Mohon tunggu...
Edrida Pulungan
Edrida Pulungan Mohon Tunggu... Analis Kebijakan - penulis, penikmat travelling dan public speaker

Penulis lifestyle, film, sastra, ekonomi kreatif Perempuan ,Pemuda, Lingkungan dan Hubungan Luar Negeri Pendiri Lentera Pustaka Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Memeluk Batuba

15 Juli 2024   20:45 Diperbarui: 15 Juli 2024   21:01 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Destinasi Batu Bawang Barat ( Batuba) doc. wisatalampung.id

                                                                                                                  Memeluk Batuba

Bebatuan, sungai, angin, pepohonan, matahari

Nyanyian perempuan lampung yang menenun tapis

juga jemari tua yang menganyam tikow

Memanggil-manggilku untuk datang padamu

Batuba

Engkau terlahir dari sejarah nan indah

Maafkan aku

Menujumu dengan apa adanya

Aku membawa berkeping luka

Ucapan kebencian yang  membekas di jiwa

Kebenaran-kebenaran yang terungkap

Namun tak kuasa melawannya

Puluhan rindu yang tak terbalaskan

meski tiada kilometer jarak diantaranya

Bayangan wajah-wajah bertopeng kepalsuan

yang berkali merayu demi kepentingannya

Begitu penuh beban dipundakku

Ingin kulepas satu-satu

Ingin kularung ke laut lepas dan terbebas

Meski semua terlihat bias

Aku bertahan tak menumpahkan air mata

Namun akan terjatuh juga di lantai kapal yang menua

Aku bertahan menganggap semua baik-baik saja

Namun aku manusia biasa

Mungkin aku harus mengakui

Aku perempuan yang kuat menahan derita

Mungkin aku juga harus mensyukuri

Namaku sudah terukir di Prasasti Batu Ruyud Kalimantan Utara 

Hingga Prancis di benua Eropa

Dari tahun tahun yang tak mudah dilalui

Hingga menahun menjadi pasung

Berkalang dalam lumpur retorika

Gerbong-gerbong yang merasa punya kuasa

Wajah bermuka dua, empat dan seterusnya

Padahal sesama meraka saling tikung dan bersandiwara

Hei

Aku berhasil menyeberang

Menepi di lumbung kapal 

Merapatkan jemari di dada

Merasakan angin malam

Melihat lampu-lampu kapal yang mengirimkan terang

Semesta membawaku padamu disaat malam jelang pagi

Langkah kakiku terhenti di bebatuan yang indah

Merayakan cerita sejarah leluhur dari gedung ratu

Berabat lamanya kertas tua yang disimpan di Leiden 

ada di tanganku

Kucoba berdialektika dalam puisi peradaban

Aku perempuan yang mencintai pena dan kertas

Bukan perempuan penjilat dan malas

Ketika sejerahku ingin mereka tebas

Aku berteriak pada dunia yang lebih luas

Aku melihat perempuan-perempuan kuat

yang menganyam hidupnya dengan kebersahajaan dan ketekunan

Karya tikow nan indah dari kesabarab dan seni jemari tangan

Tentu yang kulihat bukanlah wajah perempuan penguasa 

yang bicara karismatis serta banyak petuah relijinya

Tetapi berteriak  membuang sampah amarah

didepan umum menghardik seorang cendikia

Relasi kuasa bagai pedang bermata dua

Maka bisa semena-mena merundung manusia karena ego kuasa semata

Sejatinya kuasa mampu memuliakannya 

Jika melekat halus adab dan budi bahasanya

Serta pribadi bijaksana

Perempuan-perempuan kuat itu

Kuabadikan dalam puisi dan doaku

Pada rumah-rumah tua bertangga

Pada ukiran aksara lampung di desa tua

Pada jalan setapak menuju pagar dewa

Pada sujud jelang  ashar menuju senja di masjid terapung nan indah

Hingga aksaraNya menembus kepala dan tubuhku yang kian renta

di kaki, tangan, dada dan kepalaku

Sihir dan mantra jahat mereka telah pergi dan hanyut

Telah tersembuhkan semua luka

Menjadi terlahir kembali

Senyum terdalam pada diri, tuhan dan alam

Juga ruang dan waktu

Saat tersadar setiap tempat punya cerita dan kisah

Terbuka setelah  cerita terdalam dan misterinya terbaca 

Terasa betapa Allah sang Maha

Jika mereka membaca Tubaba dengan menikung siger 

Agar  hinggap di kepalanya dan mempesona baginya

Maka biarkan aku mengalah memberi jalan

Menabung rona-rona kesabaran

Seperti cerita hidupku yang sudah-sudah

Banyak keajaiban di ujungnya

Meski liku-liku dan terhampar ujian juang

Namun

Memeluk  Batuba dalam diam dan dalam 

Ditutup ucapan doa 

serta  ucapan selamat malam pada semesta Batuba

yang menerimaku dengan tangan terbuka

Batu Bawang Barat,  lampung 6 juli 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun