Dalam sistim ketatanegaraan Indonesia saat ini berdiri cukup banyak lembaga penegak kode etik. Misalnya dibidang kehakiman ada Komisi Judicial, disamping adanya Majelis Kehormatan Hakim dalam sistim internal Mahkamah Agung. Di Mahkamah Konstitusi ada mekanisme majelis kehormatan hakim (MKH) MK. Terdapat Dewan Pers pada kalangan Pers dan Jurnalistik. Di DPR ada Badan Kehormatan DPR.
Pada profesi dokter terdapat Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang salah satu tugasnya membentuk mengatur keberadaan majelis kehormatan etika kedokteran. Bahkan dibidang-bidang profesi, lembaga penegak etika itu semua dilembagakan secara internal dimasing-masing organisasi profesi, organisasi-organisasi kemasyarakatan ataupun partai-partai politik. Dilingkungan pegawai negeri sipil ada yang dinamakan kode etik pegawai republik indonesia dan mekanisme penegakannya. Dilingkungan Komnas HAM telah diatur adanya kode etik komisioner dan mekanisme penegakannya. Pada organisasi persatuan advokat indonesia juga sudah diatur adanya kode etik dan majelis kehormatan advokat. Dan yang dapat dikatakan paling maju adalah dilingkungan institusi Kepolisian dan TNI. Dilingkungan Polri dan TNI telah dibedakan antara kode etik dan kode perilaku, etika profesi dan disiplin organisasi.
Namun demikian, semua lembaga penegak kode etik itu, sebagian besar masih bersifat proforma, bahkan sebagian diantaranya belum pernah menjalankan tugasnya dengan efektif dalam rangka menegakkan kode etik yang dimaksud. Salah satu penyebabnya ialah bahwa lembaga-lembaga penegak kode etik tersebut diatas tidak memiliki kedudukan yang independen (Jimly A,Februari 2013,dalam Rapim Polri).
Peranaan DKPP Dalam Pemilihan Umum
Sejak terbentuknya DKPP pada 12 Juni 2012, dimana keberadaan DKPP merupakan penegak kode etik penyelenggara Pemilu adalah hasil revisi undang-undang nomor 22 tahun 2007 menjadi undang-undang nomor 15 tahun 2011. Sebelum DKPP terbentuk, penanganan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu adalah Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (DK KPU) dan Dewan Kehormatan Bawaslu. Namun sejak diundangkannya undang-undang nomor 15 tahun 2011, maka seluruh kewenangan penyelesaian pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara Pemilu diselesaikan oleh lembaga DKPP untuk lebih memastikan dan memenuhi keadilan.
Dalam pasal 155 undang-undang nomor 7 tahun 2017 menggariskan bahwa DKPP bersifat tetap dan berkedudukan di ibukota negara. DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutus aduan dan atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU dan Bawaslu. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu menyusun dan menetapkan kode etik untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota KPU dan anggota Bawaslu sesuai hierarkinya. Kode etik dimaksud bersifat mengikat dan wajib dipenuhi oleh anggota KPU dan Bawaslu, dalam melaksanakan tugasnya, DKPP dapat membentuk tim pemeriksa daerah disetiap provinsi yang sifatnya ad hoc.
Sebagai intitusi formal yang menjaga kehormatan penyelenggara pemilu, DKPP menjadi wasit atas perilaku penyelenggara pemilu, baik komisioner maupun stafnya. Dalam khasanah praktik berpemilu di Indonesia, prinsip dasar pemilu telah diakomodasi oleh undang-undang nomor 7 tahun 2017 dan undang-undang nomor 10 tahun 2016 sebagai landasan penyelenggaraan dan pelaksanaan pemilu tahun 2024. Yakni berkaitan dengan asas dan prinsip umum seperti mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, terbatas, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien.
Maknanya, para penyelenggara pemilu sebagai pelayan warga negara dalam menetapkan pilihannya dalam alam demokrasi terikat oleh nilai-nilai yang telah menjadi nilai hukum positif. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu telah memberi bingkai etik dan dimensi perilaku bahwa cakupan sejumlah nilai etik bagi penyelenggara pemilu, sifatnya melingkupi  dimensi perilaku etik penyelenggaraan pemilu -- pemilu baik didalam tahapan penyelenggaraan pemilu maupun diluar tahapan pemilu.
Potensi pelanggaran etik pemilu 2024
Satu-satunya negara yang mempunyai 3 (tiga) institusi penyelenggara pemilu hanyalah Indonesia. Ketentuan undang-undang dasar 1945 pasal 22 e menjelaskan bahwa pemilu dilaksanakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang sudah ditafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa penyelenggara bukan tunggal, penyelenggara pemilu adalah KPU, Bawaslu, dan DKPP sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggara pemilu.Â
Berdasarkan data pemeriksaan perkara dugaan pelanggaran kode etik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) , masih ada persoalan dengan lembaga penyelenggara pemilu yang merupakan tantangan terbesar dalam penyelenggaraan pemilu, hal ini ditunjukkan dengan dominasi pelanggaran kode etik yakni terkait aspek professionalitas dan aspek tertib administrasi ( Ida Budhiati, 10 Desember 2019, Warta DKPP ).