Masalah besar lainnya yang menjadi rapor merah PSSI dalam mengelola persepakbolaan Indonesia adalah kian menurunnya prestasi tim nasional Indonesia di semua kelompok usia. Kegagalan demi kegagalan prestasi ini mencerminkan kepengurusan organisasi dan pembinaan yang dilakukan berantakan. Hal itu tidak hanya terjadi di pusat, tapi juga di level daerah.
Prestasi timnas Indonesia sekarang ini mengalami titik rendah. Untuk tingkat Asia Tenggara saja, timnas sudah tidak mampu bersaing dengan Thailand, bahkan selalu menjadi bulan-bulanan lawan.
Sejumlah faktor menjadi penyebab kegagalan PSSI dalam mengembangkan dunia persepakbolaan yang memuaskan publik. Faktor pertama adalah masuknya kepentingan politik dalam organisasi sepak bola itu. Faktor kedua, minimnya pengurus PSSI yang berlatar belakang profesional dari dunia sepakbola yang pernah merasakan sebagai pemain maupun pelatih. PSSI juga kurang menerapkan prinsip keterbukaan, kepastian dan pertanggungjawaban kepada publik. Faktor ketiga adalah jebloknya prestasi timnas dalam beberapa even dan bahkan dalam ajang paling kecil, di level Asia Tenggara.
Contoh sepele yang dipandang dan dirasakan publik soal ketidaktransparan pengelolaan, ketika timnas kalah beruntun, bahkan dari timnas yang dulu pernah jadi bulan-bulanan Indonesia. Tapi kenapa PSSI tetap mempercayakan pelatih yang prestasinya kalah beruntun itu. Memang tidak ada pelatih lainnya yang sekaliber?
Ironisnya, Badan Tim Nasional (BTN) justru terlihat ngebet untuk melengserkan pelatih timnas U-19 Indra Syafri yang pernah memberikan nama harum Indonesia karena timnas U-19 berhasil mengalahkan Korea Selatan. Ada apa di tubuh PSSI?
Banyak sekali kejanggalan kebijakan PSSI yang dikritik penikmat bola Indonesia, namun PSSI sepertinya lebih suka melakukan pendekatan kekuasaan daripada mendengar masukan publik bola. Itulah kenapa ketika prestasi timnas jeblok. Kekalahan demi kekalahan menimpa, publik bola justru mengecam habis-habisan PSSI ketimbang pemain timnas nya.
Tidak ada kata yang bisa kita ucapkan lagi jika bicara sepak bola Indonesia kecuali merubah total PSSI. Oleh karena itu saya yakin publik bola di Indonesia akan mendukung langkah tegas Menpora untuk merevolusi PSSI agar publik kembali memiliki kepercayaan terhadap sepak bola Indonesia. Sehingga alasan pak menteri bahwa PSSI tidak mengindahkan surat peringatan pemerintah itu hanya pintu masuk untuk membongkar pandora kegagalan PSSI dan melakukan perubahan total sehingga PSSI ke depan akan dipegang oleh sosok yang paham sepak bola, bukan PSSI yang dikendalikan sosok politik atau sosok lain yang belum merasakan bagaimana sedihnya ketika jadi pemain tidak dibayar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H