Mohon tunggu...
Edo Media
Edo Media Mohon Tunggu... Jurnalis -

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

RS Biadab Tolak Bayi Sekarat

30 November 2014   21:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:26 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Nyawa Abbiyasa Rizal Ahnaf tidak tertolong setelah sejumlah rumah sakit di Jakarta, Depok, dan Bekasi menolak menangani dengan berbagai alasan. Akibat penyakitnya tidak cepat tertangani, bayi laki-laki berusia 2 tahun inipun mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Tarakan, Jakarta Pusat.

Abbiyasa meninggal karena penyumbatan saluran pencernaan dan kondisinya terus melemah. Ayah sang bayi, M Edi Karno panik luar biasa hatinya pedih. Saat anak keduanya membutuhkan fasilitas pediatric intensive care unit (PICU) dan dokter spesialis bedah anak. Ketika dia membutuhkan pertolongan darurat, justru puluhan rumah sakit menolak.

Tanpa kenal lelah, pria ini kesana kemari mendatangi hampir seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta, Depok, dan Bekasi. Tapi mereka selalu beralasan tidak ada fasilitas itu, dan ruangannya sudah penuh.

Ada 40 Rumah Sakit yang sudah dia datangi. Ada beberapa rumah sakit bahkan minta bayaran uang muka antara Rp 10 juta sampai Rp 30 juta dulu, baru si bayi yang sudah sekarat ini bisa ditangani. Kejam sekali!!!

Padahal warga Jalan SMP 160 RT 02 RW 05, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur tersebut, memiliki Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang sekarang jadi kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk mengobati putra kesayangannya.

Kita semua berharap kasus ini tidak terulang kepada anak-anak di Indonesia. Lantaran orang tuanya tidak mampu membiayai berobat, nyawa sang anak terenggut.

Kasus bayi meninggal karena tidak cepat ditangani setelah ditolak 40 rumah sakit, sungguh membuat kita marah dan mengutuk. Sampai teganya pihak Rumah sakit. Dimana rasa kemanusiaan mereka selama ini melihat bayi terkapar menahan rasa sakit yang akhirnya meninggal.

Nilai-nilai kemanusiaan yang selama ini ditanamkan the founding father kita lenyap begitu saja. Seiring masuknya ideologi kapitalisme yang menyembah kekayaan, materi dan uang sebagai Tuhan.

Semua harus bayar. Orang sekarat ingin hidup harus pake uang. Jika dia tidak punya uang, nyawapun bisa terenggut. Sungguh miris sekali.

Disana sini tanah rakyat digusur. Sebagian dipakai membangun rumah sakit mewah bermerek internasional bertebaran di seantero Jabodetabek. Tapi pembangunan fasilitas kesehatan ini hanya jadi pemandangan dan mimpi bagi sebagian rakyat Indonesia yang mayoritas hidup pas-pasan. Rumah sakit yang megah berdiri di depan pemukiman warga itu hanya jadi pemandangan di awang-awang. Jangankan berobat masuk pun mungkin akan dicegat petugas sekurity nya. Karena dianggap bukan tempatnya warga pas-paskan mendapatkan layanan kesehatan.

Bagi warga berpenghasilan pas-pasan, rumah sakit tersebut ibarat pemandangan indah tapi fana. Mereka hanya sekadar bisa menonton kecanggihan fasilitas rumah sakit swasta di kawasan Jabodetabek yang menjamur dan hampir mayoritas berada di gedung mewah dan megah. Pelayanan yang sangat bagus. Lengkapnya fasilitas untuk menyelamatkan jiwa manusia. Tapi semua itu hanya untuk orang kaya. "Orang miskin di negeri ini dilarang sakit"

Saya yakin the founding fathers kita pasti menangis melihat Indonesia saat ini. Pembangunan fisik yang tampak megah dan modern hanya menjadi pemandangan sebagian besar rakyatnya tanpa punya kemampuan menikmati pembangunan.

Lebih ironisnya lagi. Pembangunan fisik yang megah itu tidak seiring pembangunan watak dan mental orang yang ada di dalamnya. Manusia yang ada di dalam gedung mewah tersebut berjiwa kapitalis, otaknya dipenuhi dengan ideologi materialis, menyembah uang..uang dan uang.

Sebuah ironi memang. Karena justru di negara yang pertama menerapkan ideologi kapitalis seperti Amerika, sekarang sedang belajar membangun solidaritas antar warga masyarakatnya. Semangat gotong royong dan mencintai sesama.

Baru saja kemarin ada kejadian seorang pemilik toko roti, hancur dijarah massa gara-gara rusuh di Amerika. Si pemilik toko yang hancur menyampaikan kesedihannya di media sosial.

Tak disangka sumbangan berdatangan dari masyarakat hingga si pemilik toko justru mendapatkan ganti rugi sepuluh kali lipat. Sebuah sikap solidaritas yang patut diancungi jempol. Inilah ajaran Pancasila.

Di Amerika juga ada restauran yang setiap hari Jumat memberikan layanan makanan gratis bagi warga yang tidak mampu.

Ini sebuah solidaritas sosial yang sekarang sedang berkembang di negara maju yang justru dulu adalah pembawa ideologi kapitalis. Saat ini mereka juga membawa semangat kebersamaan dan gotong royong. Sebagaimana diajarkan Pancasila.

Ingat pada 10 Nopember 1945, jutaan pemuda tewas bersimbah darah hanya karena solidaritas untuk berjuang bersama membangun bangsa Indonesia.

Dan 69 tahun kemudian. Bangsa Indonesia sekarang justru jadi bangsa biadab dan raja tega. Ketika ada bayi sekarat nyaris meninggal. Karena orang tuanya dari kalangan tidak mampu, pengelola rumah sakit angkuh dan menolak. Dia hanya berpikir uang.

Mau jadi apa negeri ini. Naudzu Min Dzalik. Membaca berita ini hati dan dada saya marah dan bergetar. Tidak ada gunanya kita merdeka namun kita malah disusahkan oleh sesama bangsa kita sendiri.

Coba Belanda yang selama ini kita sebut sebagai penjajah dan pemeras. Mereka justru memberikan layanan kesehatan dan pendidikan pada pribumi dengan ikhlas dan tulus melebihi jaman sekarang ini.

Justru bangsa kita sendiri. Yang mereka mampu membangun rumah sakit megah di gedung menjulang. Dilengkapi peralatan medis dan dokter spesialis yang canggih. Tapi mental mereka masih mental bar bar.

Mereka angkuh dan membiarkan warga kurang mampu berlarian kesana kemari saat anaknya sekarat dan nyaris meninggal ditolak pelayanan oleh rumah sakit gara-gara belum menyiapkan uang berobat. Benar-benar biadab. Saya kutuk rumah sakit tersebut. Sebuah perbuatan yang tidak terpuji dan tidak bisa ditolerir lagi.

Dalam tulisan ini saya mengetuk hati pemerintah melalui Departemen Kesehatan. Jika ada lagi rumah sakit menolak orang miskin dan tidak punya uang untuk berobat, sebaiknya Rumah Sakit tersebut ditutup saja.

Buat apa dia membangun rumah sakit mewah hanya untuk menunjukkan layanan kesehatan kita sudah maju. Kalau ternyata motivasi rumah sakit swasta yang mewah tersebut hanya sekadar komersial, mencari pasien yang banyak uangnya dan membisniskan layanan kesehatannya untuk mengeruk uang dari pasiennya.

Karena jika hal ini terus terjadi. Bangsa ini sudah tidak punya ideologi lagi. Pancasila sudah dibunuh oleh kapitalisme. Kalau Pancasila sudah mati marilah kita menyembah uang.

Saya jadi ingat pepatah teman saya mengatakan: "Hei Bung ini Jakarta, kalau kamu mati dibungkus koran, gak ada yang peduli sama kita. Beda sama sikap gotong royong kampung kita". Masya Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun