Mohon tunggu...
Eduardus Fromotius Lebe
Eduardus Fromotius Lebe Mohon Tunggu... Dosen - Penulis dan Konsultan Skripsi

Menulis itu mengadministrasikan pikiran secara sistematis, logis, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Rumah Tahan Gempa Itu Berdinding Bambu dan Beratap Ijuk

19 Januari 2022   09:58 Diperbarui: 20 Januari 2022   14:01 3863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah beratap ijuk salah satu contoh rumah tahan gempa (sumber: merdeka.com)

Oleh. Eduardus F. Lebe

Masyarakat Indonesia selalu dihantui oleh bencana alam. Salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah gempa bumi. Terbaru gempa bumi terjadi di Banten tersebut terasa samapai Jakarta. Gempa banteng terjadi pada tanggal 14 Januari 2022 dengan kekuatan 6,6 skala richter.

Pada Senin (17/01/2022), Banten pun kembali diguncang gempa. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, gempa yang baru saja terjadi berkekuatan magnitudo 5,4 dengan berpusat di 84 kilometer barat daya Bayah, Banten, dengan kedalaman 10 kilometer dan tidak berpotensi tsunami. 

Menurut BMKG, gempa Senin pagi tersebut juga dirasakan di beberapa wilayah di Jawa Barat, seperti di Kabupaten Sukabumi, Pelabuhanratu hingga Bogor. Kekuatan gempa tersebut berdampak pada kerusakan rumah warga. 

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengungkapkan, sebanyak 1.100 rumah rusak akibat gempa Banten. Dari jumlah tersebut, sebanyak 617 unit rumah rusak ringan, 269 unit rumah rusak sedang dan 214 unit rusak berat.

Akibat dampak yang luar biasa tersebut, pemerintah berupaya memberikan sosialisasi tentang mitigasi bencana kepada masyarakat. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi resiko bencana gempa bumi terutama terhadap nyawa manusia. Bahkan Pemerintah secara teratur mengatur tentang mitigasi bencana melaui Peraturan Pemerintah (PP).

Berdasarkan Pasal 1 ayat 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2008 mitigasi merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran serta peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Seperti yang telah diuraikan diatas gempa bumi pernah terjadi dan kapan saja bisa terjadi di Indonesia. Biasanya, bencana gempa bumi seringkali disusul juga dengan gelombang tsunami yang dahsyat. Hal ini pernah terjadi di Aceh yang menelan banyak korban jiwa. Oleh karena itu, upaya mitigasi untuk kedua bencana tersebut sangat penting untuk dilakukan

Ilustrasi rumah beratap ijuk (sumber: m.brilio.net)
Ilustrasi rumah beratap ijuk (sumber: m.brilio.net)

Upaya mitigasi bencana gempa bumi dilakukan dalam tiga langkah, yaitu sebelum, saat, dan setelah terjadi bencana. Dilansir dari laman Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jogja berikut cara dan langkah-langkah mitigasi bencana gempa bumi. Langkah-langkah tersebut dapat dibaca di sini

Salah satu cara penanggulan bencana gempa bumi sebelum terjadi bencana adalah "Membangun rumah dan bangunan tahan gempa dan merancang perabotan rumah yang menggantung ataupun menempel di dinding agar aman". Pertanyaan selanjutnya, rumah seperti apa yang bisa dikategorikan tahan gempa bumi?

Terdapat tiga filosofi rumah ramah tahan gempa menurut Nuryanto (2013), yaitu: 

(1) Bila terjadi gempa ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan, baik pada komponen non struktural maupun pada komponen strukturalnya; 

(2) Bila terjadi gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak; 

(3) Bila terjadi gempa besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural maupun pada komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar atau mengungsi ketempat aman.

Rumah tahan gempa itu berdinding bambu dan beratap Ijuk

Bambu adalah salah satu jenis tanaman yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tanaman bambu ini berupa kayu berbentuk silinder yang memiliki tekstur halus dan kuat. Sebagian orang Indonesia, menggunakan kayu bambu sebagai bahan untuk membuat kerangka bangunan rumah.

Ada banyak jenis bambu yang ditanam dan tumbuh di Indonesia. Bambu dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah pada ketinggian 0-2000 m di atas permukaan laut (dpl). Bahkan, bambu dapat tumbuh pada tanah marginal yang kurang subur sekalipun. 

Bambu termasuk jenis tanaman yang memiliki pertumbuhan sangat cepat. Dalam waktu sekitar 3 tahun sejak ditanam, sebatang bambu sudah dapat membentuk rumpun yang sangat rapat. 

Bambu Kuning, salah satu jenis bambu yang ada di Indonesia (sumber: m.merdeka.com)
Bambu Kuning, salah satu jenis bambu yang ada di Indonesia (sumber: m.merdeka.com)

Seiring dengan bencana gempa bumi yang terus menerus terjadi dibutuhkan solusi rumah tahan gempa. Berbagai alternatif telah ditawarkan, termasuk model rumah tradisional di Indonesia. 

Namun, salah satu alternatif yang kini cukup banyak dibahas adalah penggunaan bambu sebagai pengganti beton dan komponen utama dalam bangunan tahan gempa.

Sepintas jika kita perhatikan rumah bambu merupakan salah satu jenis hunian yang menarik. Selain konsep rumah tahan gempa, rumah bambu sebagai alternatif rumah ramah lingkungan. Sebab, bahan dasarnya diambil dan ditemukan dengan mudah dari alam sekitar.

Namun demikian, untuk membuat rumah dengan bahan dasar bambu tidak asal jadi. Pada prinsipnya rumah bambu tahan gempa harus dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Mengunakan bambu yang sudah tua, sudah diawetkan dan dalam keadaan kering,
  2. Rumah bambu didirikan di atas tanah yang rata,
  3. Pondasi dan sloof (sloof diangker ke pondasi di setiap jarak 50-100 cm) mengelilingi denah rumah,
  4. Ujung bawah kolom bambu masuk sampai pondasi, diangker dan bagian dalam ujung bawah kolom diisi dengan tulangan dan mortar),
  5. Elemen dinding yang berhubungan dengan sloof atau kolom harus diangker di beberapa tempat,
  6. Di ujung atas kolom diberi balok ring yang mengitari denah bangunan, elemen dinding juga harus di angker dengan balok ring tersebut,
  7. Bila ada bukaan dinding seperti angin angin, jendela dan pintu, harus diberi perkuatan di sekeliling bukaan tersebut,
  8. Pada setiap pertemuan bagian dinding dengan bagian dinding lainnya, harus ada kolom dan dinding diangker kolom tersebut,
  9. Rangka atap (kuda-kuda) bisa dikonstruksi dengan tumpuan sederhana (sendi-rol), di mana setiap dudukan rangka atap harus diletakkan pada posisinya, dan perlu diangker dengan kolom,
  10. Ikatan angin pada atap harus dipasang di setiap antar kuda-kuda. Ikatan angin ini dipasang pada bidang kemiringan atap di bawah penutup atap, dan pada bidang vertikal diantara dua kuda-kuda.

Ilustrasi rumah tahan gempa dari bambu (sumber: tekno.tempo.co)
Ilustrasi rumah tahan gempa dari bambu (sumber: tekno.tempo.co)

Selain itu, agar bambu lebih berkualitas sebagai bahan bangunan rumbutampa, diperlukan empat langkah dan proses yang seksama. 

Pertama, bambu dipilih  yang banyak tumbuh setempat, dari jenis yang biasa dipakai untuk bahan bangunan, misal bambu betung (Dendrocalamus asper), bambu tali (Gigantochloa apus), bambu ori (Bambusa blumeana), bambu gombong (Gigantochloa pseudoarundinacea), dan bambu wulung (Gigantochloa atroviolacea). 

Masa panen bambu berumur sekitar lima tahun, yaitu bambu yang cukup kuat sebagai bahan bangunan, jangan terlalu muda dan jangan terlalu tua. Sebab, jika terlalu muda masih banyak mengandung zat pati, sehingga akan mudah rapuh karena disenangi hewan kecil sejenis rayap; dan jika terlalu tua, mudah mengalami retak atau pecah.

Kedua, waktu menebang bambu tidak boleh
sembarangan, paling baik di musim kemarau, setelah pukul 12.00 siang, dan tidak pada bulan purnama atau bulan gelap, yaitu ketika zat pati yang terkandung dalam batang bambu sedang minimum. 

Tidak menebang bambu yang sedang beranak atau terdapat rebung di dekatnya, karena saat itu kandungan zat pati dalam batang bambu sedang maksimum. Juga tidak menebang bambu ketika sedang berbunga, karena pada saat itu kondisi bambu sedang lemah.

Ketiga, bambu hasil tebangan harus dirawat, diawetkan, dan disimpan dengan benar sebelum dipakai digunakan untuk rumah tahan gempa. Banyak teknologi tradisional yang masih handal untuk merawat dan mengawetkan bambu, antara lain dengan perendaman dalam air yang mengalir, selama 1-3 bulan, atau direndam dalam air yang dicampur dengan tumbukan akar tuba (Derris elliptica). 

Proses perawatan bisa dilanjutkan dengan pemanasan atau pengasapan. Ketika proses pengasapan, bambu yang bengkok bisa diluruskan atau dibentuk sesuai kebutuhan. Setelah proses perawatan dan pengawetan selesai, bambu disimpan di tempat teduh, tidak kena air hujan, dan tidak langsung diletakkan di permukaan tanah.

Keempat, filosofi membangun rumah tahan gempa adalah rumah bambu yang dapat menahan beban gempa, dengan prioritas terciptanya suatu rumah bambu yang mampu mencegah terjadinya korban, nyaman huni, kemudahan mendapatkan material bambu dan pelaksanaan pembangunannya, dan biayanya terjangkau masyarakat. Bentuk rumah tahan gempa harus sederhana dan simetris.

Pada dasarnya desain rumah tahan gempa adalah mengupayakan seluruh komponen rumah, baik struktur bawah (pondasi), struktur tengah (dinding, pintu, jendela), dan struktur atas (atap berikut kerangkanya) menjadi satu kesatuan sistem yang utuh, dengan sambungan ikatan tali ijuk antar komponen harus bersifat lentur tetapi kuat, tidak mudah lepas atau runtuh bila terjadi gempa.

Rumah beratap ijuk salah satu contoh rumah tahan gempa (sumber: merdeka.com)
Rumah beratap ijuk salah satu contoh rumah tahan gempa (sumber: merdeka.com)

Selain rumah berdinding bambu, rumah beratap ijuk juga diyakini tahan terhadap gempa bumi. Salah satu contoh rumah yamg beratap ijuk adalah rumah adat di Sumatera Barat. Rumat adat tersebut bernama Rumah Gadang.

Rumah tradisional dari Minangkabau itu identik dengan atapnya yang menyerupai tanduk kerbau. Rumah Gadang juga kerap dijuluki sebagai Rumah Bagonjong, karena atapnya yang melengkung ke atas dan lancip di kedua sisinya atau biasa disebut Gonjong.

Atap Rumah Gadang biasanya terbuat dari ijuk yang menandakan bahwa rumah ini ramah lingkungan. Sedangkan bangunannya berbentuk segi empat yang memandan, dengan dinding, lantai, dan tangganya yang terbuat dari kayu, serta hasil alam.

Rumah Gadang juga dipercaya tahan terhadap gempa, karena rumah ini tak menggunakan paku untuk merekatkan kayunya, melainkan menggunakan pasak. Pasak inilah yang membuat Rumah Gadang ketika terjadi gempa tidak akan roboh, namun justru akan ikut bergoyang mengikuti ritme gempa. Sekian!

Daftar Bacaan:
1. Gempa Banten terjadi lagi, kali ini berkekuatan 5,4SR: Sistem mitigasi belum imbangi ancaman gempa megathrust

2. Lebih Dari 1.100 Rumah dan Bangunan Rusak Akibat Gempa Banten

3. Resep Rumah Tahan Gempa: Bangunlah dengan Bambu!

4. Mengenal Rumah Gadang, Rumah Anti Gempa Asli Indonesia

5. Nuryanto. 2013. Model Desain Rumah Ramah Gempa di Desa Jayapura Kab. Tasikmalaya Berbasiskan Arsitektur Tradisional Sunda”. Laporan Penelitian Pembinaan Dosen Muda, Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK Universitas Pendidikan Indonesia, LPPM-UPI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun