A. SEJARAH MUSEUM ASI MBOJO
Asi Mbojo atau Istana Bima adalah istana peninggalan Kerajaan Bima. Asi Mbojo terletak di Jalan Sultan Ibrahim No 2, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Saat ini, Asi Mbojo menjadi Museum Bima yang merupakan monumen fisik kerajaan Bima. Bangunan ini masih tampak anggun walupun telah melintasi waktu yang cukup panjang. Di masa lalu, bangunan ini bukan semata-mata pusat pemerintahan melainkan juga sebagai sebagai kediaman serta lambang identitas sebuah bangsa. Menurut sejarah, di istana ini, bendera merah putih pertama kali dikibarkan di Bima.
Asi Mbojo dibangun pada abad ke-19. Namun, pada 1927, bangunan dibongkar karena tidak layak lagi digunakan sehingga dibangun bangunan istana yang lebih besar pada 1930. Sebelum pembongkaran istana, ada pembangunan istana kayu, yaitu istana Asi Bou pada 1904. Istana kayu ini sebagai istana pengganti untuk sementara waktu. Sultan yang melaksanakan pembangunan pada kedua istana ini adalah Sultan Ibrahim dan Sultan Muhammad Salahuddin.
Arsitektur Istana Bima Istana Bima adalah bangunan eksotik bergaya Eropa. Perancangnya adalah arsitek kelahiran Kota Ambon yang bernama Rahatta. Ia diundang oleh pemerintah kolonial Belanda ke Bima. Dalam menyelesaikan pembangunan, Rehatta dibantu oleh Bumi Jero Istana hingga selesai pada 1929. Pembangunan istana dapat diselesaikan dalam waktu tiga tahun dan diselesaikan pada saat itu juga. Istana merupakan bangunan permanen lantai dua yang merupakan paduan arsitektur asli Bima dan Belanda. Pembangunan dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat. Biayanya berasal dari anggaran belanja kesultanan.
1. SULTAN ABDUL KHAIR SIRAJUDIN II (1640-1682)
Perjanjian Bungaya adalah perjanjian perdamaian yang ditandatangani pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya antara Kesultanan Gowa yang diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan pihak VOC yang diwakili oleh Laksamana Cornelis Speelman. Meski disebut perjanjian perdamaian, isi sebenarnya adalah deklarasi kekalahan Gowa dari VOC (Kompeni), serta pengesahan monopoli oleh VOC untuk perdagangan sejumlah barang di pelabuhan Makassar (yang dikuasai Gowa).
ISI PERJANJIAN BONGAYA SEBAGAI BERIKUT :
1. Seluruh pejabat dan rakyat Kompeni berkebangsaan Eropa yang baru-baru ini atau pada masa lalu melarikan diri dan masih tinggal di sekitar Makassar harus segera dikirim kepada Laksamana Cornelis Speelman ( Gubernur jendral hindia belanda )
2. Seluruh alat-alat, meriam, uang, dan barang-barang yang masih tersisa, yang diambil dari kapal Walvisch di Selayar dan Leeuwin di Don Duango, harus diserahkan kepada Kompeni.
3. Mereka yang terbukti bersalah atas pembunuhan orang Belanda di berbagai tempat harus diadili segera oleh Perwakilan Belanda dan mendapat hukuman setimpal.
4. Raja dan bangsawan Makassar harus membayar ganti rugi dan seluruh utang pada Kompeni, paling lambat musim berikut.
5. seluruh keinginannya menguasai kepulauan Selayar dan Pansiano (Muna), seluruh pantai timur Sulawesi dari Manado ke Pansiano, Banggai, dan Kepulauan Gapi dan tempat lainnya di pantai yang sama, dan negeri- negeri Mandar dan Manado, yang dulunya adalah milik raja Ternate.
6. dan Dewan Hindia. Jika perjanjian ini disetujui, Gubernur-Jendral dapat menahan dua pangeran penting sebagai sandera selama yang dia inginkan.
7. Lebih jauh tentang pasal 6, orang Inggris dan seluruh barang-barangnya yang ada di Makassar harus dibawa ke Batavia.
8. Lebih jauh tentang pasal 15, jika Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu tidak ditemukan hidup atau mati dalam sepuluh hari, maka putra dari kedua penguasa harus ditahan.
9. Pemerintah Gowa harus membayar ganti rugi sebesar
250.000 rijksdaalders dalam lima musim berturut-turut, baik dalam bentuk meriam, barang, emas, perak ataupun permata
kesultanan Bima, Sultan Ismail wafat pada tanggal 4 juni 1854 dan di makam kan di kompleks Mesjid Sultan Muhammad Salahudin Kota Bima.
Sultan Nuruddin Abubakar Ali Syah ( Sultan Bima lll, 162-1687 M )
Nuruddin adalah putera Sultan Abdul Khair Sirajuddin, lahir pada tanggal 29 zulhijah 1061 H bertepatan dengan tanggal 15 desember 1651 di Bima. Sultan Nuruddin menciptakan payung kebesaran Kesultanan Bima yang dikenal dengan Paju Monca. Beliau membantu perang Trunojoyo, ditawan Belanda di Batavia Jakarta. Mendirikan perkampungan Tambora di Jakarta Barat dan sebuah masjid berarsitektur Bima bersama sisa pasukannyaNoorduyn, Makassar And The Islamization Of Bima). Dr.Peter Carey (1986 :25). Sultan Nuruddin membawa serta gurunya Syekh Umar Al Bamahsum ada yang dikenal dengan “Sehe Banta”. Nuruddin wafat pada 13 ramadhan 1099 H bertepatan dengan 23 juli 1687ndan dimakamkan di ToloBali berdampingan dengan Sehe Banta. Beliau diberi gelar Ruma Ma Wa’a Paju (Tuanku Pembawa Payung Kerajaan)
Sultan Jamaluddin Inayat Syah ( Sultan Bima lV, 1687-1696 M )
Jamaluddin lahir pada tahun 1973. Menurut Lontara Gowa dan Tallo serta Naskah Bo. Sultan Jamaluddin menolak bekerja sama dengan Belanda. Dihadapan pemimpin VOC, Jamaluddin mengeluarkan keris terhunus.
“Bima adalah urusanku, buku urusan Belanda”
Belanda membuat jebakan dengan menuduh membunuh bibinya permaisuri Sultan Dompu Abdul Rasul pada saat Sultan Jamaluddin mengunjungi kesultanan Dompu tahun 1693. Sultan Jamaluddin diadili dan ditawan selama dua tahun di Benteng Fort Rotterdam Makassar, kemudian ditahan di Batavia tahun 1695. Dia meninggal di penjara Batavia pada tanggal 6 juli 1969 dan dimakamkan di Tanjung Periok, penjara itu sekarang menjadi Museum Kota tua Jakarta. Tiga tahun kemudian kabar kematian Jamaluddin diketahui oleh istana Bima, kerangka jenazahnya dibawa kembali ke Bima dan dimakamkan di samping makam ayah dan kakeknya Abdul Khair Sirajuddin di pemakaman tolo Bali Bima. Sultan Jamaluddin dibri gelar Ma Wa’a Romo atau yang fasih berbicara.
Sultan Hasanuddin Muhammad Syah ( Sultan Bima V, 1696-1731 M )
Sultan Hasanuddin lahir di Bima pada tanggal 22 zulhijah 1100 H ( 7 september 1689 ). Selama masa pemerintahannya Sultan Hasanuddin telah mampu mewujudkan cita-cita mempertahankan kemerdekaan rakyat dan negrinya ,bima tetap berperan sebagai pusat perdagangan bebas dan penyiaran agama islam di wilayah nusantara timur, selain tetap berperan sebagai sultan yang menantang belanda, hasanudin juga telah berhasil mengadakan pembaruhuan pada struktur dan organisasi pemerintah, di bidang agama ia telah berhasil menyebarluaskan syair islam di daerah-daerah taklukannya.
pendekatan seni budaya, hasanuddin wafat pada tanggal 23 januari 1731 M, Jenazahnya di makam kan di dana Taraha sebelah Timur makam Sultan bima Ke-16 H. Ferry zulkarnain, ST. Setelah wafat diberi gelar Ma Wa`a bou (pembawa pembaharuan ).
6. Sultan Alauddin Muhammad Syah ( Sultan Bima Vl, 1731-1748 M )
Sultan Alauddin lahir di Bima pada tahun 1121 H atau tahun 1707 M, pada masa pemerintahannya mushaf al-quraan La Lino ditulis, warisan dari abad 18 M itu menjadi koleksi museum Baitul Quràn Taman mini Indonesia indah Jakarta la lino di tulis oleh syekh Subuh, seorang imam mesjid Kesultanan Bima Sekaligus guru dari Sultan Alauddin ,sultan Alauddin meletakan jabatan, menikah dengan gadis daha dan bermukim di daha Dompu. Menurut BO Sangaji Kai Alauddin wafat pada 27 Mei 1748 dan di makamkan di daha dompu,beliau di beri gelar manuru daha (Sultan yang tinggal dan wafat di daha)
7. Sultan Komalasyah ( Sultanah Bima, Vll 1748-1751 M )
Sulatanah Komalasyah lahir di Bima pada tanggal 27 April 1728 M. Nama diri atau nama sebenarnya adalah( kumala ) tetapi karena memegang jabatan sebagai ( Bumi Pertiga ) maka populer dengan panggilan ( Kumala Bumi pertiga ) Komalasyah adalah putri dari Sultan Alauddin Dengan permaisurynya Karaeng Tana Sanga Mamuncaragi.Setelah dewasa menikah dengan Abdul Kudus Sultan Makasar dan Di karuniai anak bernama Usman atau amas madina. Komalasyah mengambil alih kekuasaan ketika Abdul qadim yang di lantik majelis hadat masih kecil dan diwaliakan oleh perdana mentri abdul Ali. Komalasyah tidak senang dengan krprmimpinan Abdul Ali yang di nilainya berkerja sama dengan Belanda. Pada tanggal 28 Juni 1751 Belanda berhasil menawan Komalasyah bersama anaknya Amas Madina ( Batara Gowa ll ) dan di buang ke batavia kemudian di buang ke ceytan Sri lanka, Komalasyah Meninggal di pengasingan pada tahun 1753
8. Sultan Abdul Qadim ( Sultan Bima Vlll, 1751-1773 M )
Sultan Abdul Qadim lahir di bima pada tanggal 18 Muharam 1149 H tahun 1729 M pada tanggal 29 juni 1751 kakaya komalasyah lalu di berhentikan ( Afgejel ) dari sultanah, (Abdul Tayib, BA : 221) Terhitung sejak tahun 1751 , Sultan Abdul Qadim secara efektif kembali memimpin kesultanan Bima hingga tahun 1773, dimasa pemerintahannya Abdul Qadim membuat undang-undang bandar bima sehingga bima tampil sebagai pusat perdagangan di Nusantara timur, Abdul Qadim juga mendirikan Mesjid kesultanan Bima pada tahun 1737 M, yang kini di beri nama mesjid Sultan Muhammad Salahudin . Abdul Qadim Wafat Pada tanggal 31 agustus 1773 M, dan di makamkan di kompleks pemakaman kesultanan bima di sebelah barat mesjid Sultan Muhammad Salahuddin Kota Bima Abdul Qadim di beri gelar ma waà taho ( Berperangai Baik ).
