Mohon tunggu...
Edy Setyanto
Edy Setyanto Mohon Tunggu... -

Buku, cinta, dan asa!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sedikit Kritik untuk Penyelenggara Beasiswa LPDP

24 Januari 2017   07:37 Diperbarui: 30 Juli 2022   00:43 5027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tepat hari selasa bulan Oktober 2016, pada saat itu saya sedang mengikuti salah satu tes di salah satu perusahaan multinasional terbesar yang berkantor di daerah Jakarta Pusat. Sebelum tes FGD dimulai saya berusaha mencairkan suasana dan saling berkenalan dengan beberapa peserta tes. 

Sebagian besar peserta merupakan lulusan dari kampus-kampus elit di Indonesia bahkan beberapa di antaranya ada yang lulusan luar negeri. 

Tepat di samping saya ada seorang lulusan master dari kampus terbaik di Australia dan sebelumnya mengambil S-1 di salah satu perguruan tinggi negeri terbaik di Jakarta. 

Yang membuat saya sangat kagum adalah ternyata dia juga merupakan salah satu awardee salah satu beasiswa dalam negeri yang saat ini sedang booming. Saya pikir dia adalah salah satu manusia paling beruntung di dunia karena memperoleh kesempatan luar biasa untuk melanjutkan studinya ke luar negeri dengan biaya negara. 

Tetapi yang saya tidak habis pikir adalah kenapa seorang yang mendapatkan kesempatan beasiswa dari uang negara justru malah memilih berkarir di perusahaan asing. 

Uang yang berasal dari APBN yang di dapatkan dari iuran pajak seluruh rakyat Indonesia. Alih-alih berkarir di perusahaan asing, alangkah lebih bijak jika ilmunya dibagikan kepada masyarakat yang tidak punya kesempatan mendapatkannya. Atau mengabdi untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang sampai saat ini masih rendah dan tidak merata.

Ketimpangan pendidikan antar wilayah

Dari tahun 2013 sampai dengan 2016 LPDP sudah memberikan kesempatan kepada 18.275 orang. Tujuan beasiswa ini diberikan adalah untuk menciptakan masa depan bangsa yang lebih baik. Misi dari beasiswa ini diprioritaskan untuk anak-anak yang berada di daerah tertinggal seperti Nusa Tenggara, Sumbar, Papua, Maluku, Aceh, dll. 

Ketimpangan kualitas pendidikan antara pulau jawa dengan pulau-pulau di luar jawa menjadi alasan utama mengapa lembaga ini dibuat. Program LPDP diharapkan mampu menciptakan kualitas pendidikan yang merata di setiap daerah. 

Menurut data dari Kemenkeu, dari tahun 2013-2014 hanya sekitar 466 orang yang lolos berasal dari luar pulau Jawa, dari total penerima beasiswa yang berjumlah 4.580 orang. 

Artinya hanya 10% kesempatan yang diberikan program ini untuk peningkatan kualitas pendidikan masyarakat luar pulau Jawa. 

Jika kondisi yang terjadi terus-menerus seperti ini tidaklah heran jika ketimpangan pendidikan antar wilayah terus terjadi antara Jawa dan wilayah di luarnya. 

Sampai saat ini belum ada data atau riset yang tersedia mengenai kontribusi para awardee terhadap peningkatan kualitas pendidikan atau kemana para awardee tersebut berkarya setelah lulus, serta apa dampak positif yang mampu diberikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang merata ditengah kualitas pendidikan anak bangsa yang masih rendah. 

Saya pikir LPDP harus memilki strategi khusus yang fokus terhadap peningkatkan kualitas pendidikan anak bangsa apalagi daerah-daerah terpencil Indonesia. 

Alangkah bijak jika anggaran pendidikan nasional untuk program LPDP lebih diprioritaskan dalam meningkatkan kecerdasan seluruh bangsa dengan menciptakan calon guru sampai dengan calon dosen atau para peneliti yang berkualitas. Para profesi yang langsung bersentuhan dan peduli terhadap anak-anak bangsa menuju kemerataan kualitas pendidikan antar wilayah.

Iuran rakyat untuk kemerataan pendidikan

sebelas.co
sebelas.co
Menurut Dirut LPDP dari tahun 2010-2013 pemerintah telah menggelontorkan dana sekitar Rp 20,6 Triliun untuk membiayai program beasiswa ini. Kemudian pada tahun 2016 sekitar 2,3 triliun dana yang dikeluarkan kemenkeu untuk membiayai program ini. 

Tetapi yang jadi pertanyaan besar adalah apa kontribusi program yang berasal dari dana APBN ini sudah tepat terhadap peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan? 

Dana yang berasal dari APBN in berasal dari pajak yang diperoleh dari seluruh uang rakyat Indonesia. Pajak berasal dari iuran rakyat kepada negara yang sudah diatur dalam undang-undang dan bersifat wajib. 

Tujuan pajak awal mulanya adalah sebagai upeti untuk para penguasa wilayah atau raja-raja. Tetapi di era Demokrasi saat ini, tujuan pajak telah bergeser menjadi sebuah alat untuk menyelenggarakan pemerintahan dan menciptakan pembangunan yang merata di seluruh wilayah. 

Begitu juga dengan pajak negara Indonesia, pajak kita berasal dari iuran rakyat indonesia baik itu dari penghasilan tiap-tiap orang, bumi bangunan, pajak usaha, ataupun pajak yang tertera pada setiap barang yang kita beli. 

Setiap orang yang tinggal di wilayah ini wajib dikenai pajak oleh pemerintah untuk mendanai penyelenggaraan negara baik itu melalui subsidi, pembangunan infrastruktur sampai dengan menggaji para PNS dan para pejabat negara. 

Kesadaran akan pajak ini sangat penting agar setiap orang tau apa yang telah rakyat sumbangkan dan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan uang tersebut. 

Pemerintah sebagai alat yang dipercaya oleh rakyat untuk mengatur distribusi penggunaan pajak sebaiknya lebih bijak dalam penggunaannya. 

Segala anggaran yang dikeluarkan sebaiknya memiliki dampak positif untuk kemajuan negara. Begitu pula dengan anggaran beasiswa LPDP yang diberikan kepada beberapa mahasiswa seharusnya mampu menyelesaikan masalah ketimpangan kualitas pendidikan di tiap-tiap daerah.

Kemerataan pendidikan adalah kunci

Negara yang besar adalah negara yang peduli terhadap kualitas pendidikan anak bangsanya. 

Banyak negara yang maju dimulai dari pembangunan manusianya seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Tiongkok bahkan India. Beberapa negara tersebut benar-benar memiliki fokus yang besar terhadap pembangunan manusia. 

Bahkan sebagian dari mereka hanya memiliki sumber daya alam yang sangat sedikit tetapi dengan kualitas SDM yang sangat baik maka mereka mampu mengatasi masalah-masalah tersebut. Jika berkaca pada Jepang dan Jerman yang memiliki kesamaan sejarah pada saat perang dunia. 

Pasca perang dunia 2 kedua negara tersebut luluh lantah akibat perang. Dan hanya dengan waktu 20 tahun keduanya mampu bangkit dari keterpurukan. 

Jepang dan Jerman adalah bukti dari dua negara yang benar-benar fokus terhadap kualitas SDM. Untuk menciptakan SDM yang berkualitas dibutuhkan pendidikan yang berkualitas mulai dari dasar sampai dengan dewasa. Kualitas pendidikan benar-benar diupayakan dengan merata. 

Berbeda halnya dengan Indonesia, ketimpangan kualitas pendidikan benar-benar terasa di negara ini. Itu terlihat dari ketimpangan kualitas sekolah dasar samapi menengah atas contohnya stigma masyarakat terhadap sekolah unggulan dan sekolah terbelakang. 

Apalagi jika melihat kualitas beberapa kampus negeri plat A yang timpang dengan kampus-kampus negeri plat C. Yang parah lagi sebagian besar kampus negeri plat C tersebut terletak di luar pulau Jawa. 

Ini artinya ketimpangan kualitas pendidikan benar-benar terasa di negara ini yang cenderung bersifat Jawaisme. 

Untuk itu LPDP sebagai lembaga yang fokus mengenai menciptakan dan meningkatan kualitas pendidikan anak bangsa harus lebih mengutamakan calon-calon yang benar-benar peduli dalam peningkatan pendidikan yang berkualitas dan merata. 

Bukan lagi menciptakan para lulusan yang hanya mementingkan perutnya sendiri atau hanya menjadi raja-raja kecil ditengah kebodohan dan kemiskinan bangsanya.

Dari pendidikan, oleh pendidikan dan untuk pendidikan

Menurut BPS indeks pembangunan manusia Indonesa pada tahun 2015 mencapai 0,68 (UNDP). Artinya kualitas manusia di negara ini jika dilihat dari kualitas hidup, pengetahuan dan kesehatan masih tergolong rendah. 

Hal ini dibuktikan dari IPM Indonesia yang berada diperingkat 110 dari 188 negara. Bahkan menurut OECD 2016, literasi matematika, science dan minat baca di Indonesia terbilang sangat rendah yang berada pada peringkat 37 dari 38 negara peserta. 

Jika melihat dari potret data di atas memang sesuai dengan fenomena yang terjadi di negara ini. Kecilnya kesempatan bersekolah menjadi bukti bahwa rendahnya kualitas pendidikan anak-anak bangsa. 

Tidaklah heran jika masih sering melihat pendidikan yang masih terbelakang di daerah-daerah seperti Nusa Tenggara, Papua, Maluku, dll. 

Justru fenomena itu yang membuat wilayah-wilayah tersebut sulit sekali berkembang dengan cepat. Kesempatan sekolah yang rendah ditambah dengan mutu pendidikan yang masih timpang, seharusnya negara mampu mengatasi masalah-masalah seperti ini dengan alokasi anggaran pendidikan dengan tepat. 

LPDP yang merupakan sebuah lembaga yang bertujuan untuk mengatasi masalah ketimpangan pendidikan antar daerah seharusnya lebih konsisten dalam mewujudkan misi tersebut. 

Dana yang berasal dari APBN itu seharusnya mampu mengatasi permaalahan ketimpangan mutu pendidikan di daerah-daerah di luar pulau jawa atau daerah-daerah tertinggal. 

Desentralisasi atau otonomi daerah tidak akan berjalan dengan baik jika permasalahan pendidikan tidak mampu diselesaikan dan rendahnya tingkat pendidikan merupakan akar dari kemiskinan. 

Anggaran yang berasal dari iuran negara sebaiknya mampu mengatasi masalah ketimpangan yang ada di negara ini bukannya justru menciptakan kaum-kaum aristokrat rakus yang bersembunyi dibalik intelektualitasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun