Aku sepertiga malam yang engkau sulam dalam diam. Sejak purnama di akhir tahun yang kau tunggu.Â
Muncullah rembulan dengan senyum cerah lembayung merah. Akhirnya yang kau nanti datang juga.Â
Kau cukup pejamkan mata seperti menerima pertanda. Memainkan peranmu sebagai arjuna
Aku membawa ombak ke lautanmu. Hanya sebentar saja. Namun engkau mampu
memindai seberkas sinar itu. Hingga memancarlah telaga bening dimatamu. Euforia
Sejak itu malam menjadi gaduh, ceria, penuh tawa juga renungan-renungan panjang
tentang kehidupan, kegagalan, pertemuan, kerinduan, kemarahan, kebaikan, keajaiban, senyuman, ompian, dan masa depan
Kuhamparkan permadani rindu yang harus kusulam hingga bentangannya sampai  pada pangkuanmu
Lalu kau berikan pelangi harapan dan kegembiraan yang meluaap-luap seperti ombak laut cina selatan
yang menjadi rebutan negara-negara ASEAN. Ah engkau sedang bertopeng dan bersandiwara. Masa lalu
mengurungmu dalam dendam yang remuk redam teruntukku. Â Oh bukan aku, bukan aku yang harusnya kau tuju
Namun dirimu yang letih berburu. Kau tak pernah mau  mengalah. Selalu ingin jadi pemenang, penakluk dari barat.
Menjadi adidaya mengirim teka teki tentang kesepakatan, MOU, gentlement agreement.
Menjadi pongah karena engkau pengendali permainan. Hingga  akhirnya tersesat engkau oleh permaimananmu sendiri.
Keyakinan, ambisi, egomu bagaikan sepiring sup ayam yang lupa engkau panaskan. Semua sudah terlanjur dingin
Mari kita rayakan kejayaan masa lalu sayang. Saat  ombak bertamu kepantai dan laut menyaksikannya.
Semesta mencatat sejarah yang kau lupakan. Selamat pagi kekasih yang telah pergi tanpa catatan pinggir. Â
Nikmatilah angin yang semilir. Tiada badai pagi ini. Dari selingan hatimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H