Perang makin kencang, manakala secara terbuka RR tiba-tiba saja menantang JK untuk berdebat di depan publik soal listrik 35.000 MW. Banyak kalangan menilai RR telah bertindak tidak etis. Mosok atasan dilawan dan ditantang debat terbuka.
“Sesuai konstitusi, atasan menteri adalah Presiden. Sebagai menteri, saya hanya melapor dan bertanggungjawab kepada Presiden. Titik,” kilahnya enteng menanggapi hujatan bertubi-tubi seputar tantangannya kepada JK.
Beberapa hari terakhir, ternyata RR terbukti benar. Proyek listrik 35.000 MW dianggap tidak masuk akal. Pemerintah mengakui proyek ini berjalan lambat, bahkan bisa dikatakan gagal. Belakangan, kabarnya, JK mulai menjadikan Direksi PLN sebagai kambing hitam kegagalan proyek tersebut. Targetnya, mereka akan digusur dan digantikan oleh orang-orang yang mau bersikap ‘manis’. Ehem...
Nah, kembali ke soal penugasan khususnya di CPO tadi. Saat dipanggil ke Istana sore itu, publik berspekulasi bahwa RR bakal disemprot habis-habisan oleh Presiden. Maklum, pemberitaan media memang disesaki berita seolah-olah Jokowi tidak happy dengan kelakuan Menkonya yang satu ini.
“Jangankan orang lain, saya sendiri tadinya mengira akan dimarahi Presiden karena soal listrik 35.000 MW. Eh, ternyata tidak, tuh. Presiden malah memerintahkan saya untuk segera ke Malaysia menemui PM Najib untuk membahas soal CPO. Dari sisi substansi, CPO jelas bukan area Kemenko-an yang saya pimpin. Tapi ini perintah Presiden. Sebagai menteri, sudah tugas saya untuk melaksanakannya sebaik mungkin,” urai RR.
Langkah Rizal Ramli mendapat sambutan positif Malaysia. Bahkan Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad memuji insiatif pembentukan CPOPC. Menurut Mahathir, Kerja sama itu bagus dan perlu untuk menghadapi tekanan asing terhadap industri palm oil Malaysia dan Indonesia.
Maka serangkaian pertemuan teknis hingga senior official meeting (SOM) kedua negara pun digelar. Hasilnya, dibentuklah CPOPC yang penandatanganannya diwakili Rizal Ramli dari Indonesia dan Menteri Perladangan dan Komoditi Datuk Amar Douglas Uggah Embas mewakili Pemerintah Malaysia. Peristiwa penting itu disaksikan Presiden Jokowi dan dan PM Dato Sri Najib Tun Abdul Razak.
Ngomong-ngomong soal bidang garapan yang ‘melenceng’ dari Tupoksi (tugas pokok dan fungsi), ternyata soal CPO bukan kali pertama. Dulu, ketika menjadi Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) di era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli juga pernah ditugasi membenahi PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang berdarah-darah.
Kita bisa saja bertanya, apa urusannya Kepala Bulog dengan industri pesawat terbang? Tapi, begitulah maunya Gus Dur. Dan, dengan izin Allah pula, RR mampu membangkitkan IPTN yang kemudian dia ganti namanya menjadi PT Dirgantara Indonesia (DI). Hanya dalam tempo dua tahun, dia berhasil menyulap perusahaan yang di ambang kebangkrutan menjadi sehat dan berhasil mencetak laba.
Momen bersejarah
Wajah Riza Ramli tampak sumringah usai menandatangani piagam pembentukan CPOPC, di Kuala Lumpur. Maklum, satu tugas berat dan, sepertinya, nyaris mustahil baru saja berhasil ditunaikan dengan gemilang. Harus diakui, menyatukan Indonesia dan Malaysia di bidang minyak sawit jelas bukan perkara mudah. Selama puluhan tahun keduanya bersaing sengit di pasar internasional. Mereka memperebutkan pangsa pasar dan gengsi.