Mohon tunggu...
Edo Media
Edo Media Mohon Tunggu... Jurnalis -

Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pasca Putusan Presiden Masihkah KPK Bernyali?

20 Februari 2015   07:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:51 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 13 Januari 2015 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibawah pimpinan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, mendadak membuat heboh publik. Lembaga anti rasuah ini berani mengambil resiko besar dengan menetapkan calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka. Sebuah tantangan perang melawan kekuatan besar yang di kemudian hari akan menjadi pilihan Abraham dan BW: maju atau mati sekalian.

BG disangkakan menerima gratifikasi saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Mabes Polri 2003-2006, dan transaksi mencurigakan. Penetapan BG sebagai tersangka ini dilakukan sehari setelah BG ditetapkan sebagai calon tunggal Kapolri.

Para penyidik KPK menemukan dua alat bukti setelah melakukan penyelidikan sejak Juli 2014. Setidaknya sudah dua kali Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan catatan tentang Budi Gunawan kepada pemerintah setelah PPATK menemukan sejumlah rekening mencurigakan di jajaran perwira Mabes Polri terkait lalu lintas transaksi keuangan 2005-2010.

Pada awalnya langkah KPK menetapkan BG sebagai tersangka ini tidak menimbulkan friksi dengan Polri. Karena Kapolri Jenderal Sutarman yang dikenal sebagai pemimpin visioner di tubuh Polri bersikap bijak dan netral. Menurut mantan ajudan Presiden Abdurahman Wahid ini, jika memang ada anak buahnya yang terlibat dugaan korupsi, beliau mempersilahkan KPK mengusut kasus tersebut dengan catatan dan syarat alat buktinya harus kuat dan harus baru (novum). Mengingat kasus rekening gendut Komjen Pol BG sudah ditangani Bareskrim Mabes Polri dan dianggap clear.

Namun kasus ini kemudian justru liar dan melebar ke ranah politik. Ada intervensi kuat dari istana untuk merombak jajaran petinggi di tubuh Polri. Entah ada kaitan atau tidak. Setelah itu muncul kejadian aneh, Kapolri Jenderal Sutarman yang seharusnya baru pensiun Oktober 2015 nanti diberhentikan dan diganti Plt Komjen Pol Badrodin Haiti. Kabareskrim juga diganti mendadak dari Komjen Pol Suhardi Alius kepada Irjen Pol Budi Waseso. Sejak itulah babak baru konflik Polri-KPK berawal.

Kejadian demi kejadian janggal penegakan hukum tiba-tiba mencuat di depan publik, entah siapakah sosok Mr X  yang merekayasa di baliknya. Tak berselang lama, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto tiba-tiba ditangkap dengan tuduhan kasus 5 tahun silam. BW saat menjadi pengacara bupati Kotawaringin Barat, dituduh mempengaruhi saksi yang menguntungkan kliennya, di Mahkamah Konstitusi.

Hubungan Polri dengan KPK pun memanas. Puluhan aktivis anti korupsi terus berdatangan untuk memberikan dukungan terhadap KPK.

Presiden Joko Widodo yang belum genap 3 bulan dipercaya rakyat memimpin negeri ini karena jargon kampanyenya sebagai pemimpin jujur dan sederhana, mulai diuji. Rakyat terus menunggu sikap Jokowi, apakah masih berpihak pada pemberantasan korupsi dan kebenaran ataukah sedang menyiapkan agenda lain. Harapan rakyat, Jokowi akan membuat langkah-langkah yang lebih mengapresiasi pemberantasan korupsi ketimbang mengelola konflik KPK-Polri.

Selama berhari-hari rakyat dengan sabar, sebagian penuh perasaan gemas menanti Presiden yang tak kunjung bersikap tegas. Sementara berbagai peristiwa janggal terus muncul dan cenderung "menyerang" KPK. Mulai dari penangkapan BW, kemudian penyebaran foto Abraham Samad dengan wanita, kemudian tokoh PDIP Hasto memunculkan isu Abraham Samad "bermain" politik, para pegawai KPK mengalami teror, Abraham Samad ditetapkan tersangka, hingga ancaman 21 penyidik KPK juga akan dijadikan tersangka.

Semua peristiwa yang oleh publik dipersepsikan sebagai kriminalisasi dan pelemahan KPK ini berlangsung secara sistematis dan massif. Rakyat menuntut Presiden segera menyelamatkan KPK karena selama ini dipercaya sebagai lembaga yang sangat kredibel. Namun sikap Presiden justru terkesan mengulur-ulur waktu. Entah siapa yang ditunggu Presiden sehingga ia sangat berhati-hati mengambil keputusan yang sebenarnya adalah hak prerogatif dia selaku kepala negara.

Sehingga dari hari ke hari, dalam kasus perseteruan KPK-Polri ini, kita merasakan sedang ada sebuah kekuatan besar berusaha mendesain dan merekayasa untuk menyingkirkan dua pejabat KPK yakni Bambang Widjojanto dan Abraham Samad dari KPK. Perlu diketahui, Samad dan BW adalah pimpinan KPK yang secara terbuka menyampaikan BG sebagai tersangka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun