A. SEJARAH MUSEUM ASI MBOJOÂ
Asi Mbojo atau Istana Bima adalah istana peninggalan Kerajaan Bima. Asi Mbojo terletak di Jalan Sultan Ibrahim No 2, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat. Saat ini, Asi Mbojo menjadi Museum Bima yang merupakan monumen fisik kerajaan Bima. Bangunan ini masih tampak anggun walupun telah melintasi waktu yang cukup panjang. Di masa lalu, bangunan ini bukan semata-mata pusat pemerintahan melainkan juga sebagai sebagai kediaman serta lambang identitas sebuah bangsa. Menurut sejarah, di istana ini, bendera merah putih pertama kali dikibarkan di Bima.
Asi Mbojo dibangun pada abad ke-19. Namun, pada 1927, bangunan dibongkar karena tidak layak lagi digunakan sehingga dibangun bangunan istana yang lebih besar pada 1930. Sebelum pembongkaran istana, ada pembangunan istana kayu, yaitu istana Asi Bou pada 1904. Istana kayu ini sebagai istana pengganti untuk sementara waktu. Sultan yang melaksanakan pembangunan pada kedua istana ini adalah Sultan Ibrahim  dan Sultan Muhammad Salahuddin.
Arsitektur Istana Bima Istana Bima adalah bangunan eksotik bergaya Eropa. Perancangnya adalah arsitek kelahiran Kota Ambon yang bernama Rahatta. Ia diundang oleh pemerintah kolonial Belanda ke Bima. Dalam menyelesaikan pembangunan, Rehatta dibantu oleh Bumi Jero Istana hingga selesai pada 1929. Pembangunan istana dapat diselesaikan dalam waktu tiga tahun dan diselesaikan pada saat itu juga. Istana merupakan bangunan permanen lantai dua yang merupakan paduan arsitektur asli Bima dan  Belanda. Pembangunan dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat. Biayanya berasal dari anggaran belanja kesultanan.
1. SULTAN ABDUL KHAIR SIRAJUDIN II (1640-1682)
Perjanjian    Bungaya adalah    perjanjian    perdamaian    yang ditandatangani pada tanggal 18 November 1667 di Bungaya antara Kesultanan Gowa yang diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan pihak VOC yang diwakili oleh Laksamana Cornelis Speelman. Meski disebut perjanjian perdamaian, isi sebenarnya  adalah  deklarasi  kekalahan  Gowa  dari VOC (Kompeni),  serta pengesahan monopoli oleh  VOC  untuk  perdagangan  sejumlah  barang  di pelabuhan Makassar (yang dikuasai Gowa).
ISI PERJANJIAN BONGAYA SEBAGAI BERIKUT :Â
1. Seluruh pejabat dan rakyat Kompeni berkebangsaan Eropa yang baru-baru ini      atau  pada  masa  lalu  melarikan  diri  dan  masih  tinggal  di sekitar Makassar harus  segera  dikirim  kepada  Laksamana  Cornelis Speelman ( Gubernur jendral hindia belanda )
2. Â Seluruh alat-alat, meriam, uang, dan barang-barang yang masih tersisa, yang diambil dari kapal Walvisch di Selayar dan Leeuwin di Don Duango, harus diserahkan kepada Kompeni.
3. Â Mereka yang terbukti bersalah atas pembunuhan orang Belanda di berbagai tempat harus diadili segera oleh Perwakilan Belanda dan mendapat hukuman setimpal.
4. Â Raja dan bangsawan Makassar harus membayar ganti rugi dan seluruh utang pada Kompeni, paling lambat musim berikut.