengevaluasi dan memberikan sanksi kepada travel yang tidak terdaftar di Kemenag. Menag pun diminta untuk segera melindungi WNI yang kini telantar di Filipina tersebut. Mafia haji kini sudah membentuk kelompok kejahatan secara terorganisasi. Hal ini memang menjadi domain para pemangku kepentingan, seperti polisi, imigrasi dan Kemenlu. Tapi, bukan berarti Kemenag lepas tangan.
Kini pihak kepolisian sudah menerjunkan tim ke Filipina. Tampilnya pihak kepolisian dalam penanganan yang terkait penyelenggaraan haji, sesungguhnya sudah sesuai dengan nota kesepahaman (Mou) antara Ditjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) dengan Badan Reserse Kepolisian RI.
Pejabat Kemenag harusnya tahu isi tentang MoU yang ditandatangani pada 19 Maret 2013 itu, sehingga setiap kejadian yang melibatkan calon jemaah haji dan umrah tidak menyatakan lepas tangan lagi.
Nota kesepahaman itu ditandatangani Dirjen PHU Anggito Abimanyu dan Kepala Badan Reserse Kepolisian Negara RI Komisaris Jenderal Pol Sutarman.
Terkait penanganan 177 WNI yang tengah ditahan di Filipina itu, Kemenag kini telah membentuk tim khusus penegakan hukum untuk mengawal jemaah haji yang menjadi korban penipuan travel nakal. Tentu saja sesuai dengan MoU tersebut, Kemenag bekerja sama dengan Polri.