Sekadar info saja, pada bulan kedua mereka langsung menunggak membayar listrik karena memang rakyat di sana teramat miskin. Di sisi lain, PLN tidak boleh memutus aliran listrik, selamanya. Ya, selamanya demi citra moncer rezim di mata rakyatnya.
Dipaksa jadi pengemis
Luhut dan orang-orang 'keren' itu boleh saja berdalih, ada mekanisme guna menutup tambahan beban biaya PLN. Konon, Pemerintah bakal menaikkan subsidi kepada PLN. Uangnya bersumber dari iuran pengusaha batubara yang dikutip US$2-US$3/mt dari ekspor mereka. Fulus ini akan dikelola oleh suatu badan yang kelak akan dibentuk.
Bukankah cara ini sama saja dengan memakasa PLN jadi pengemis yang berharap pada belas kasihan Pemerintah dan badan yang bakal dibentuk? Lagi pula, tambahan subsidi dari iuran itu dipastikan tidak akan cukup menutup beban biaya PLN. Tambahan beban PLN akibat pembatalan DMO diperkirakan mencapai US$3,68 miliar. Sedangkan iuran yang terkumpul hanya US$1,06 miliar, alias masih kurang  US$2,62 miliar.
Luhut, Archandra (entah bagaimana dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan), dan kawan-kawannya itu harusnya juga paham betul, bahwa perlu waktu untuk mengumpulkan iuran tadi. Apalagi badannya saja belum dibentuk. So, pasti ada time lag yang panjang untuk itu. Di sisi lain, berbagai beban PLN itu tidak bisa ditunda, hanya dengan alasan menunggu datangnya sumbangan terebut.
Absurd luar biasa
Tidak bisa tidak, otak waras rakyat dan siapa pun yang nuraninya masih hidup akan berpikir benar-benar telah terjadi permufakatan jahat oleh penguasa dan pengusaha untuk membunuh PLN. Pertemuan Jumat di Istana itu juga sebuah peristiwa absurd luar biasa.Â
Bagaimana mungkin pertemuan sepenting itu, yang bakal menentukan hidup-matinya PLN, namun produsen setrum pelat merah itu sendiri tidak diundang. Tidak diajak bicara. Tidak ditanya pendapat dan sarannya? Sebaliknya, rapat justru menghadirkan pengusaha batubara yang diwakili Boy Tohir.
Kehadiran Boy dan tidak diundangnya PLN pada rapat tersebut, patut diduga menjadi konfirmasi betapa dahsyatnya lobi-lobi pengusaha batubara kepada para pejabat kita. Â Silakan, siapa di antara kalian peserta rapat yang bisa menampik dugaan tersebut. Syaratnya, penjelasannya harus logis dan masuk nalar sehat.
Siapa pun tahu, Luhut adalah jenderal yang juga pengusaha. Bisnisnya merambah banyak bidang, termasuk tambang batubara. Dengan fakta seperti ini, tidak heran bila Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menduga wacana tersebut secara personal merupakan bentuk conflict of interest seorang Menko Maritim.
Pada titik ini, sungguh benar-benar diperlukan kemampuan ekstra untuk memahami nalar Pemerintah dalam menelurkan kebijakan. Sayangnya, seringkali rakyat tetap saja tidak mampu menangkap apa sejatinya karep Pemerintah dengan peraturan yang diterbitkan.