9. Sultan Abdul Hamid Muhammad Syah ( Sultan Bima lX, 1773-1817 M )
Sultan Abdul Hamid adalah putera dari sultan Abdul Qadim, Lahir di Bima pada tahun1176 H ( lebih kurang tahun 1762 M ), selasa 22 Dzulkaidah 1203 Hijriah atau bertepatan dengan 15 Agustus 1789 Abdul Hamid mengeluarkan dekrit penetapan lambang Kesultan bima yaitu Garuda berkepala dua yang menoleh ke kiri dan ke kanan sebagai lambang kessetaraan hukum adat dan hukum islam, garuda berkepala dua dengan sejumlah falsafah dan cita- cita hidup di dalamnya adalah karya terbaik dalam sejarah Bima, jika dua kepala burung garuda melambangkan hukum adat dan hukum islam, maka seluruh tubuh burung garuda melambangkan Sultan yang menerbangkan burung garuda ke pantai impian yaitu baidatun Toiyibatun warabbun gofur, Sultan Abdul Hamid wafat pada tanggal 14 juli 1817 M di kebumikan di kompleks makam di sebelah barat mesjid Sultan Muhammad Salahudin kota Bima, setelah wafat di beri gelar ( Mantau asi saninu ) atau yang memiliki istana cermin lukissan asi saninu di buat oleh A.A. j. Bijk pelukin belanda pada tahun1821.
10. Sultan Ismail Muhammad Syah ( Sultan Bima X, 1817-1854 M )
Sultan Ismail adalah sultan Bima ke-10 putera dari sultan Abdul Hamid, Sultan Ismail lahir di Bima Pada tanggal 1 zulhijah 1211 H ( lebih kurang tahun 1795 M ) Sultan Ismail melakukan perbaikan ekonimi pasca letusan gunung tambora 1815, sawah-sawah baru di cetak , menetapkan ruhuhu (ladang pengembalaan ternak) terlantar menjadi tempat pengembalaan ternak membuat tambak-tambak dan empang termasuk yang di kenal dengan (sarata) Sultan Ismail menyempurnakan angkatan bersenjata dengan memperkuat armada laut yang di beri nama (pabise) untuk mengamankan Bima dari serangan bajak laut ( Pabelo ), Sultan Ismail membentuk pasukan khusus yang di sebut dengan (suba ngaji) ,sultan Ismail di beri gelar Ma Waà alus ( Berperang Halus ) Sultan Ismail juga di beri gelar mantau dana sigi (pemilik tanah mejid ) atas jasa dan pengabdiannya dalam pembangunan musholah dan mesjid di seluruh kesultanan Bima, Sultan Ismail wafat pada tanggal 4 juni 1854 dan di makam kan di kompleks Mesjid Sultan Muhammad Salahudin Kota Bima.
11. Sultan Abdullah ( Sultan Bima Xl, 1854-1868 M )
Sultan Abdullah adalah putera Sultan Ismail,Lahir di Bima pada tahun 1274 H ( Tahun 1827 M ). Kejayaan armada laut pabise harus berhenti pada masa pemerintahan Sultan Abdullah , pada saat itu belanda melakukan intimidasi di laut, Belanda menuding pejuan makasar, bugis, ternate dan tidore,yang di anggap sebagai bajaak laut ,suasana di laut semakin tegang, Armada laut bima mengalami kesulitan konsolidasi, Akhirnya wajir Muhammad yacub membubarkan armada laut pabise agar tidak di peralat oleh Belanda, Bukti kejayaan armada laut pabise adalah tiang kasi pahu yang masi berdiri tegak di depan museum asi Mbojo saat ini, Sultan Abdullah Wafat pada 10 agustus 1868 dan di makamkan di kompleks pemakaman sebelah barat mesjid Sultan Muhammad Salahudin Bima, Sultan Abdullah di beri gelar ma waà adil ( yang membawa keadilan ).
12. Sultan Abdul Aziz ( Sultan Bima Xll, 1868-1881 M )
Abdul Aziz adalah putera sulung sultan Abdullah, lahir di Bima pada tahun1860 di Bima. Pada masa ini, hubungan Bima dengan Belanda seperti Api dalam sekam. Belanda terus berusaha memaksa Sultan Abdul Aziz menandatangani perjanjian dan kontrak. Hal ini menimbulkan pro dan kontra dikalangan majelis adat dan pejabat kerajaan. Ada yang setuu dan ada juga yang tidak setuju. Setelah memegang tampuk pemerintahan kurang lebih 13 tahun. Abdul Aziz mangkat tanpa menderita penyakit pada tanggal 30 juni 1881 M. Jenazahnya dikebumikan di halaman sebelah barat Masjid Sultan Muhammad Salahuddin kota Bima. Sesuai dengan statusnya yang masih membujang maka oleh rakyat diberi gelar “Ruma Ma Wa’a Sampela” (Sultan yang wafat dalam keadaan bujang).
13. Sultan ibrahim ( sultan Bima Xlll, 1881-1915 M )
Sultan Ibrahim adalah Sultan Bima ke-13 di lahirkan di bima pada tahun 1862 M pada tahun 1905 belanda memaksa Sultan Ibrahim menyerahkan tanah mangarai ,tahun 1906 belanda memaksa Sultan Ibrahim pergi ke batavia untuk menandatangani longe kontrak atau kontrak politik panjang, timbul lah perang rakyat seperti perang ngali, ( 1908-1909 ), perang Kala ( 1908), Perang rasa nggaro (1910), perang dena ( 1910 ), perang rakyat bisa di padamkan meski kelompok-kelompok ma ka losa weki masi tetap ada, Sultan Ibrahim mendirikan lagi sara hukum dengan nama majelis syariàh sebagai lembaga pendidikan dan dakwah, sultan ibrahim juga mendirikan rumah waqaf di makah dengan biaya 3.500 ringgit untuk menampung jamaah haji asal bima, Sultan Ibrahim juga mempunyai jasa besar dalam upaya penyelamatan binatang langka komodo, Sultan Ibrahim wafat pada tanggal 6 Desember 1915 di makamkan di kompleks pemakaman kesultanan Bima di Sebelah barat mesjid Sultan Muhammad Salahuddin setelah wafat di beri gelar ma taho parange ( yang berperangai baik ).
berkeinginan untuk menarik pajak hasil bumi rakyat Bima. Dengan adanya aturan seperti itu membuat masyarakat Ngali kecewa sehingga terjadinya mobilisasi massa besar-besaran dari kampung-kekampung untuk memberikan perlawana kepada “Dou Kafir” (orang kafir) dan takbir di mesjid raya Ngali. Pada tahun 1905 sultan Bima mengadakan perjanjian dengan pemerintah kolonila Belanda. Pada tahun 1886-1915 sampai akhir pemerintahan sultan Ibrahim, peristiwa juga terjadi serupa di tempat-tempat lain. Sultan Ibrahim berada dalam posisi serba sulit karena sultan sadar bahwa apa yang dilakukan oleh para bangsawan, ulama dan tokoh rakyat bersama masyarakat adalah suatu perjuangan, tetapi sultan Ibrahim tetap mendukung apa yang dilakukan oleh masyarakat Bima walaupun posisinya serba sulit. Sultan Ibrahim mengadakan pertemuan di Palibelo dengan Galarang yang terdapat di kenjeneliat kesultanan Bima, berdasarkan hasil peretemuan tersebut, maka mereka membulatkan tekad untuk sama-sama memberikan perlawanan kepada pemerintah kolonial Belanda. Sebelum memberikan perlawan maka Galarang Salasa Ompu Kapa’a, ulama, pemuka masyarakat dan golongan bangsawan melakukan peretemuan kembali dengan masyarakat yang bertepatan di mesjid raya desa Ngali. Pertemuan ini membicarakan berbagai strategis dan konsekwensi yang harus diambil masyarakat pada saat melakukan perlawanan, untuk menghadapi kekuatan Belanda yang mungkin akan menyerang mereka dari utara dan barat. Tokoh-tokoh tersebut melakukan penggalangan kekuatan massa diberbagai desa sehingga terkumpulah beribu-ribu orang yang siap melawan Belanda Massa tersebut bukan saja berasal dari desa Ngali tetapi dari desa-desa lain dalam Kejenelian Belo, antara lain dari desa Renda, Roi, Roka, Ncera dan Lido. Pada waktu itu, salah satu tokoh perang Ngali adalah Abbas Daeng Manasa, yang berperan sebagai panglima perang dan dibantu oleh para ulama-ulama yang tidak mau tunduk kepada pemerintah kolonial Belanda. Para ulama menyerukan kepada masyarakt agar serentak memberikan perlawanan kepada “Dou Kafir” (orang kafir). Menurut mereka orang Islam haram tunduk kepada orang kafir. Sedangkan dalam buku Sunda kecil dengan jelas menguraikan perang Ngali bahwa rakyat menganggap “haram” menerima dan tunduk di bawah perintah orang kafir. Dalam tahun ini timbullah pemberontakan di daerah kesultanan Bima dibawah pimpinan seorang keturunan bangsawan. Pemberontakan ini dikenal dengan nama “Perang Ngali”.
pelopor itu bernama Abbas, putra Abubakar Daeng Manasa, lahir dan diam di kampung Nata distrik Belo. Massa mulai berbondong-bondong datang dan berkumpul di mesjid Raya Ngali, maka para ulama dan pimpinan perang memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa perang melawan “Dou Kafir” (orang kafir) apalagi penajahan kolonial Belanda hukumnya wajib dalam ajaran Islam. Bila melalui Jihad Fii Sabilillah. Para tokoh-tokoh perang Ngali di atas bersama-sama memimpin massa untuk melakukan takbir dan tahlil menegelilingi kampung sebagai tanda dimulainya perang melawan pemerintah kolonial Belanda. Selama tiga hari tiga malam mereka mengadakan takbir keliling Di perkampungan sebagai tanda dimulainya perang melawan pemerintah kolonial Belanda Takbir dan tahlil inilah mereka gunakan membangkitkan semangat masyarakat dengan semboyan menerima Belanda berarti dijajah, dijajah Belanda berarti kafir, berperang dengan kafir berarti sabil. Mereka semua bertekad untuk mati syahid di jalan Allah. Setelah sultan Ibrahim mendengar informasi bahwa pemerintah kolonial Belanda akan menyerang mereka. Maka sultan Ibrahim langsung mengirim utusan untuk menyampaikan berita kepada masyarakat Ngali bahwa dalam waktu dekat pemerintah kolonial Belanda akan menyerang. Mendengar berita tersebut, maka masyarakat bersiap-siap menunggu serangan dari pasukan kolonial Belanda. Pada saat itu massa di Ngali tengah mempersenjatai dirinya dengan senjata tradisional seperti tombak, keris, pedang, dan benda tajam lainnya serta ada beberapa pucuk senjata sederhana lainnya.Seiring dengan perkembangan dan persiapan perang di Ngali, pemerintah kolonial Belanda menghasut dan merealisasikan politik adu domba di kesultanan Bima dengan membentuk pasukan pasukan kerajaan yang akan menghukum masyarakat Ngali karena mereka sudah berani melawan sultan Ibrahim. Pasukan tersebut dibentuk dengan dalih menegakkan wibawa sultan sebagai pemimpin yang ada di kesultanan Bima Walaupun tujuan akhirnya untuk kepentingan pemerintah Belanda karena melalui mereka Belanda dapat mengetahui besarnya kekuatan masyarakat Ngali. Perang Ngali telah berakhir karena perlawanan masyarakat Ngali dapat dipatahkan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan tipu muslihat dan siasat kotor yaitu dengan memperalat sultan Ibrahim. Sehingga impian pemerintah kolonial Belanda yang dituangkan dalam perjanjian Lange Contract (kontrak panja) bisa mulai direalisasikan di kesultanan Bima dengan kemenangan tersebut, pemerintahan kolonial Belanda.
sangat bahagia terutama Gubernur Jenderalnya di Batavia yang menerima berita kemenangan tersebut, bahwa pada tanggal 20 Januari 1909 kesultanan Bima telah ditaklukkan. Pada tanggal 21 Januari 1909 pihak Belanda merayakan kemenangan tersebut dengan meletuskan meriam 25 kali. Kemenangan tersebut menjadi sebuah kemenangan yang sangat menguntungkan pihak Belanda Setelah perang Ngali berakhir, maka para pemimpin perang Ngali yang ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda pada saat perang akan di bawa dihadapan sultan. Dan akan diberikan hukuman masing-masing membayar denda sebanyak 70 ekor kerbau jantan. Jika dilihat dari aturan yang berlaku di dalam kesultanan Bima, bila ada seseorang yang melakukan pembangkangan terhadap pemerintah akan dihukum mati atau hukuman buang seumur hidup. Dalam kenyataannya ketentuan hukum tersebut tidak diberlakukan terhadap para tokoh yang terlibat dalam perang melawan Belanda. Sultan menganggap bahwa perlawanan masyarakat Ngali bukan melawan kesultanan Bima, tetapi melawan pemerintah kolonial Belanda Perlawanan masyarakat Ngali tetap memberikan beban kepada masyarakat yaitu pajak dan kerja rodi. Selain itu, dikeluarkan juga keputusan bahwa tokoh perang Ngali tidak diperkenankan tinggal di perkampungan perkampungan lagi, untuk mencegah terjadi perlawanan yang serupa di kemudian hari. Mereka ini harus tinggal disekeliling sultan.
14. Sultan Muhammad Salahuddin ( Sultan Bima XlV, 1915-1951 M )
Salahudin Membangun pendidikan modern HIS di raba tahun 1921, mendukung organisasi pergerakan dan politik di bima, sekolah sekolah agama di dirikan berbarengan dengan sekolah sekolah umu pada tahun 1934 bernama darul ulum bima, Para guru di datangkan dari jawa dan sumatra ,beasiswa di berikan kepada putra dan putri terbaik di setiap daerah dan mendirikan asrama bima di kota kota besar di seluruh indonesia, Sultan Muhammad Salahudin juga menyunting kitab ( nurul mubin) di cetak penerbit syamsiah solo dan di cetak kedua klinya terbit pada tahun 1942, Sultan Muhammad Salahudin wafat di jakarta pada tanggal 11 Juli 1951, Jenajahnya di bungkus kain merah putih dan di sembayangkan di gedung proklamasi atas permintaan bung karno,atas permintaan keluarga di makamkan di pemakaman karet di jakarta, Sultan Muhammad Salahudin di beri gelar Ma kakidi agama ( yang menegakan agama ) beliau juga di juliki mambora di jakartaa ( mengkat di jakarta).
Sultan Abdul Kahir ll ( Sultan Bima XV, 1995-2001 )
Abdul Kahir II adalah putera dari Sultan Muhammad Salahuddin. Lahir di Bima pada 24 Oktober 1952. Masa Abdul Kahir II adalah masa transisi dimana kesultanan Bima berubah menjadi bagian NKRI sejak maklumat 22
Nopember 1945 dan wafatnya sultan Muhammad salahuddin pada tahun 1951. Abdul Kahir II pernah menjadi Komandan Peta, komandan TKR dan BKR. Abdul Kahir II pernah menjadi Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bima, kemudian memegang jabatan kepala Biro Pemerintahan Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat dan mengabdi di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) jakarta. Abdul Kahir II juga pernah menjadi anggota DPRD Bima, kemudian menjadi anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat dan yang terakhir dipercayakan oleh rakyat Nusa tenggara Barat untuk menjadi anggota DPR RI. Sultan Abdul Kahir II wafat pada 4 mei 2001 dan dimakamkan di Dana Taraha. Setelah wafat diberi gelar Ma Wa’a Busi Ro Mawo (pembawa dingin dan kesejukan).
16. Sultan H. Ferry Zulkarnain, ST ( Sultan Bima XVl, 4 juli – 23 desember.
Ferry Zulkarnain lahir di Jakarta pada tanggal 1 Oktober 1964, putera pertama dari Sultan Abdul Kahir II dan permaisuri HJ. Retno Murti Zubaidah. Masuk di pentas politik lewat partai Golongan Karya. Pada pemili tahun 1997, Ferry menjadi anggota DPRD Kabupaten Bima hingga tahun 1999. Karena era reformasi, dilaksanakan lagi pemilihan umum pada tahun 1999. Beliau menjadi wakil ketua DPRD kabupaten Bima hingga tahun 2003. Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang pembentukan Kota Bima, beliau dan para wakil rakyat dari pemilihan Rasanae hijrah menjadi keanggotaan DPRD kota Bima dan ketua DPRD kota Bima. Ferry menjadi Bupati Bima berpasangan dengan Drs. H. Usman, AK masa Bhakti 2005-2010. Periode kedua bersama Drs. H. Syafruddin M. Nur, M.Pd dari tahun 2010-2013. Ferry Zulkarnain dinobatkan sebagai Jena Teke Kesultanan Bima pada tahun 2002 di tuha ra lanti (penobatan) menjadi sultan Bima ke-16 pada 4 juli 2013. Ferry Zulkarnain wafat pada tanggal 26 Desember 2013 dan dimakamkan di Dana taraha.
Sultan Muhammad Putera Ferryandi, S.Ip ( Jena Teke ke XVll ).
Muhammad Putera Ferryandi, S.Ip adalah putera pertama dari Sultan Bima XVI H. Ferry zulkarnain, ST dengan permaisuru Hj. Indah Dhamayanti Puteri, SE. Yandi lahir 12 desember 1995. Yandi adalah alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pajajaran Bandung. Muhammad Putera Ferryandi dituha ro lanti (dinobatkan dan dilantik) menjadi Jena Teke (Putera Mahkota) ke-17 pada hari minggu, 18 september 2016 melalui keputusan Tim Sembilan Majelis Ada Kesultanan Bima Sara Dana Mbojo Nomor 01/Ncuhi/VII/2016. Setelah selesai kuliah, Yandi terjun ke dunia politik, Yandi berkiprah di Partai Golongan Karya dan ikut menjadi Calon Legislatif tahun 2019-2024. Yandi terpilih dengan suara terbanyak dan menjadi ketua DPRD Kabupaten Bima Periode 2019-2024.
KESIMPULAN
1.
Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Khair l beliau berhasil di kenal sebagai peletak dasar agama islam di bima dan menjadikan kerajaan bima sebagai kerajaan islam atau kerajaan yang bercorak islam. Sultan Abdul Kahir I juga berhasil mendirikan Masjid pertama dan tertua yang ada di Bima yang dikenal dengan masjid Kamina di desa Kalodu Kecamatan Langgudu
2. Sultan Nuruddin Abubakar Ali Syah
Pada masa pemerintahan Sultan Nuruddin Beliau pernah membantu perang Trunojoyo,perang ini merupakan perang pemberontakan yang di lakukan oleh aliansi trunojoyo, bersama pasukan trunojoyo, pasukan madura,makasar dan surabaya terhadap kekuasaan mataram yang di pimpin amangkurat l ( Raja mataram keempat ), beliau juga berhasil Mendirikan perkampungan Tambora di Jakarta Barat dan sebuah masjid berarsitektur Bima
tulisan ini merupakan hasil Kajian dan Observasi atas Nama Rizki Maulana dan Aisyah Kurniawati yang telah dilakukan selama 1 Minggu di Museum ASI Mbojo. yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Mata Kuliah KKL Semester 2 Program studi Pendidikan Sejarah STKIP Taman Siswa Bima.
Ucapan Terima kasih kami sampaiakan kepada Ketua Prodi Pendidikan Sejarah, Bapak Syahbudin, M.Pd dan Bapak A. Gaffar Hidayat, M. Pd. serta Bapak Edy Suparjan, M.Pd selaku Dosen pengampu Mata Kuliah KKL.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H