Mohon tunggu...
Edrida Pulungan
Edrida Pulungan Mohon Tunggu... Analis Kebijakan - penulis, penikmat travelling dan public speaker

Penulis lifestyle, film, sastra, ekonomi kreatif Perempuan ,Pemuda, Lingkungan dan Hubungan Luar Negeri Pendiri Lentera Pustaka Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Masyarakat Baduy di Roda Zaman: Menyentuh Dunia Hening Tanpa Aksara

22 Maret 2016   20:02 Diperbarui: 23 Maret 2016   13:03 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

e.Tingkat organisasi yang tinggi, distu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.

Fenomena Modernisasi sebagai paradigma pembangunan memang tidak bisa ditolak oleh kebanyakan Negara berkembang, sebab paradigma yang muncul pasca revolusi industri di Inggris ini merupakan suatu perpanjangan dari proses imperialisme yang telah mendarah daging pada kehidupan masyarakat secara sosiologis. Jika melihat realitasnnya, modernisasi sebenarnya telah membawa suatu perubahan yang cukup signifikan terhadap aspek kehidupan yang dianggap “tradisional” dan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah modern versi “Negara Barat”. Sehingga acapkali masyarakat salah persepsi mengenai kaidah-kaidah moderniasi dan westernisasi

Sehingga jika modernisasi masuk di dalamnya pasti perubahan dan penerimaan antara masyarakat satu dan masyarakat lainnya tentu berbeda. Selain itu masyarakat di Indonesia yang terdiri dari bersuku-suku bangsa juga memiliki tempat tinggal yang berbeda, ada yang tinggal di pedalaman hutan atau gunung sehingga sangat terpencil dan ada juga masyarakat yang dapat dengan mudah dijumpai.

 Pengaruh modernisasi pada suatu masyarakat juga bias dipengruhi oleh kondisi geografis dan norma adat yang ada di dalam masyarakat. Di dalam masyarakat yang terbuka dan bertempat di lokasi yang mudah dijangkau pasti masyarakat tersebut pasti mudah menerima, sedangkan di dalam masyarakat yang tinggal dipedalaman dan memiliki norma adat yang tertutup pasti sulit mendapat pengaruh modernisasi.

Dunia Literasi Masyarakat Baduy Dalam

Pendidikan Formal masih dilarang bagi warga Baduy dan  hal tersebut merupakan harga mati karena tidak sesuai aturan adat masyarakat Baduy yang telah diamanatkan dari leluhur. Tentu hal tersebut dianggap menjadi faktor keterbelakangan bagi masyarakat baduy yang mau tak mau akan berada dalam persaingan dan kompetisi dalamm kehidupan.

Hingga saat ini masyarakat Baduy memang terus bertahan dengan budaya leluhurnya ditengah modernisasi zaman, bahkan dalam hal penggunaan barang elektronik, listrik dan peralatan berteknologi tidak digunakan oleh masyarakat Baduy dalam menunjang kehidupan mereka sehari-hari, bahkan tanah yang mereka diami juga dipergunakan secukupnya untuk menetap dan berladang.

Bahkan dalam bidang pendidikan masyarakat suku Baduy adalah  satu-satunya kelompok masyarakat di negara Indonesia, bahkan mungkin dunia yang secara tegas melarang warganya untuk bersekolah secara formal dan menolak modernisasi di tanah wilayatnya  yang di jelaskan oleh Penulis Asep Kurnia dan  Dr.Ahmad Sihabudin, M.Si dalam Buku ” Saatnya  Baduy Bicara (hal 177: 2010).

Dalam wawancara saya dengan pasangan muda masyarakat suku baduy luar  yang bernama Pak Sardi dan Bu Anah mengatakan bahwa anak mereka yang berusia hampir empat tahun tidak akan mengenyam pendidikan di sekolah formal namun cukup dibawa berladang sewaktu kecil agar terbiasa dengan alam dan hutan. Cita-cita pasangan muda itu sederhana hanya ingin usaha kerajinan tenunnya berkembang dan memiliki pemasaran yang bagus hingga di luar daerah baduy dan kelak bisa memiliki rumah dan tanah sendiri dan tidak tinggal di rumah mertuanya lagi.

Menurut Jarosami (wakil adat) di baduy dalam (Cibeo) pendidikan bagi anak Baduy mengikuti orang tuanya, pendidikan berasal dari orang tua masing- masing untuk anak- anak usia sekitar 10 tahun kebawah misalnya dalam belajar berkebun diladang bagi yang laki- laki, dan bagi yang perempuan belajar memasak, bersih- bersih dan sebagainya. Untuk umur 10 tahun ke atas (dewasa) di Baduy dalam ada perkumpulan dimana maksud dari perkumpulan tersebut untuk memberikan pengarahan mengenai adat istiadat, perilaku hidup, dan tata cara bertani yang kegiatannya secara  berkontinu atau berulang- ulang ini biasanya dilakukan oleh tetua di Baduy dalam misalnya Jaro.

Hal tersebut bisa dimaklumi karena penjelasan ayah mursyd  bahwa aturan adat melarang warganya mengikuti sekolah formal dan melarang pendidikan formal dibuka ditanah ulayat mereka. Menurutnya hal ini sebenarnya didasari oleh berbagai pemikiran para leluhur  mereka yang berpandangan jauh ke masa depan demi eksistensi dan keselamatan kesukuan mereka. Menurutnya tujuan yang paling utama di masa depan untuk menahan terlalu bebasnya masyarakat adat dalam mengadopsi gaya kehidupan modern dan berbondong-bondong mengejar kepuasan materi dan kemajuan hidup sehingga adat terlupakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun