Menurut Mikhail Bakhtin, setiap tindakan verbal memiliki dimensi dialogis yang mencerminkan makna dan konteks sosial (Bakhtin, 1981). Dengan mengabaikan konteks budaya dan religius dalam kebijakan pendidikan, hal ini dapat menambah beban bagi siswa dan guru. Pada akhirnya, ini bisa merugikan proses belajar-mengajar itu sendiri.
Implikasi Sosial dari Keputusan Ini
Andai keputusan yang dibuat adalah tidak mengambil libur di bulan Ramadan, hal ini menunjukkan inkonsistensi dalam pemahaman kebijakan publik.Â
Hal ini juga dapat menciptakan beban emosional dan mental bagi siswa dan guru. Sebagai contoh, seorang siswa yang harus terus belajar tanpa jeda mungkin merasa kelelahan dan stres. Guru yang juga harus terus mengajar tanpa waktu istirahat yang memadai bisa mengalami burnout.
Banyak yang berargumen bahwa kebijakan semacam ini menciptakan beban emosional dan mental bagi siswa dan guru. Tanpa adanya waktu istirahat yang cukup, kualitas pembelajaran dapat menurun.Â
Siswa yang kelelahan mungkin tidak mampu memahami materi pelajaran dengan baik, dan guru yang stres mungkin tidak dapat mengajar dengan efektif.
Miller (2021) mengingatkan bahwa menghargai momen penting dalam budaya masyarakat sangat diperlukan untuk meningkatkan well-being sosial (Miller, 2021).Â
Jadi, dengan tidak memberikan libur selama Ramadan, pemerintah mungkin tidak menghargai kebutuhan spiritual dan budaya masyarakat. Ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan dan protes dari masyarakat yang merasa bahwa kebutuhan mereka tidak dipahami dan dihormati.
Sebaliknya, memberikan libur selama Ramadan, meski dengan intensi menghargai kebutuhan spiritual dan budaya masyarakat, tetapi dengan memelintir "liburan" itu dengan istilah "pembelajaran" dapat mengakibatkan ketidakpuasan dan protes dari kalangan masyarakat yang merasa bahwa kebutuhan mereka tidak dipahami dan dihormati.
Daftar Referensi
Bakhtin, Mikhail. (1981). The Dialogic Imagination: Four Essays. University of Texas Press. URL: https://archive.org/details/dialogicimaginat0000bakh?form=MG0AV3