Penutup
Dalam forum peradilan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu terdapat istilah subjectum litis  dan istilah objectum litis, dimana dalam subjectum litis atau pihak yang berperkara, DKPP membatasi pengertian tentang pihak yang dapat berperkara, dengan maksud agar penanganaan kasus-kasus dugaan pelanggaran kode etik pemilu dapat secara realistis ditangani dan diselesaikan oleh DKPP.
Pada dasarnya DKPP hanya memberikan dukungan penguatan terhadap KPU maupun Bawaslu untuk menjalankan fungsinya tanpa harus menangani semua urusan dugaan pelanggaran kode etik secara sendiri-sendiri.
Sedangkan istilah objectum litis atau objek perkara yang ditangani oleh DKPP terbatas hanya pada soal perilaku pribadi atau orang-perorang pejabat atau petugas penyelenggara pemilu. Objek pelenggaran etika yang dapat diperkarakan adalah serupa dengan kualifikasi tindak pidana dalam sistim pradilan pidana.
Secara normatif dan formal, putusan DKPP tidak berkaitan dengan proses pemilu itu sendiri. Sebabnya ialah objectum litis perkara di DKPP hanya berkaitan dengan isu persona aparatÂ
penyelenggara pemilu, menyebabkan dengan sendirinya putusan DKPP tidak mengandung akibat hukum terhadap proses  atau tahapan pemilu. Hal ini terjadi bahwa antara pesoalan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu dan proses pemilihan dalam pemilu, bahkan dengan persoalan sengketa mengenai hasil pemilu, sama sekali tidak dapat dikaitkan berdasarkan prinsip sebab akibat atau kasualitas.
Dari sisi konsep dan asas pemilu paralel 2024 secara teknis dan praktik, tidak ada perbedaan dengan praktik pemilu serentak seperti pemilu 2019 maupun dengan penyelenggaraan model pemilihan serentak tahun 2015, 2017, 2018, dan 2020. Perbedaannya hanya pada aspek tahapannya yang berhimpit dan berjalan dalam waktu yang bersamaan serta basis perundang-undangan yang berbeda. Oleh karenanya, dari sisi potensi pelanggaran etikpun bisa saja tidak jauh berbeda dengan kejadian-kejadian pelanggaran  etik pada pemilu-pemilu sebelumnya yang sering berulang yakni pelanggaran etik pada non tahapan dimana persoalan keberpihakan dan penyalahgunaan wewenang serta kasus suap-menyuap terjadi.
Kasus amoral dan anggota KPU dan Bawaslu tidak melaksanakan tugas pada periode non tahapan juga terjadi dan ditangani oleh DKPP pada pelaksanaan pemilihan umum yang lalu, yang kemungkinan besar berpotensi akan berulang pada penyelenggaraan pemilihan umum tahun 2024 jika tidak terjadi perubahan mendasar dalam hal integritas, profesionalitas dan ketidakberfihakan para penyelenggara pemilihan umum 2024, yakni KPU dan Bawaslu.
REFERENSI
- Jimly Asshidiqqie, 2013, Rapim Polri
- Ida Budhiati, 2019, Warta DKPP
- Topo Santoso, 2020, uji materi UU no 7/2017 di MK
- Media Indonesia, 18 September 2020
- Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, 2020 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI