Terdapat tiga filosofi rumah ramah tahan gempa menurut Nuryanto (2013), yaitu:Â
(1) Bila terjadi gempa ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan, baik pada komponen non struktural maupun pada komponen strukturalnya;Â
(2) Bila terjadi gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak;Â
(3) Bila terjadi gempa besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural maupun pada komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar atau mengungsi ketempat aman.
Rumah tahan gempa itu berdinding bambu dan beratap Ijuk
Bambu adalah salah satu jenis tanaman yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tanaman bambu ini berupa kayu berbentuk silinder yang memiliki tekstur halus dan kuat. Sebagian orang Indonesia, menggunakan kayu bambu sebagai bahan untuk membuat kerangka bangunan rumah.
Ada banyak jenis bambu yang ditanam dan tumbuh di Indonesia. Bambu dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah pada ketinggian 0-2000 m di atas permukaan laut (dpl). Bahkan, bambu dapat tumbuh pada tanah marginal yang kurang subur sekalipun.Â
Bambu termasuk jenis tanaman yang memiliki pertumbuhan sangat cepat. Dalam waktu sekitar 3 tahun sejak ditanam, sebatang bambu sudah dapat membentuk rumpun yang sangat rapat.Â
Seiring dengan bencana gempa bumi yang terus menerus terjadi dibutuhkan solusi rumah tahan gempa. Berbagai alternatif telah ditawarkan, termasuk model rumah tradisional di Indonesia.Â
Namun, salah satu alternatif yang kini cukup banyak dibahas adalah penggunaan bambu sebagai pengganti beton dan komponen utama dalam bangunan tahan gempa.
Sepintas jika kita perhatikan rumah bambu merupakan salah satu jenis hunian yang menarik. Selain konsep rumah tahan gempa, rumah bambu sebagai alternatif rumah ramah lingkungan. Sebab, bahan dasarnya diambil dan ditemukan dengan mudah dari alam sekitar.