Nah, kehamilanku yang kelima ini benar-benar direncanakan. Kami melakukan banyak hal agar janin ini terlahir sebagai laki-laki. Kami meminta doa kepada orang pintar dan karismatik. Kami konsultasi ke dokter kandungan. Kami juga melakukan teknik-teknik berhubungan yang dipercaya akan menghasilkan anak laki-laki. Nyaris semua saran orang kami lakukan dengan baik.Â
Saat kehamilanku yang kelima ini berusia dua bulan, suamiku memaksa melakukan USG (Ultrasonografi) untuk mengetahui jenis kelamin janin di perutku. Aku katakan ini gila. Tentu hasilnya belum dapat mendeteksi jenis kelamin di perutku. Benar saja, dokter tidak bisa memberikan kesimpulan jenis kelamin janinku.Â
Pada bulan kelima, janinku di-USG lagi. Saat itu dokter menyimpulkan bahwa janinku berjenis kelamin laki-laki. Sudah pasti kebahagiaan suamiku tiada terkira. Dia menyelenggarakan syukuran dengan mengundang kerabat dan tentangga di sekitar rumah.
Usia kehamilanku semakin menua. Tak lama lagi aku melahirkan anak yang kelima ini. Suamiku tidak pernah lagi mengajakku ke dokter meski hanya sekadar memeriksa kesehatan. Aku hanya rutin datang ke posyandu dan tidak ada masalah, baik pada diriku maupun janinku. Semua sehat dan normal saja.
Sore hari itu, tepatnya hari selasa, perutku mulas. Pertanda aku harus segera ke puskesmas untuk menjalani proses persalinan. Tapi suamiku tidak berkenan. Dia memilih membawaku ke klinik swasta di mana aku pernah melakukan USG. Aku menyetujui saja. Kami pun berangkat.
Suamiku terus menemaniku di ruang persalinan. Ini tidak seperti proses persalinanku sebelum-sebelumnya. Entahlah, apakah itu karena aku atau karena janin yang akan lahir itu berjenis kelamin laki-laki. Dia sendiri yang tahu persis.
Pukul delapan malam, aku melahirkan anakku yang kelima dengan suami di sampingku. Semua terperangah, termasuk aku. Janin yang aku lahirkan bukan seperti yang dikatakan dokter itu. Janin itu berjenis kelamin perempuan.Â
Setelah melihat itu, suamiku segera keluar dari ruang persalinan. Menurut penuturan seorang perawat, dia masuk ke ruang dokter. Dia memprotes dokter itu yang telah menyatakan bahwa janin yang aku kandung berjenis kelamin laki-laki, tapi faktanya aku melahirkan perempuan.
Satu hari setelah aku melahirkan anakku yang kelima itu, suamiku pergi meninggalkan rumah. Katanya ingin menenangkan diri. Aku memahaminya dan membiarkannya saja.
***
"Mas, aku akan buat anak-anak kita ini jadi laki-laki," chat-ku via WhatsApp.