Mohon tunggu...
Edy Azhari
Edy Azhari Mohon Tunggu... Guru - Nama

“Tugas Anda bukanlah untuk mencari cinta, tetapi hanya untuk mencari dan menemukan semua penghalang dalam diri Anda yang telah Anda bangun untuk melawannya.” - Rumi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

1 Mei 2022   04:41 Diperbarui: 1 Mei 2022   06:58 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Koneksi Antarmateri

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMBELAJARAN

Oleh :

Edy Azhari, S.Pd.I CGP_4 SMP Negeri 3 Tapaktuan

Kabupaten Aceh Selatan

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain" (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni)

Pembelajaran diera modern semakin banyak memanfaatkan perangkat teknologi, bahkan setiap guru dan institusi pendidikan sangat bergantung terhadap keberadaan kemajuan teknologi dibidang pendidikan dan desain multimedia. Membantu memang, terutama mempercepat proses transpormasi pengetahuan terhadap murid yang sesuai dengan kaedah dan kodrat zamannya. Harapan kita kemajuan ini mampu mendongkrak aspek kognitif dan intelegnsi murid. Namun di sisi lain, banyak terjadi  bias yang tidak diharapkan terhadap arah perubahan tersebut dengan kata lain perubahan yang terjadi bukan saja berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi berbaur pada perubahan dan pergeseran aspek nilai moral dan etika di lingkungan sosial kehidupan bermasyarakat. Situasi ini juga menggiring guru untuk menghadapi berbagai macam persoalan dan permasalahan murid di lingkungan belajarnya, baik itu berupa paradigma dilema etika maupun bujukan moral, dan guru tidaklah bisa terlepas dari persoalan-persoalan sentral tersebut.

Menjawab berbagai persoalan di atas, guru sebagai pemimpin pembelajaran harus menjadi among atau teladan dalam pembelajaran untuk mentranspormasi nilai-nilai terkait dan karakter bagi muridnya. Selain itu integrasi pratap triloka yang merupakan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menjadi sangat penting dalam konteks sekolah terutama dalam pengambilan keputusan bagi guru sebagai pemimpin pembelajaran.

Konsep sekolah yang digagas Ki Hadjar Dewantara pada saat itu dinamakan dengan National Onderwijs Institut  atau lebih dikenal dengan sebutan Perguruan Taman Siswa. Taman berarti tempat bermain atau tempat yang menyenangkan dan Siswa berarti murid. Sehingga Taman Siswa dapat diartikan sebagai tempat yang menyenangkan bagi siswa atau murid, dalam konteks ini kita harus menciptakan suasana merdeka belajar yang mampu mengakomodir segala kebutuhan belajar anak untuk menebalkan garis yang dibawanya sejak lahir. Taman Siswa menerapkan prinsip dasar yang dikenal dengan Patrap Triloka. Adapun isi dari Patrap Triloka yaitu Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah membangun prakarsa/semangat), dan Tut Wuri Handayani (dari belakang memberi dukungan). Gagasan Ki Hadjar Dewantara ini menyiratkan makna bahawa seorang guru harus mampu memberikan teladan yang baik bagi muridnya dari berbagai sisi apakah itu sebagai pemimpin pembelajaran maupun dikehidupan sosial lainnya. Seorang guru juga memberikan motivasi sebagai "manager" terhadap permasalahan belajar begitu juga akan memberikan dukungan moril dan fasilitas terhadap tumbuh kembang bakat minat murid sesuai dengan kodrad naluriahnya masing-masing. Dalam konteks pengambilan keputusan, guru harus mampu memberikan keputusan tepat sehinga keputusan dan kebijakan yang diambil benar-benar membawa perubahan kearah yang lebih baik terhadap perubahan belajar bermakna bagi murid dan dunia pendidikan pada umumnya.

Dalam mengambil sebuah keputusan tidak terlepas dari nilai-nilai yang terkandung dalam diri  seseorang, hal ini disebabkan karena fitrahnya kita akan lebih memperhatikan nilai kebajikan yang kita yakini serta terbiasa diterapkan dalam keseharian. Dengan kata lain keputusan yang diambil seseorang merupakan bagian dari cerminan kepribadian berdasarkan prinsip yang diyakininya. Sering terjadi sebagian dari kita lebih mengutamakan nilai kesetiaan dari pada keadilan, bahkan ada yang mengutamakan nilai kebajikan untuk mengambil sebuah keputusan, apapun nilai yang kita yakini dan tertanam dalam diri kita pasti berhadapan terhadap hal yang saling bertentangan sehinga menimbulkan dilema etika.

Membuat keputusan yang mengandung paradigma dilema etika tersebut, sangat penting dalam pengambilan keputusan perlu dilakukan pengujian 9 langkah agar keputusan yang diambil tidak menimbulkan resiko dan dapat menampung berbagai kepentingan, menjadi keputusan yang memberikan kenyamanan bagi semua pihak, keputusan yang bertangung jawab serta mengandung nilai-nilai kebajikan yang membawa perubahan pembelajaran terhadap murid.

Pengambilan keputusan tidak terlepas dari praktik coaching, hal ini dikarenakan tahapan-tahapan coaching sangat erat kaitannya dengan proses pengambilan keputusan. Pada praktik coaching kita melakukan penentuan tujuan dari proses yang akan dilakukan, selaras dengan pengambilan keputusan selaku pemimpin pembelajaran harus mampu menelaah dan menetapkan arah serta tujuan keputusan yang kita ambil, begitu juga pada langkah indentifikasi, dalam pengambilan keputusan kita harus mengidentifikasi beberapa para fakta yang relevan serta siapa saja yang terlibat dalam permasalahan tersebut, hal ini bertujuan agar keputusan yang kita ambil benar-benar sesuai dengan data detail dari setiap permasalahan. Begitu juga dengan melakukan komunikasi asertif sebagai upaya mengumpulkan data sebagai bahan pertimbangan menentukan opsi pemecahan permasalahan yang terjadi, kita juga bisa mengajukan pertanyaan selektif kepada orang yang terlibat permasalahan (coachee) untuk memprediksi hasil dan berbagai opsi penyelesaian sehingga dapat membuat sebuah keputusan tepat dan seharusnya serta bisa mempertanggungjawabkannya.

Dalam sudut pandang filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, proses coaching bisa membantu pendidik untuk menjalankan proses menuntun peserta didik dalam menerapkan merdeka belajar yang juga perlu diterapkan dalam pengambilan keputusan agar menghasilkan putusan yang berpihak pada murid.

 Sebagai pemimpin pembelajaran, sudah bisa dipastikan seorang guru akan menghadapi berbagai permasalahan yang terjadi baik di kelas bersama muridnya maupun di lingkungan sekolah. Permasalahan tersebut tidak bisa dihindari atau diabaikan begitu saja, tetapi membutuhkan penyelesaian dalam bentuk sebuah keputusan. Untuk sebuah keputusan seorang guru harus memiliki kemampuan dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional dalam dirinya agar proses pengambilan keputusan dilakukan dengan penuh kesadaran dalam artian  sadar akan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.

Guru yang telah menguasai pengetahuan dan keterampilan serta memiliki sikap positif terhadap aspek sosial dan emosional, maka disaat pengambilan keputusan memiliki tujuan yang juga positif dan bertangungjawab. Ketika dihadapkan pada permasalahan yang mengandung dilema etika, kesadaran akan aspek sosial emosional ini yang menuntutnya untuk memberi keputusan tepat, begitu juga mekanisme otak akan mengarahkan diri  memberikan waktu untuk memahami dengan baik kasus yang sedang dihadapi. Guru juga akan mencari tau apa yang dirasakan murid dan mau mendengarkan dengan penuh perhatian. Respon guru yang berkesadaran penuh, mampu mengelola diri, memiliki kesadaran sosial dan empati, memiliki kemampuan berelasi dengan kolega dan mengambil keputusan yang bertangungjawab. Faktor internal dari dalam diri seorang guru ini lah yang akan mempengaruhi kualitas serta tujuan keputusan yang diambil.

Menjadi pemimpin pembelajaran bukan hal yang mudah, akan tetapi juga tidak selalu sulit jika kita mau terus belajar dan mengupgrade pengetahuan serta kemampuan sebagai upaya melatih diri menghadapi berbagai persoalan dan permasalahan yang terjadi di lingkungan sekolah. Guru dalam menjalankan perannya sering berhadapan dengan situasi yang penuh dilema etika, kondisi yang menimbulkan rasa takut dan keraguan ketika membuat berbagai keputusan. Seorang guru jika dihadapkan pada situasi dilema etika ataupun bujukan moral, maka prinsip dan paradigma yang tepat dapat dijadikan solusi untuk membantunya dalam mengambil keputusan. Sementara itu pada kasus moral, nilai kebajikan yang tertanam dalam diri seorang guru akan menjadi penentu putusan yang diambil. Menjadi guru harus memiliki karakter tegas, bertanggung jawab, memiliki integritas serta berkomitmen agar bisa menjadi dasar penentuan pengambilan keputusan. Pada 9 langkah pengujian pengambilan keputusan terdapat adanya uji intuisi, pada poin inilah guru dapat mengekplore dirinya terhadap nilai yang diyakininya dengan nilai-nilai yang bertentangan pada sebuah permasalahan.

Pengambilan keputusan yang dihasilkan melalui langkah-langkah yang tepat akan menghasilkan putusan yang kurang beresiko, mengayomi dan mengakomodir banyak pihak serta tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Sebelum pengambilan keputusan, kita harus mengidentifikasi masalah dengan baik apakah termasuk bujukan moral atau hanya sekedar dilema etika. Ketika kasus yang dihadapi merupakan bujukan moral dalam konteks benar lawan salah maka tidak perlu diragukan keputusan yang diambil kebenaran yang perlu ditegakkan. Namun jika situasi yang dihadapi merupakan kebenaran yang saling bertentangan atau disebut juga dilema etika, maka tahapan yang perlu dilakukan adalah :

1.Menggunakan 4 paradigma dilema etika, kita menentukan paradigma apa yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi, adapun paradigma yang berlaku sebagai pemimpin pembelajaran yaitu: individu lawan masyarakat, keadilan lawan kasihan, kebenaran lawan  kesetiaan, dan jangka pendek lawan  jangka panjang.

2.Pengkajian prinsip pengambilan keputusan, ketajaman analisis kita terhadap dilema etika yang terjadi akan mengarahkan kita untuk menggunakan prinsip pengambilan keputusan, sehingga keputusan yang dihasilkan merupakan keputusan yang tepat, diterima banyak kalangan. Adapun prinsip berpikir dalam pengambilan keputusan tersebut adalah : berfikir berbasis peraturan, berfikir berbasis rasa peduli dan berfikir berbasis hasil akhir.

3.Menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, 9 langkah ini perlu dilakukan agar  terlihat jelas permasalahan yang kita hadapi adalah benar-benar dilema etika atau bujukan moral. Disamping itu pengujian pengambilan keputusan ini juga bertujuan sebagai instrumen untuk mengenali situasi, memetakan masalah serta menggali beberapa opsi penyelesaian. Begitu juga kita bisa merefleksikan kembali sehinga akan terlihat tepat atau tidaknya keputusan tersebut.

Adapun 9 langkah-langkah yang dimaksud adalah: (1). Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan (2). Menentukan siapa saja yang terlibat (3). Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan (4). Melakukan pengujian benar atau salah melalui uji legal, uji regulasi/standar profesional dan uji intuisi, uji publikasi serta uji panutan/idola, (5). Pengujian Paradigma Benar lawan Benar (6). Melakukan Prinsip Resolusi (7). Melakukan Investigasi Opsi Trilema (8). Membuat Keputusan (9). Lihat lagi keputusan dan refleksikan.

Apabila tahapan pengujian dilakukan secara benar dan lengkap, maka keputusan yang diambil tidak akan menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Keputusan yang diambil juga akan menghasilkan keefektifitasan yang bisa dilihat melalui adanya penerimaan dan dukungan dari berbagai pihak yang berkepentingan. Melalui keputusan tersebut secara tidak langsung akan berdampak pada kondisi lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman bagi semua kalangan terfokus kepada murid sebagai objek pembelajaran.

Kesulitan yang sering dihadapi saat memutuskan perkara dilema etika sangat tergantung pada paradigma yang dipilih, karena hal ini berkaitan erat dengan nilai-nilai kebajikan yang kita yakini. Perbedaan nilai-nilai kebajikan yang dianut dapat menghasilkan keputusan dengan paradigma dilema etika yang berbeda, hal ini akan berlanjut pada berbedanya pandangan diantara pihak-pihak yang terlibat dalam permasalahn yang terjadi sehingga mempersulit tercapainya kesepakatan. Adapun beberapa hal yang membuat kesulitan dalam pengambilan terhadap dilema etika dilingkungan saya diantaranya yaitu :

1.Terlalu banyak pertimbangan moral terhadap permasalahan yang terjadi sehingga berimbas pada keputusan yang dihasilkan bahkan terdapat adanya beberapa pembiaran terhadap permasalahan dilema etika.

2.Kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang paradigma dilema etika dan bujukan moral, begitu juga dengan proses pengujian keputusan sehingga keputusan yang diambil lebih mengarah keaspek moral dan kesetiaan.

3.Pengaruh budaya sekolah dimana kurang konsisten terhadap peraturan dan keyakinan yang berlaku di sekolah.

4.Jarangnya dilakukan refleksi dan evaluasi secara berkala terhadap keputusan-keputusan yang sudah diambil sehinga tidak terukur efesiensi dan dampak dari keputusan tersebut.

Pengambilan keputusan sangat berpengaruh pada pembelajaran yang memerdekakan bagi murid, guru bisa saja mengambil keputusan pembelajaran berdiferensiasi untuk mengakomodir segala kebutuhan peserta didik secara menyeluruh, murid dilayani dengan proses, konten dan produk yang berbeda sesuai dengan minat dan kemauannya. Dengan diferensiasi ini kemerdekaan belajar pada murid akan tercapai.  Begitu juga dengan proses coaching terhadap murid (coachee) seorang guru bisa menuntun murid untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan belajarnya, menemukan potensi diri, mengajarkan untuk berkomitmen dan sikap bertangungjawab.

Pembiasaan budaya positif sangat berpengaruh terhadap kemerdekaan belajar pada murid, dimana kita sebagai guru akan paham tentang kebutuhan dasar murid, berkomitmen terhadap keyakinan kelas yang dirancang bersama sesuai dengan kebutuhan murid, adanya posisi kontrol dari guru yang membantu murid untuk menyelesaikan permasalahan dilingkungan belajarnya serta proses restitusi terhadap murid yang melakukan pelanggaran peraturan dan keyakinan yang disepakati bersama.

Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus memahami dengan baik berbagai  paradigma dalam pengambilan keputusan. salah satu paradigma yang akan mempengaruhi kehidupan murid di masa depan adalah paradigma jangka panjang versus jangka pendek, maka penting bagi seorang pendidik untuk mengkaji secara mendalam apakah keputusan yang diambil untuk peserta didik dapat mempengaruhi masa depan muridnya. Jika pengambilan keputusan tidak diperhitungkan dampak jangka panjangnya, ini akan berpengaruh terhadap masa depan murid yang mengalami permasalahan tersebut. Banyak kasus yang terjadi sehingga menimbulkan dilema etika, seperti misalnya seorang murid mengancam gurunya dengan tindakan kriminal, berbuat curang ketika ujian pelajaran tertentu pada Ujian Akhir Sekolah sementara murid tersebut berprestasi pada pelajaran lainnya dan masih banyak contoh kasus lain yang jika kita sebagai guru salah atau keliru dalam membuat keputusan atas permasalahan yang terjadi bisa pastikan akan mempengaruhi kehidupan murid dimasa yang akan datang.  

Kesimpulan

Modul 3.1 ini merupakan modul yang sangat penting bagi seorang guru dalam konteks pemimpin pembelajaran, hendaknya keputusan yang diambil sebagai langkah keberpihakan kepada murid sebagaimana yang diamanahkan dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Seorang guru juga harus memahami nilai dan perannya serta memiliki visi yang jelas, sehingga segala bentuk keputusan yang diambil selaras dengan peraturan dan keyakinan yang sudah berlaku. Pembiasaan budaya positif oleh seorang guru dapat dijadikan sebagai role model bagi rekan sejawat dilingkungan sekolah, dijadikan teladan bagi murid-murid untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan. Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas keputusan yang dihasilkan di lingkungan pendidikan tersebut.

Membuat keputusan pembelajaran di kelas menggunakan pembelajaran berdiferensiasi, guru memahami kebutuhan belajar murid, mengerti tentang bakat dan minat murid secara individu serta menerapkan pembelajaran sosial emosional bisa membuat proses pembelajaran menjadi bermakna. Dalam proses pengujian keputusan yang diambil bisa didukung melalui praktik coaching agar penelusuran potensi atau informasi yang digali didapatkan dengan maksimal. Melalui kegiatan coaching juga akan dapat dihasilkan analisis dan pengujian yang lebih mendalam, dalam artian coaching merupakan implementasi 9 langkah pengujian pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Segala bentuk keputusan yang diambil, sebagai pemimpin pembelajaran harus didasarkan pada filosofi pendidikan yakni menuntun seluruh kodrat alam dan kodrat zaman agar peserta didik dapat menggapai kebahagiaan dan keselamatannya.

Salam dan Bahagia ... !!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun