Mengapresiasi karya sastra sebenarnya telah dilakukan di berbagai institusi pendidikan dasar dan menengah di Indonesia, namun kurang menyentuh rasa dan refleksi para siswa. Guru lebih menerapkan teknik pembelajaran yang teoretis dan hafalan pada pembelajaran sastra (Wijayanti, 2015). Tak heran jika di kemudian hari kaum muda menjadi kurang peduli dan kurang sensitif terhadap sesama manusia maupun alam. Para siswa dididik untuk menjadi pintar, tetapi hatinya kurang terasah. Seperti konsep “hewan yang pandai” dalam pemahaman salah satu tokoh rekaan Pramoedya Ananta Toer.
Penulis berpendapat bahwa sebaiknya keterampilan menghasilkan karya lisan, tulisan, pementasan, maupun multimedia yang bercerita, serta apresiasi terhadap karya-karya tersebut, lebih dikembangkan lagi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Dengan begitu, perilaku ignorant, seperti merusak taman bunga Amaryllis, dapat menjadi penyimpangan yang dilakukan oleh segelintir orang saja, bukannya menjadi kebiasaan yang lumrah dilakukan.
***
Gambar-gambar diambil dari:
http://dongengceritarakyat.com/kumpulan-fabel-cerita-dongeng-kancil/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H