Mohon tunggu...
Edi Santoso
Edi Santoso Mohon Tunggu... Dosen - terus belajar pada guru kehidupan

Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Jenderal Soedirman.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kredibilitas Harun Yahya dan Otoritas Keilmuan yang Kabur

12 Juli 2018   23:28 Diperbarui: 13 Juli 2018   11:31 3712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama Harun Yahya sangat populer di Indonesia, terutama bagi pecinta buku-buku seputar Islam dan sains. Maka, banyak yang kaget ketika penulis Turki itu ditangkap oleh polisi setempat Rabu kemarin, dengan tuduhan yang mengerikan: penipuan, pelecehan seksual, dan pembentukan geng kriminal.

Tentu saja banyak yang tak habis pikir, bagaimana bisa orang yang selama ini berlimpah respek atas karya-karyanya, mendapat tuduhan seserius itu. Saya mungkin termasuk dari deretan orang yang terpukau dengan karya penulis bernama asli "Adnan Octar" itu. 

Karyanya seperti pencerahan, karena menawarkan hal baru dan juga berani. Buku-buku yang awal beredar dalam bahasa Indonesia bicara tentang kebohongan Teori Evolusi Darwin.

Tulisan Harun Yahya (selanjutnya saya singat HY) cepat populer, bisa jadi karena dua hal. Pertama, pilihan temanya relevan, seolah mengisi kegelisahan umat Islam selama ini. Tema anti-evolusi misalnya, terasa meneguhkan doktrin agama yang selama ini diusik oleh pendapat Charles Darwin. Kalangan agamawan menyebut, Tuhan menciptakan mahluk, termasuk manusia sudah dalam bentuk yang sempurna. 

Tak ada cerita manusia berasal atau ber-evolusi dari mahluk serupa kera. Adam, manusia pertama, sebagaimana diceritakan Kitab Suci, adalah manusia dalam bentuk yang sempurna. Dalam bukunya, HY mengkritik habis gagasan Darwin dari sudut sains. Semua terasa masuk akal dan ilmiah.

Kedua, buku-buku HY pada umumnya tampil secara mewah, termasuk dalam edisi bahasa Indonesianya. Oleh sebuah penerbit di Bandung, buku-buku HY dalam edisi bahasa Indonesia itu dicetak tebal, dengan kertas art paper full colour. 

Bagi saya waktu itu, buku-buku termasuk mewah, sehingga tak satu pun yang terbeli, hehe ... Hanya bisa baca dari pinjam ke teman. Dicetak mewah, bukannya buku tak laku. Tapi justru laris manis diserbu kelas menengah Muslim. Apalagi temanya seputar sains dan agama, memajang buku itu di rak-rak ruang tamu terasa menjadi prestis tersendiri.

Uniknya, setidaknya di Indonesia, tak terdengar kritik atas buku-buku HY. Mungkin ini sebentuk konfirmasi atas adigium "you will see what you want to see". Karena kita cenderung tak bersepakat dengan Teori Evolusi Darwin, maka ketika ada buku yang menguatkan pendapat kita itu, kita jadi kehilangan kritisisme atas buku tersebut.

Ternyata, setelah menelusuri berbagai sumber, karya-karya HY banyak menuai kritik, baik di Turki sendiri atau negera-negara Barat. Fisikawan Turki Taner Edis misalnya, menyebut HY tak memiliki otoritas keilmuan yang sesuai dengan ide-idenya. 

Dari bio-nya, HY memang tercatat pernah masuk jurusan Filsafat, bukan Biologi atau bidang sejenis. Lebih jauh Edis menduga, pemikiran HY banyak yang mengutip dan identik dengan argumen kreasonisme sejumlah kelompok Kristen yang selama ini sering disanggah kelompok ilmiah. Kata Edis, tulisan HY terkesan ilmiah, tapi tidak mengikuti standar ilmiah.

Salah satu buku populer HY, "Atlas of Creation" (Atlas Penciptaan), terbit tahun 2007, mendapatkan kritik tajam dari para ilmuwan. Dengan tampilannya yang "wah", New York Time menyebut "Atlas Penciptaan" sebagai tantangan kreasonis terbesar dan terindah terhadap Teori Darwin. Konon, ribuan kopi buku ini sudah disebarkan secara sukarela ke sekolah, ilmuwan, dan lembaga penelitian terkemuka di Eropa dan Amerika Serikat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun