Dr.Edward Efendi Silalahi
Pendahuluan
Menurut ketentuan pasal 22 E Undang -- Undang Dasar 1945 Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Namun tidak dapat dinafikan, setiap penyelenggaraan pemilu beragam  kecurangan, manipulasi dilakukan oleh segenap komponen pemangku kepentingan yang tidak mempunyai integritas dalam pemilihan umum yakni peserta pemilu, pasangan calon dan tim kampanyenya, anggota masyarakat atau bahkan potensi pelanggaran bisa dilakukan oleh penyelenggara pemilu itu sendiri.
Dalam rezim pelaksanaan penyelenggaraan pemilu 2024 yakni undang-undang no 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dinyatakan bahwa satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan umum adalah Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum atau disingkat DKPP adalah merupakan wasit terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dalam penyelenggaraan pemilihan umum dalam hal kode etik, baik dalam penyelenggaraan tahapan pemilihan umum maupun diluar tahapan kegiatan pemilihan umum.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai 2 (dua) lembaga yang mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan pemilu yang luas, terikat oleh kode etik penyelenggara pemilu. Dimana kode etik dimaksud merupakan pedoman perilaku yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan dalam setiap tindakan dan ucapan mereka sebagai satu-kesatuan norma, etis, dan filosofis.
Adigum yang terkenal yang dipopulerkan oleh Lord Acton bahwa mempunyai kekuasaan cenderung korupsi atau menyalah gunakan kekuasaan, dimana kekuasaan yang tidak dikontrol pasti akan menyalah gunakan kekuasaan. Oleh karenanya penegakan kode etik penyelenggara pemilu adalah keniscayaan yang berangkat dari pentingnya the electoral justice system atau sistim keadilan pemilihan umum. Dimana dalam teori keadilan pemilu, semua pihak yang terlibat dalam pemilu, tidak boleh dirugikan atau diperlakukan tidak adil oleh penyelenggara pemilihan umum.
Ketidak adilan atau pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan pemilu terdapat dalam ruang yang berbeda-beda yakni jika terjadi pelanggaran administratif maka KPU yang menyelesaikannya. Sedangkan sengketa pemilu yang terjadi selama tahapan pemilu diselesaikan oleh Bawaslu. Jika pelanggarannya mengandung unsur pidana pemilu maka diteruskan kepada Gabungan Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) yang terdiri dari Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan. Dan apabila pelanggaran dilakukan oleh penyelenggara pemilu maka akan ditindak lanjuti dan diproses oleh DKPP, yang berkaitan dengan pelanggaran kode etik.
Eksistensi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mempunyai tugas dan wewenang untuk menjaga serta menegakkan kemandirian, integritas, dan kredibilitas penyelenggara Pemilu. DKPP dibentuk untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pengaduan/atau laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota KPU maupun Bawaslu beserta jajarannya. Tugas DKPP yang diamanatkan undang-undang adalah :
- Menerima pengaduan/laporan dugaan pelenggaran kode etik oleh penyelenggara Pemilu
- Melakukan penyelidikan, verifikasi, dan pemeriksaan pengaduan dan/atau laporan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu
- Menetapkan putusan, dan
- Menyampaikan putusan kepada pihak terkait untuk ditindak lanjuti.
Dalam rangka menjalankan tugas-tugasnya DKPP memiliki kewenangan untuk :
- Memanggil penelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan
- Memanggil pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang terkait untuk dimintai keterangan termasuk dokumen atau bukti lain, dan
- Memberikan sanksi kepada penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar kode etik.