Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ini Langkah Polri dan Kemenag Tangani Kasus 177 WNI Calon Haji di Filipina

24 Agustus 2016   22:26 Diperbarui: 25 Agustus 2016   19:17 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Irjen Kemenag M. Jasin ketika tengah menjelaskan prihal 177 WNI yang kini masih ditahan otoritas keamanan Filipina

Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali pernah meminta pemerintah Saudi Arabia untuk menambah kuota haji Indonesia karena daftar tunggu menunaikan ibadah haji dari Tanah Air demikian lama dan panjang.

Permintaan itu tak dapat dipenuhi. Malah kuota haji Indonesia dipotong 20 persen dari normal 211 ribu dengan alasan tengah berlangsung perluasan Masjidil Haram. Lantas, tak kehilangan akal, Suryadharma minta kepada Saudi agar kuota haji dari negara Islam lain (yang kebetulan tak memberangkatkan haji karena berseteru dengan Saudi) yang kuotanya tak terpakai dapat diberikan ke Indonesia.

Permintaan itu, lagi-lagi, juga tak dipenuhi. Hingga kini, kuota haji Indonesia tetap dipotong 20 persen.

Bisa jadi permintaan mantan Menag itu dilatarbelakangi adanya kemudahan WNI di sejumlah negara sahabat yang menunaikan ibadah haji. Tanpa mengganti paspor, WNI dari Korea Selatan atau negara Eropa misalnya, dapat berangkat haji dengan memanfaatkan kuota negara bersangkutan.

Terinspirasi adanya kuota tak termanfaatkan, mafia haji bergentayangan. Diam-diam melalui jaringannya dapat membawa WNI dari berbagai daerah ke Filipina. Dan, seterusnya diberikan paspor negara itu. Tatkala hendak bertolak berhaji, imigrasi setempat makin curiga karena ketika ditanya tak bisa berbahasa negara bersangkutan.

Kasusnya pun kemudian terkuak. Lalu, mencuatlah pemberitaan 177 WNI yang menggunakan paspor ilegal hendak bertolak menunaikan ibadah haji dari Filipina. Di Tanah Air, berbagai pihak menyatakan merasa terkejut.

Pasalnya, karena baru sekali ini calon jemaah haji dari Tanah Air demikian beraninya menunaikan ibadah haji lewat dari negara jiran dengan modus memanfaatkan kuota haji Filipina.

Sayangnya, di tengah permasalahan jemaah sebanyak itu ditahan pihak otoritas keamanan negara jiran tersebut, di Tanah Air mengemuka pemberitaan tidak mengenakan dengan narasumber dari Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag), Ramadhan Harisman.

Ramadhan menyatakan, pihaknya tak bertanggung jawab atas kasus calon jemaah haji Indonesia yang memalsukan paspor dengan berpura-pura sebagai warga negara Filipina.

"Kalau itu di luar tanggung jawab pemerintah. Kan mereka enggak terdaftar di Kementerian Agama, apalagi dana yang mereka berikan sudah beda jauh harganya, terlantar pula," kata Ramadhan, Minggu kemarin.

Dua hari berikutnya, pernyataan tersebut diluruskan Irjen Kemenag M. Jasin. Katanya, Kemenag bertanggung jawab atas kasus 177 WNI yang menjadi jemaah haji Filipina. Sementara Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin terus berkoordinasi untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Walaupun calon jemaah haji tersebut melanggar aturan keimigrasian dan tertahan di Filipina menjadi domain Kemenlu, tetapi Kemenag tetap bertanggung jawab atas penyelesaian kasus tersebut, kata Irjen M Jasin kepada pers di Jakarta, Selasa (23/8).

Pernyataan Ramadhan patut disayangkan. Sebanyak 177 WNI yang memperoleh paspor Filipina secara illegal untuk berhaji adalah korban tangan-tangan kotor, korban para mafia haji sebagai dampak banyaknya WNI ingin menunaikan ibadah haji 'terbendung' antrean panjang, terlalu lama. Jadi, mereka itu adalah korban.

Terlepas dari persoalan WNI tersebut akan menunaikan ibadah haji tak memenuhi syarat istithaah (kemampuan finansial, kesehatan dan ketentuan lainnya) dan dinilai melanggar hukum, yang jelas mereka –-177 WNI itu-– perlu sesegera mungkin mendapat pertolongan.

Karena menjadi korban, seyogyanya mereka itu mendapat pertolongan. Negara harus hadir. Kemenag ikut bertanggung jawab seperti yang dinyatakan Irjen Kemenag M. Jasin.

Terlebih lagi kasus tersebut melibatkan Nasir Amin, pemilik PT Travel Aulad Amin yang memberangkatkan haji ilegal 177 WNI dengan paspor Filipina. Nasir Amin merupakan adik dari Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag, Kamaruddin Amin. Dengan demikian, wajar bila publik semakin tidak percaya dengan Kemenag dalam mengurus persoalan haji di Indonesia.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dituntut untuk memberi sanksi tegas kepada travel haji itu. Apalagi, biro perjalanan haji itu disinyalir memiliki kedekatan dengan internal pejabat Kemenag.

Menag memang penting segera mengevaluasi dan memberikan sanksi kepada travel yang tidak terdaftar di Kemenag. Menag pun diminta untuk segera melindungi WNI yang kini telantar di Filipina tersebut. Mafia haji kini sudah membentuk kelompok kejahatan secara terorganisasi. Hal ini memang menjadi domain para pemangku kepentingan, seperti polisi, imigrasi dan Kemenlu. Tapi, bukan berarti Kemenag lepas tangan.

Kini pihak kepolisian sudah menerjunkan tim ke Filipina. Tampilnya pihak kepolisian dalam penanganan yang terkait penyelenggaraan haji, sesungguhnya sudah sesuai dengan nota kesepahaman (Mou) antara Ditjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) dengan Badan Reserse Kepolisian RI.

Pejabat Kemenag harusnya tahu isi tentang MoU yang ditandatangani pada 19 Maret 2013 itu, sehingga setiap kejadian yang melibatkan calon jemaah haji dan umrah tidak menyatakan lepas tangan lagi.

Nota kesepahaman itu ditandatangani Dirjen PHU Anggito Abimanyu dan Kepala Badan Reserse Kepolisian Negara RI Komisaris Jenderal Pol Sutarman.

Terkait penanganan 177 WNI yang tengah ditahan di Filipina itu, Kemenag kini telah membentuk tim khusus penegakan hukum untuk mengawal jemaah haji yang menjadi korban penipuan travel nakal. Tentu saja sesuai dengan MoU tersebut, Kemenag bekerja sama dengan Polri.

Ditjen PHU memastikan travel dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang diduga memberangkatkan 177 WNI dengan menggunakan paspor Filipina tidak terdaftar di Kemenag alias ilegal.

Saat ini tercatat 693 Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan 269 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang terdaftar di Kemenag. Perusahaan yang menelantarkan jemaah di Filipina tersebut, setelah diidentifikasi ternyata tidak terdaftar sebagai PPIU dan PIHK.

Karena tak memiliki izin, maka pelanggaran yang dilakukan sudah masuk dalam ranah hukum, baik pidana, perdata maupun keimigrasian. Kemenag RI hanya berwenang menertibkan pelanggaran yang dilakukan oleh PPIU dan PIHK sesuai aturan yang berlaku.

Hingga kini Kemenag, sepanjang 2015, telah memberikan sanksi kepada 14 travel nakal.

Kita menantikan berita tim Polri di Filipina, seperti apa hasilnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun