Mohon tunggu...
edisoktalinda
edisoktalinda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Masalah Publik yang Tak Kunjung Usai: Bagaimana Kebijakan Publik Harus Dirumuskan?

31 Desember 2024   03:34 Diperbarui: 31 Desember 2024   03:42 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: https://jgu.edu.in/blog/2023/12/30/what-is-public-policy/)

Pengertian masalah publik menurut (Winarno 2014) merupakan masalah-masalah yang memiliki dampak yang luas dan mencakup konsekuensi-konsekuensi bagi orang-orang yang tidak secara langsung terlibat. Jadi, masalah publik ini timbul akibat tindakan suatu individu atau kelompok, namun berdampak pada masyarakat luas.

Masalah publik di Indonesia, seperti ketimpangan sosial, pencemaran lingkungan, kemacetan, atau buruknya infrastruktur, sering kali muncul berulang kali tanpa solusi yang memadai. Ketidakmampuan ini sebagian besar disebabkan oleh proses pembuatan kebijakan publik yang belum sepenuhnya optimal. Untuk mengatasi permasalahan ini, terdapat tiga proses krusial yang harus dilakukan oleh para aktor kebijakan publik secara cermat dan sistematis: identifikasi masalah publik, formulasi kebijakan, dan pengambilan keputusan kebijakan.

1. Identifikasi Masalah Publik: Menentukan Akar Masalah

Langkah pertama adalah identifikasi masalah publik, yang menjadi dasar seluruh proses kebijakan. Masalah publik adalah persoalan yang berdampak luas, melibatkan banyak pihak, dan sering kali sulit didefinisikan secara jelas. 

Tahap perumusan masalah diawali dengan pengakuan atau dirasakannya keberadaan situasi masalah yang dapat dilakukan dengan mengenali (scanning) terhadap masalah (problem symptom). Contohnnya adalah didapatkan aduan bahwa Pedagang Kaki Lima (PKL) mengganggu masyarakat. Dari situasi masalah tadi kemudian dicari masalah, biasanya terdapat tumpukan/beberapa masalah yang belum terstruktur, yang disebut meta problem. Meta problem dari situasi aduan mengenai PKL tersebut adalah tempat PKLtidak tertata rapi, PKL tumbuh subur, PKL memproduksi sampah, PKL menganggu keindahan kota, dan perilaku PKL yang seenaknya. Selanjutnya dari setumpuk masalah tersebut, harus didefinisikan terlebih dahulu masalah mana yang menjadi masalah publik yang menghasilkan masalah substantif. Setelah dianalisis, ternyata masalah substantifnya adalah PKL tumbuh subur, tempat jualan PKL tidak tertata rapi, dan perilaku PKL. Dari masalah substantif tadi kemudian ditarik kesimpulan yang menghasilkan masalah formal (problem statement) yaitu perilaku PKL dalam berjualan seenaknya sendiri.

Dari problem statement yang telah ditemukan, penting untuk menggunakan metode/teknik yang efektif, seperti Snowball Sampling dan survei, Root Cause Analysis, brainstorming, analisis gunung es, atau analisis fishbone guna mengungkap akar masalahnya. Tanpa proses identifikasi yang jelas dan mendalam, kebijakan yang diambil berisiko salah sasaran dan tidak efektif.

2. Formulasi Kebijakan Publik: Mencari Solusi yang Tepat

Setelah akar masalah teridentifikasi, langkah berikutnya adalah formulasi kebijakan publik. Formulasi ini melibatkan proses memilih alternatif kebijakan yang terbaik dari sekian banyak alternatif pemecahan yang ada. Dalam menyusun formulasi kebijakan diperlukan kehati-hatian ekstra mengingat sebagaimana diungkapkan (Dunn 1990) bahwa masalah publik memiliki karakteristik saling ketergantungan karena permasalahan kebijakan bukanlah masalah yang berdiri sendiri. Dia biasanya merupakan bagian dari seluruh rangkaian masalah yang terkait satu sama lain.

Misalnya pada masalah PKL tadi, dapat ditemukan bahwa dia memiliki ketergantungan dengan masalah lain seperti tata ruang kota yang tidak optimal yakni kurangnya area khusus untuk kegiatan informal atau minimnya fasilitas yang disediakan untuk mereka, sebagian besar PKL berasal dari kelompok ekonomi menengah ke bawah yang sulit mengakses pekerjaan formal, ketergantungan ini menunjukkan bahwa masalah PKL juga terkait dengan isu pengangguran dan kurangnya akses terhadap peluang ekonomi yang lebih baik, kurangnya kesadaran diri dan edukasi kepedulian lingkungan mengenai sampah, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, kebijakan yang dibuat harus disesuaikan dengan ketergantungan/kaitan-kaitan yang ada.

Dalam tahap ini, penting untuk menentukan tujuan kebijakan berdasarkan data yang valid serta mengembangkan alternatif dengan pendekatan seperti analisis diam, eksperimen, benchmarking, atau sinektika.

Analisis diam atau "no-action policy" dilakukan dengan cara menganalisis jika seandainya pemerintah berdiam diri atas masalah publik yang dihadapi. Strategi "testing the water" merupakan cara yang sering dilakukan dalam pelaksanaan analisis diam. "No-action policy" biasanya muncul dengan sebab sebagai berikut:

1. Masalah yang muncul adalah masalah sensitif dan apabila pemerintah mengambil kebijakan khawatir akan dianggap berpihak kepada salah satu pihak.

2. Pemerintah memiliki keterbatasan anggaran untuk merespon masalah publik.

3. Pemerintah masih menunggu waktu yang tepat untuk melakukan suatu kebijakan.

b. Analisis eksperimen adalah upaya menciptakan alternatif-alternatif kebijakan dengan menggunakan metode eksperimen kepada kelompok sasaran yang berbeda dengan karakteristik yang sama.

c. Analisis benchmarking/komparasi adalah metode mengembangkan alternatif kebijakan dengan mempelajari masalah serupa di berbagai daerah atau negara untuk merekomendasikan solusi terbaik. Terdapat tiga jenis komparasi:

  1. Kebijakan yang pernah ditempuh sebelumnya.
  2. Kebijakan dari daerah atau negara lain.
  3. Kebijakan ideal sebagai acuan.

Contoh: benchmarking pengelolaan transportasi publik di Korea atau Jepang.

d. Analisis sinektika adalah pendekatan untuk mengembangkan solusi masalah publik melalui perspektif baru. Cara utamanya meliputi:

  1. Menggunakan teori alternatif.
  2. Melibatkan berbagai stakeholder dengan sudut pandang beragam.
  3. Mempelajari makalah kebijakan untuk memperoleh solusi yang telah diusulkan.

Partisipasi publik juga menjadi elemen krusial untuk meningkatkan legitimasi dan diterimanya kebijakan. Pembangunan partisipatoris-demokratis menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat sipil, khususnya kelompok yang terdampak langsung dari suatu kebijakan publik. Partisipasi masyarakat harus memenuhi tiga syarat :

1. Hak untuk didengar pendapatnya.

2. Hak untuk dipertimbangkan pendapatnya.

3. Hak untuk mendapatkan penjelasan atas pendapat yang diberikan.

Pelibatan seluruh pihak baik pemerintah, akademisi, partai politik, pihak swasta, maupun masyarakat sipil sangat diperlukan dalam perumusan kebijakan publik agar hasil kebijakan dapat diterima oleh semua pihak, tujuan tercapai, dan tercipta transparansi, keadilan, perdamaian, serta kebermanfaatannya dapat dirasakan.

3. Pengambilan Keputusan Kebijakan: Memilih Jalan Terbaik

Tahap terakhir adalah pengambilan keputusan kebijakan, di mana pemerintah memilih solusi terbaik dari alternatif yang tersedia. Proses ini harus didasarkan pada prinsip rasionalitas, partisipasi, dan keberlanjutan. Rasionalitas berarti keputusan diambil berdasarkan analisis komprehensif tentang dampak biaya dan manfaat. Partisipasi melibatkan aktor kebijakan dan masyarakat yang terpengaruh, sehingga keputusan yang diambil lebih inklusif. Model pengambilan keputusan juga harus disesuaikan dengan kompleksitas masalah. Misalnya, model rasional komprehensif cocok untuk masalah kompleks, sementara model inkremental lebih sesuai untuk masalah rutin dengan risiko rendah. Untuk masalah yang melibatkan banyak pihak dan aspek, model mixed scanning dapat digunakan karena menggabungkan efisiensi dan efektivitas.

Masalah publik yang berulang mencerminkan perlunya perbaikan dalam proses pembuatan kebijakan publik. Dengan menerapkan identifikasi yang tepat, formulasi berbasis data/bukti, dan keputusan yang inklusif, pemerintah dapat menciptakan solusi yang efektif dan berkelanjutan. Partisipasi masyarakat harus menjadi elemen utama di setiap tahap kebijakan, sementara data yang akurat dan transparan harus menjadi dasar keputusan. Dengan langkah-langkah ini, masalah publik yang tak kunjung usai dapat ditangani dengan lebih baik, membawa Indonesia menuju tata kelola yang lebih baik dan berkeadilan.

Daftar Pustaka:

Winarno, Budi. 2014. Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus. CAPS. Jakarta.

Dunn, William. 1990. Public Policy Analysis: An Introduction. Prentice Hall. New Jersey

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun