Presiden: BPKP, inspektorat dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) adalah aparat internal pemerintah yang harus fokus pada pencegahan dan perbaikan tata kelola. Pernyataan ini dikemukakan Presiden dalam pembukaan Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah tanggal 15 Juni 2020 di Istana Merdeka.
Paradigma Presiden telah menempatkan fungsi pencegahan (preventif) pada institusi yang tepat, sehingga aparat penegak hukum lebih fokus melaksanakan fungsi penindakan (represif)). Presiden dengan tegas menyatakan “kalau ada yang masih membandel, niat untuk korupsi, ada ‘mens rea’ (niat jahat) silakan bapak ibu ‘gigit’ dengan keras, uang negara harus diselamatkan kepercayaan rakyat harus terus kita jaga,”
Pernyataan Presiden tersebut menegaskan bahwa pada hakekatnya efektivitas pencegahan ada pada internal pemerintah. Namun demikian, Presiden kembali mengharapkan BPK RI, KPK, Kejaksaan, Kepolisian dapat berkolaborasi dan sinergi dengan BPKP dan APIP lainnya dalam upaya pemberantasan korupsi dari hulu ke hilir.
Walaupun lini terdepan (the first line) dari pencegahan berada pada Menteri/Pimpinan Lembaga dan Kepala Daerah beserta bawahannya, namun masih diperlukan fungsi pengawasan intern yang ditangani secara profesional oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) lainnya.
(baca tulisan terkait : Menteri, Pimpinan Lembaga, dan Kepala Daerah Wajib Melakukan Pengendalian)
BPKP salah satu institusi yang telah disebut oleh Presiden. Hal ini melatar belakangi pemikiran perlu mengenal lebih dekat lagi tentang BPKP. Regulasi yang ada sebelum dan setelah reformasi akan memperlihatkan adakah persoalan eksternal yang dihadapi BPKP yang berpotensi harapan Presiden tersebut tidak dapat berjalan optimal.
Regulasi mengenai fungsi pengawasan intern oleh BPKP mengalami perubahan signifikan sejak reformasi, seakan tugas dan fungsinya terlepas keberadaannya dengan kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Sedangkan Presiden setelah reformasi dituntut kekuasaanya dengan disertai akuntabilitas dan transparansi. Oleh karena itu mempunyai konsekuensi pentingnya Presiden memperoleh informasi dari pihak yang independen dan obyektif. Presiden perlu meyakini penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan berjalan sesuai amanat rakyat yang dipercayakan kepada Presiden.
BPKP berdiri sejak tanggal 30 Mei 1983 dengan Keppres No 31 tahun 1983 tentang BPKP sebagai pengalihan dari Direktorat Jendral Pengawasan Keuangan Negara, Departemen Keuangan. Dengan Keppres tersebut, kedudukan BPKP sudah tidak lagi berada dibawah Menteri Keuangan melainkan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.
Memasuki era reformasi, Keppres No 31 tahun 1983 tersebut dicabut dengan Keppres No 42 tahun 2001. Kemudian Keppres No 42 tahun 2001 diganti dengan Keppres No 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Walaupun Keppres No 103 tahun 2001 tersebut menempatkan BPKP berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden, namun BPKP harus berada pula dalam koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara disamakan dengan LPND/LPNK lainnya yang juga berada dalam koordinasi masing-masing Menteri terkait.
Awal kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Keppres No 103 tahun 2001 tersebut dicabut dengan Perpres No 192 tahun 2014 tentang BPKP yang mempertegas Kedudukan, Tugas, dan Fungsi BPKP mengenai hal berikut :